Capt 6 : Mantan

Kabut pagi ini begitu lebat, membuat penglihatan enam remaja itu sedikit terganggu. Dua kembar yang sangat menyukai embun pagi pun menggerutu, sebab segala panorama yang indah kini tak terlihat. Sangat menyebalkan memang. Padahal jika boleh, mereka ingin mengabadikan indahnya bumi manusia.

Batu-batu kerikil menemani setiap perjalanan mereka. Perkebunan teh membingkai indah di tepi jalan. Suasana sejuk khas pagi hari menyapa setiap insan. Menyejukkan dan menenangkan.

"Ini udah lumayan siang, tapi kenapa masih ada embun?" tanya Akira pada Ken yang tengah melepas hearphone pada telinganya.

"Biasanya emang begitu, Kir. Suasana pegunungan beda sama perkotaan yang isinya polusi," jelas Ken membuat Akira mengangguk mengerti.

"Akira!" seru seseorang dari belakang membuat enam remaja yang tengah berjalan sisihan itu menoleh.

Dahi Akira mengerut saat kornea matanya melihat seorang remaja laki-laki khas pedesaan dengan pakaian kaos biru laut dan celana batik panjang, tak lupa blankon bertengger di atas kepalanya.

"Kamu Akira, 'kan?" tunjuk laki-laki itu membuat Akira mengangguk.

Otaknya kini mendadak lemot. Mengharuskan ia untuk berpikir keras agar tak salah sebut kata, sebab terkadang mulutnya tak tahu situasi. Asal ceplos tak tentu arah, yang menyusahkan dirinya.

"Lo Alvin mantannya Akira bukan, sih?" celetuk Ken membuat laki-laki yang dipanggil Alvin itu mengangguk.

Silvani mendengar kata mantan Akira pun terkejut, "Sejak kapan Akira pacaran?"

Lucas tertawa kecil sambil menepuk bahu Silvani pelan. "Sebelumnya Akira emang pernah pacaran, Van. Tapi sempet putus dan lo bisa tanya sama yang bersangkutan," Lucas berujar santai, namun tidak dengan pandangannya yang kini setajam katana milik Ken.

Silvana menoleh pada Akira yang bungkam, "Bener, Kir?"

Bagai robot ia menggerakkan kepalanya kaku. ia sangat terkejut bisa bertemu dengan Alvin setelah sekian lama mereka tak ada kabar. Apalagi kini penampilannya jauh dari kata baik, tentu saja hal itu tak luput dari mata kecil Akira.

Namun, tetap saja mantan adalah makhluk yang paling menyeramkan dibandingkan serigala. Akira tahu, ia masih belum bisa melupakan Alvin. Tetapi, Akira takut jika ia lebih mengikuti kata hatinya. Jujur saja, hati Akira sakit. Terlebih ini Alvin yang meninggalkannya, membuat ia harus berpikir matang dan siap untuk sakit hati untuk kesekian kalinya.

Alvin menatap mata Akira dalam. Laki-laki dengan pakaian sederhana itu tahu bahwa pujaan hatinya tidak baik-baik saja. Apalagi melihat keadaannya yang jauh dari kata baik.

Sebenarnya Alvin malu, tapi apa boleh buat. Ia terlalu rindu untuk mengabaikannya, sedangkan hati kecilnya menjerit tak terima.

"Lo ... selama ini ... ke mana, Al?" tanya Akira dengan suara yang sedikit gemetar.

Jelas saja jika perempuan menangis. Ia terlalu sakit untuk melihat keadaan Alvin. Bukan ia tak memikirkan hati, tapi tetap saja Alvin adalah sahabatnya. Sebelum mereka memulai hubungan lebih.

Alvin menoleh tak percaya melihat mata Akira berkaca-kaca. Ia malu. Sangat malu, sudah membuat perempuan yang satu-satunya ia cintai di dunia ini menitikkan air mata hanya untuk kebodohannya.

Bukannya ia tidak bersyukur tapi tetap saja ia malu. Hanya untuk bertatap muka dengan Akira. Perempuan tegas dengan segala kegigihannya.

∞∞∞

"Gak kerasa besok kita pulang," keluh Silvana sedih, membuat Akira tersenyum geli.

Akira menyandarkan tubuhnya di pungguh sofa sambil memperhatikan Silvana yang tengah mengemasi pakaian-pakaiannya yang akan dibawa untuk esok.

"Liburan nanti bisa ke sini lagi, Na. Jangan sedih dong," bujuk Silvani selaku kembarannya Silvana.

Sang empu melotot tak terima, "Enak aja! Besok waktunya fokus belajar, Jamilah."

"Bener tuh kata kembaran lo, lagipula belum tentu liburan besok kita bisa sebebas ini. Lo tahu sendiri keluarga gue meditnya minta tolonk," Akira mendengus kesal kala ia mengingat keluarga besarnya yang over protective.

"Kalian berdua itu seneng banget sih mojokin gue," Silvana mendelik tak terima.

"Lagian kamu bacod, zeyenk. Gemes deh pengen cubit ginjalnya," celoteh Silvani asal membuat Akira menggeleng takjub, saudara kembar tapi tak pernah satu pemikiran.

Tiba-tiba Silvana mengingat sesuatu, "Jadi, cowok yang waktu itu lo tolongin gimana ceritanya?"

Akira bingung mendengar pertanyaan Silvana yang terkesan tiba-tiba.

"Itu lho, yang waktu lo nyuekin kita semua," jelas Silvani membuat Akira mengangguk beberapa kali.

"Entah. Tiba-tiba ada yang berantem terus gue pisahin deh," ujar Akira singkat membuat duo kembar itu kompak memutar bola matanya malas.

"Cowoknya gimana? Cakep pasti," tanya Silvani menggebu-gebu.

Akira menyetujukan pertanyaan Silvani membuat sang empu bersemangat tanpa suara. Sementara Silvana, ia sudah tak terlihat lagi sejak membicarakan hal berbau cogan. Sebab, ia takkan bisa berpaling jika Devin saja sudah membuat dirinya merasa lelah.

"Cakep tapi brengsek."

Dahi Silvani mengerut, "Cogan itu apa temennya?"

"Yang pasti cogan itu yang nolongin gue. Gila aja! Itu manungsa hampir gue jadiin beng-beng sebelum top," celetuk Akira asal membuat Silvani menoyor kepalanya pelan.

"Yeuh bocah. Tapi kalau dia cakep nggak apa-apa kali," Silvani berujar dengan cukup santai, namun sangat tidak dengan Akira.

"Enggak, ya! Dalam kamus gue, seganteng apapun cowok kalau dia brengsek ya brengsek aja. Toh masih ada yang lebih baik dan lebih tampan lagi di dunia dengan penduduk sekian juta. Jangan nanya berapanya males ngitung gue," sergah Akira sambil mendelik kesal.

"Aduh makin pinter," Silvani tertawa kecil.

❇❇❇

TBC

Hola gaes!

Jangan lupa voment dan krisarnya:')

Loplop

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top