Capt 8 : Cinta dan Rasa Bosan
Nyatanya Akira tak benar-benar memasuki kelasnya. Ia bahkan dengan santai melewati koridor demi koridor, dan tingkahnya itu tak luput dari seluruh warga sekolah, termasuk petugas kebun. Bahkan hampir tak percaya melihat murid perempuan yang hanya satu-satunya tak memakai atribut lengkap.
Sebenarnya, Akira hampir memasuki koridor kelasnya. Namun, di tengah perjalanan Guru Chen dipanggil oleh kepala sekolah. Dan, berakhirlah Akira membolos daripada ia hanya menyampah di kelas tanpa mengikuti pelajaran, lebih baik langsung membolos saja.
Kena hukuman sedikit tak apa, asal ia tak merasa terusik sedikit pun. Perempuan dengan baju serta atribut tak rapih itu terhenti disebuah tempat. Sunyi dan sepi. Hanya kicauan burung pipit yang terdengar.
Senyuman kecil terbit di bibir tipis nan berlesung pipit milik Akira. Ia menyandarkan tubuhnya disebuah pohon yang lumayan rindang. Ponselnya ia keluarkan demi membidik suasana sunyi nan indah, bagi Akira.
Cekrek
Sebuah bidikan indah dihasilkan Akira. Tidak buruk untuk seorang mantan fotografer seperti dirinya. Lagi dan lagi mood Akira sedikit lebih baik, namun senyumnya sirna kala pikirannya berkelana.
"Riza, gimana hasilnya? Aku jelek ,ya. Atau kamu yang kurang jajan potoin akunya," canda Fey sambil berlari kecil.
Akira mendengus sebal mendengar perkataan tentangnya. Enak saja. Apa dia tak tahu bahwa sedari tadi itu Akira yang memotretnya bukan orang lain. Sudah dapat dipastikan hasilnya memuaskan.
"Besok sewa fotografer sendiri aja, biar aku bisa menghabiskan weekend dengan Kasur genitku." Akira berlalu meninggalkan Alfeyra.
Sontak saja perempuan kuncir dua di kepalanya itu mendelik. Ia kira Akira tak serius dengan ucapannya.
"Ya, Khanza baper. Canda doang elah," bujuk Alfeyra sambil meraih pergelangan tangan milik Akira.
'Khanza' nama sewaktu Akira duduk di bangku SMP. Nama kecil yang membuatnya selalu teringat Alfeyra. Satu-satunya sahabat yang ia percaya.
Namun, kesalahpahaman terjadi. Mengharuskan ia tak bergantung dengan sahabat masa kecilnya. Sejujurnya Akira merindukan Fey, tapi Akira tak tahu apakah Fey sudah memaafkannya atau belum.
Semoga saja Fey mau memaafkan dirinya. Sama seperti dirinya yang tak pernah bisa marah kenapa Fey.
∞∞∞
"Woy, Mirza! Lo beneran mau cabut?" cegah Agza kala ia melihat Mirza beranjak dari bangkunya.
Mirza mengangguk sekilas dan kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.
Sementara para sahabatnya membiarkan Mirza meninggalkan kelasnya. Mereka hanya bisa menghela napas lelah melihat kelakuan nakal Raden Mirza Arsanata. Keluarga yang amat sangat kental dengan budaya khas jawa.
Hidup di orang tua harmonis tak membuat Mirza menjadi anak yang baik. Sebenarnya Mirza adalah anak yang rajin. Namun, ia mempunyai jiwa yang bebas dan pemberontak. Karena sifat itulah Mirza menjadi sedikit nakal.
Langkah panjangnya membawa ke arah taman belakang rahasia. Taman belakang rahasia adalah taman belakang milik sekolah yang sudah lama ditutup. Sebab, ada insiden pembunuhan berantai yang dulu terjadi di sana.
Sedikit mengerikan memang, tetapi itu yang sebenarnya terjadi. Namun, sampai sekarang tak ada kejadian mistis yang menimpa dirinya, meskipun melanggar peraturan untuk tidak memasuki taman belakang rahasia.
