Capt 7 : Menghilang

Brum ... brum ... brum ....

Suara knalpot begitu memekakkan telinga. Asap hitam membumbung ke atas menghiasi langit pagi yang cerah ini. Namun, tak secerah hati ke enam anak manusia yang tengah menunggu gerbang sekolah di tutup.

Dengan santainya mereka berkumpul di café tepat menghadap gerbang sekolah Takodachi High School, tempat mereka bersekolah.

Akira tengah duduk di atas motor besarnya sambil menikmati cemilan yang baru saja ia rampok dari Ken, sang raja dari segala jenis makanan. Lalu, ada pasangan dengan lem perekat tanpa celah Devin dan Silvana yang bersenda gurau dengan Silvana yang menopan dagunya di bahu sebelah kanan milik Devin.

Dan jangan lupakan Silvani dan Lucas yang sepertinya mereka akan jadian. Sebab, sejak tadi mereka saling melemparkan tatapan penuh cinta. Lope-lope di depan mata mirip sinetron anak SD yang sebenarnya adalah remaja sebelum waktunya.

Ken. Sejak tadi entah kenapa laki-laki penyuka biru dongker itu asyik dengan game online di ponsel miliknya. Tanpa memperdulikan sekelilingnya. Memang hobi semenyebalkan itu menurut Akira.

"Guys, kita nggak masuk, nih?" tanya Akira menandaskan cemilannya.

Devin mengangkat bahunya tak tahu, lalu menoleh pada Silvana sambil bertanya, "Lo mau masuk?"

Silvana mengangguk. Tentu saja ia ingin masuk daripada membolos seperti ini sama saja mencari perkara pada Guru Chen, walikelasnya.

"Boleh, deh. Masalah bosan kita bisa bolos kelas," usul Silvani sambil membereskan sampah yang dihasilkan Akira.

"Kita para lelaki ikut aja," ujar Ken yang diangguki Devin dan Lucas. Mereka memang sangat kompak jika itu menyangkut pujaan hatinya.

Akira mendengus melihat kebucinan dari sahabat laki-lakinya. Bukan. Ia bukannya iri tak punya pacar, tetapi tetap saja melihat sahabatnya lebih mementingkan itu sudah pasti Akira sebagai perempuan satu-satunya merasa terasingkan.

Lajuan motor itu terhenti tepat sebelum gerbang benar-benar ditutup. Akira bernapas lega sambil menyampirkan tas mungilnya di punggung dan melangkah dahulu. Meninggalkan para sahabatnya yang tengah memposisikan masing-masing motor mereka.

Langkah kaki Akira membawanya ke arah loker yang kebetulan paling akhir. Memang ia sengaja memilih paling akhir, agar tak ada yang mengurusi hidupnya yang setiap hari membuat ulah. Akira memang sedikit tak menyukai jika orang-orang berkomentar tentang dirinya.

"Semua manusia akan berubah, Akira. Entah untuk mengejar cita-cita atau cerita cinta. So, lo harus terbiasa dengan ini," Akira bergumam pada dirinya sendiri.

Namun, ketika ia hendak membalikkan tubuhnya ada sesuatu yang menarik perhatian drinya. Akira mengerutkan dahinya bingung melihat seorang laki-laki yang memunggungi dirinya.

"Untuk apa di jam seperti ini dia masih berduduk santai?" tanya Akira bingung.

Satu langkah lagi ia meraih pundak kokoh itu. Tiba-tiba saja sebuah teriakan membawa Akira pada dunia nyata, membuat sang empu sedikit linglung.

"Akira, kamu kenapa? Pagi-pagi melamun di koridor loker," tanya Guru Chen membuat Akira mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Maaf, Guru Chen. Akira nggak sengaja melamun," Akira menoleh tepat pada bangku tadi, namun hasilnya nihil. Laki-laki tersebut tidak ada. Apa ini hanya halusinasi Akira saja.

Guru Chen memperhatikan Akira bingung, "Kamu lagi nggak lihat hal-hal aneh, 'kan?"

