Capt 14 : Kekhawatiran

Gerutuan terus menerus keluar dari mulut mungil milik Akira. Tak henti-henti ia mengumpati manusia yang siaran radio tadi. Suasana hati Akira pun sudah menggebu-gebu, hanya karena ia belum menuntaskan emosinya.

"Emosi juga gue lama-lama kalau begini," gumam Akira sambil membuka tas kecilnya.

Sebuah tepukan pelan mendarat di pundak mungil itu membuat sang empu terkejut. Ia pun mengelus dada pelan sambil menepuk lengan sang pelaku gemas.

"Alvin!" pekik Akira gemas sambil memukul pelan Alvin dengan tas kecilnya.

Alvin pun mengaduh agar Akira menghentikan pukulannya. "Maaf, Akira. Gue lihat dari tadi lo komat-kamit jadi gue rada ngeri lihatnya," Alvin berujar santai tanpa memperdulikan tatapan Akira.

"Ngomong sekali lagi gue depak lo ke pluto," ancam Akira tak serius.

Alvin pun terkekeh kecil sambil mengacak rambut curly setengah blonde milik Akira. Tak berubah sedikit pun. Masih sama, meskipun rambutnya sangat mencolok diantara kebanyakan orang.

"Alvin rambut gue," protes Akira tak terima.

"Masih cantik kok," sahut Alvin enteng.

∞∞∞

Welcome to Inderworld

Sebuah kata yang sejak tadi menghiasi gedung yang Akira masuki. Alvin pun tak melepaskan genggaman, meskipun Akira sudah berprotes dari tadi hingga membuatnya sedikit jengah.

Cekikikan dari anak kecil pun terlihat riang sekali. Suasana kali ini sangat ramai dari biasanya. Aneka permainan pun sudah dipenuhi para pemain. Menggembirakan.

"Mau apa?" tanya Alvin membuat Akira mengendikkan bahunya tak tahu.

"Ke sana kayaknya seru," saran Akira sambil menunjuk sebuah panggung kecil tengah mempertunjukan menyanyi.

Alvin pun menyetujui Akira, lalu melangkah bersama mengelilingi Timezone. Akira pun sepertinya sejak tadi ingin melepaskan genggaman Alvin, sebab sudah banyak kali Akira protes akibat langkah Alvin yang begitu lambat, menurutnya. Sebenarnya, langkah Alvin sudah cepat, namun entah terlalu bersemangat Akira tak menyadarinya.

"Akira, kita nggak makan dulu? Udah malam juga," cegah Alvin saat Akira ingin mengikuti segerombolan anak perempuan sebayanya.

"Waduh gue harus balik, Vin!" pekik Akira gelagapan.

Sebab, baru saja ia teringat pesan Tante Brenda bahwa untuk tidak pulang terlalu larut malam. Lalu, sekarang ia baru menyadari bahwa sudah tepat tengah malam, melewati jam pulang yang seharusnya.

Akira pun meninggalkan Alvin, tanpa memperdulikan laki-laki itu di tengan keramaian. Sekarang, pikirannya hanya satu. Cepat pulang atau ia akan mendapat masalah.

Mobil yang dikendarai Akira pun membelah jalanan ibukota yang terlihat sangat lenggang, sepertinya waktu mendukung Akira untuk pulang cepat. Bukannya Akira tak bebas, hanya saja saat ini kakeknya dalam mode magma. Sangat sensitive bagi Akira dan Brenda.

Cit

Suara decitan ban dengan aspal terdengar begitu nyaring. Akira dengan cepat membuka pintu mobilnya dan buru-buru keluar tanpa memperdulikan satpam mansion yang menatapnya bingung.

"Bi, Kakek di rumah?" tanya Akira pada salah satu maid yang kebetulan melintas.

Baru saja maid itu ingin menjawab tiba-tiba suara mengintrupsi dirinya untuk diam. Sementara maid tadi sudah undur diri.

"Dari mana saja hingga larut malam seperti ini, Akira?"

Akira menghembuskan napasnya pelan. "Akira nggak sadar kalau udah larut, Tan."

Brenda yang saat ini mengintrogasi Akira pun menghela napas lega. Ia memaklumi bahwa memang Akira sedikit kurang bekerja otaknya. Bukannya bodoh. Sebenarnya, Akira adalah siswa yang pintar. Namun, kejadian masa lalu yang membuat otaknya sedikit bermasalah.

"Besok jangan diulangi lagi. Tante cemas kamu belum pulang," Brenda berujar sendu membuat Akira tersenyum tipis dan berpamitan untuk membersihkan diri sekaligus beristirahat.

Sesampainya di kamar, Akira pun menghempaskan diri pada kasur queen size possesive miliknya. Sembari menatap langit-langit kamar Akira yang berwarna hitam putih, sama seperti hidupnya.

Sebuah notif menjerit nyaring, membangunkan Akira dari tidur-tidur manja. Lalu, meraba nakas dan mengambil sebuah ponsel dengan gliter di belakang softcase-nya.

Ia mengerutkan dahinya bingung saat melihat sebuah nama grup asing yang baru saja memasukan dirinya.

God Hand

Devinpand
Cek cek cek 123 okesip

AndersonlitleKen
Cek cek ricek

Grup apalagi ini nitizen maha benar

Devinpand
Wah pengikutkuuuh

Lucasjames
Jyjyk @Devinpand

AndersonlitleKen
Asyu sakid

Najys, ewh.

AndersonlitleKen
Sepertinya @Devinpand yang ternistakan

Devinpand
Ini grup baru khusus kita aja

Knp?

Lucasjames
Tumben, Vin. Ada masalah lagi?

Devinpand
Enggak. Gue cuma mau Akira kayak dulu, jangan kira gue nggak tahu, Kir. Selama ini lo ngejauh karena gue punya pacar, 'kan?

Nggak kok, biasa aja.

AndersonlitleKen
Set7. Makanya jangan punya pacar.

Apasi, ken! Gue nggak mau jadi PHO cuma masalah sepele

Lucasjames
Sesungguhnya nitizen maha benar

AndersonlitleKen
Mon maap. Kamu anak micin ya?

Dia bukan anak micin, kakanda. Tapi bapaknya micin.

Devinpand
Permisi numpang lewat~

Lucasjames
Asyu

Suara tawa dari Akira pun pecah. Melihat keogeban dari para sahabatnya, namun tiba-tiba ia menghentikan tawanya kala mengingat isi chat room tadi mengenai hubungan asmara Devin. Ia takut kalau Devin benar-benar memutuskan Silvana hanya karena pesan dari Lucas.

Bukannya Akira tak setuju, justru malah Akira yang tak enak hati pada perempuan lemah lembut seperti itu.

Jika, memang benar Devin ingin memutuskan hubungan tolong jangan sangkut pautkan masalah ini pada Akira, sebab ia pun tak mengerti jalan pikiran Devin.

Laki-laki dengan segudang prestasi dibidang akademik maupun nonakademik itu selalu memutuskan hubungan dengan cara yang simple, termasuk Silvana. Perempuan itu sangat manja membuat Akira bingung jika memang benar itu adalah korban Devin yang ke sekian kalinya.

Sebut saja Devin laki-laki playboy tak tahu diri. Sudah dikasih hati meminta ampela pula. Minta susu dibalas tuba. Minta uang diberi emas. Merubah besi berkarat menjadi perak. Mustahil untuk merubah dan sangat tidak mungkin dirubah.

Semua butuh proses, sama seperti kembang membutuhkan waktu untuk mekar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top