Setelah memastikan keadaan aman, Mirza pun mendorong pintu gerbang berkarat itu pelan. Suasana tenang menyambut kehadiran Mirza. Dengan langkah santai ia memasuki taman tersebut sambil memasukan ke dua tangannya ke dalam saku celana abu-abu.
Akira menoleh saat tak sengaja mendengar pintu di belakangnya bergerak. Sontak saja ia mencari persembunyian yang tepat agar tak diketahui guru yang sedang berpatroli.
Namun, perkiraannya salah. Ternyata itu adalah laki-laki yang sempat Akira tolong. Akira segera keluar dari tempat persembunyiannya sambil melangkah mendekati laki-laki berseragam sama dengan dirinya yang tengah memandang hamparan luas bunga mawar putih.
Merasa diperhatikan, Mirza membalikkan tubuhnya dan mendelik tak percaya melihat seseorang yang kini menatapnya intens. Terbesit pertanyaan dibenak Mirza sambil menatap siswi dengan penampilan jauh dari kata baik.
"Lo siapa?" pertanyaan yang tiba-tiba muncul dari mulut Mirza. Setelah berbagai macam pertanyaan bermunculan.
Akira mengerutkan dahinya bingung. "Lo cowok yang waktu itu, 'kan?" tunjuknya sambil mengingat kembali insiden yang sempat membuat dirinya kesal.
Mirza mengangguk tanpa menjawab pertanyaan dari Akira. Perempuan dengan keberanian tingkat dewa.
"Gue Akira," uluran tangan dari Akira membuat Mirza menatap bingung.
Ketika hendak menarik tangannya kembali, Akira dikejutkan oleh Mirza yang tiba-tiba membalas uluran tangan dari dirinya.
"Mirza," ujarnya singkat, namun tak urung melepaskan jabatannya.
Akira sedikit menggoyangkan tangannya membuat Mirza sadar dan segera melepaskan.
Jaket di pinggang Akira sedikit mengendur membuat ia merasa tak nyaman, namun ingin membenarkannya tak bisa. Sebab, kini ke dua tangannya penuh dengan buku-buku yang tak sempat ia menaruhnya di loker tadi.
Mirza menyadari pergerakan kecil dari Akira. Lalu, pandangannya mengarah ke bawah. Tepat pada tali pinggang Akira. Ikatan jaket yang menyimpul itu sedikit mengendur.
Selangkah lebih maju Mirza berhadapan dengan Akira. Dengan jarak yang sangat dekat ini Akira mampu melihat wajah Mirza yang terkesan ... keren menurut dirinya.
Perlahan wajah tampan itu mendekat, hampir saja hidup mereka saling bersentuhan. Dengan jarak yang lumayan dekat seperti ini membuat Mirza sedikit bersyukur dapat melihat wajah imut milik perempuan yang bernama Akira.
Tanpa sadar mereka telah bertatapan cukup lama. Tali simpul yang melilit pinggang mungil Akira pun sudah terasang rapih. Namun, dari salah satu mereka enggan untuk melepaskannya.
Bagai matahari ufuk di ujung timur dan sang mega menghiasi langit. Akira dan Mirza sudah memasuki zona yang selama ini mereka hindari. Jatuh cinta.
Sebenarnya tak salah jika dua insan saling mencintai. Namun, yang disalahkan adalah jangan jatuh karena cinta. Sebab, cinta takkan sebodoh itu pemikirannya.
Cinta mengajarkan kita untuk berkomitmen dan bukan saling menyakiti. Cinta mengajarkan kita artinya setia, bukan berarti kita bisa di duakan hanya karena rasa bosan. Sejatinya cinta itu bukan tentang rasa yang lama kelamaan membuat jenuh.
Percayalah jika kalian berpikiran cinta seperti itu takkan ada yang abadi di dunia ini. Bahkan semua punya titik akhir. Kembalilah pada diri masing-masing. Sebab, kalau kita tidak menghargainya bagaimana bisa kita dihargai olehnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top