Pertanyaan Guru Chen membuat Akira menggeleng beberapa kali. Tadinya Guru Chen sempat tak percaya, tetapi setelah mendapat penjelasan dari Akira akhirnya ia mengangguki dan menyuruh Akira untuk segera memasuki kelas sebelum ada satpam patrol menemukan Akira bersama tas mungil di punggungnya.

Sesekali Akira menoleh ke belakang dan hasilnya tetap sama. Tidak ada.

Dan tanpa perempuan itu sadari ada seorang laki-laki pucat lengkap dengan seragam yang membaluti tubuh tegapnya menatap sendu.

∞∞∞

"Gimana sama cewek yang kemarin nolongin lo itu?" tanya Agza sambil menghisap putung rokok.

Mirza menoleh sepintas dan mengendikkan bahunya tak tahu.

Tiba-tiba Ihsya berujar sedikit bersemangat, "Tapi, dia lumayan berani, Za. Coba deh mana ada cewek yang nolongin lo. Terlebih nggak kenal."

Yogi mengangguk setuju, "Bener, Sya. Gue juga gak nyangka waktu lihat cewek itu. Dari tatapannya dia berani. Gue aja sampe merinding lihatnya."

"Jangan lupakan kalau dia itu cantik, bener gak Za?" tanya Rijale sambil tersenyum menggoda.

"Asoooy, di geboy geboy mujaer," Agza berseru semangat membuat Mirza mendengus melihat kelakuan sahabatnya.

"Woy diem dulu anjir," Yogi berujar cukup keras membuat sahabatnya menoleh bingung.

"Apaan, sih! Nggak jelas lo, Yog. Ganggu aja,"Agza menoleh kesal, sebab baru saja ia akan konser perdananya hari ini malah sudah dikacaukan oleh Yogi.

Yogi menjitak kepala Agza kuat-kuat membuat sang empu memukul tangannya.

"Dendam kesumat ya lo berdua?" tanya Rijale bingung.

"Bacyod!" Agza dan Yogi serempak.

Seketika Rijale membungkam bibirnya rapat-rapat. Sementara menggeleng takjub sambil melanjutkan game online yang sempat ia tinggalkan beberapa saat.

"Tadi lo mau bilang apa, Yog?" tanya Ihsya membuat Yogi mendelik kesal pada Agza sudah membuatnya hampir lupa.

"Tadi gue lihat cewek yang tadi sama Guru Chen," Yogi berujar sambil merogoh sakunya, sudah dapat dipastikan ia akan merokok.

Mirza menaikkan alisnya sembari menatap Yogi meminta penjelasan.

"Sabar, gue belum selesai cerita." Yogi menepuk bahu Mirza.

Agza menarik bahu Yogi tak sabaran, "Gece anjir! Gue penasaran. Lo kalau cerita bikin penasaran aja, jadi males gue."

Ihsya berseru cukup keras, "Kalo lo semua pada bacod kapan Yogi mulainya?"

Seketika semunya terdiam menunggu jawabannya dari Yogi. Sebab, manusia satu ini sangat suka sekali membolak-balikkan hati para pendengarnya.

Bahkan ia saja pernah diputuskan hanya karena cerita dengan episode yang digantung. Membuat Sharena, selaku kekasihnya digantung dengan rasa penasaran yang tinggi.

Yogi berdehem pelan. "Gue rasa, gue kenal sama cewek itu. Tapi nggak tahu dimana," jeda Yogi, "Gue udah coba buat nginget tapi hasilnya nggak bisa."

Mirza mengerutkan dahinya bingung, "Lo pernah kenal sama itu cewek?"

Yogi menganggukkan kepalanya kuat-kuat, "Iya, Za. Tapi gue lupa."

Mirza hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali sambil menatap pintu gudang belakang dengan tatapan kosong. Ia tengah mengingat kejadian kemarin yang melibatkan seorang perempuan yang tak ia kenali. Bahkan tak sempat ia tahu nama perempuan itu.

❇❇❇

Hello gaes! Jangan lupa voment dilapak diriku:')

Loplop
permenchacha_

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top