Capt 13 : Jomblo Yang Selalu Disalahkan

Kkrrriiiingg ... kkrrrriiiing ....

Bel pulang pun berbunyi membuat seluruh anak SMA Kingfield Alexandria memekik kesenangan. Akira pun ikut meramaikan kelasnya membuat suasana sedikit tidak kondusif. Lucas sang ketua kelas pun tak tinggal diam. Ia dengan kharisma memukul-mukul penghapus papan tulis di meja guru.

"Perhatian dulu semuanya!" seru Lucas membuat teman-teman mendengus tak terima.

"Ada apa, sih?" sahut Kelly tetangga bangku Lucas, mempunyai body yang disukai laki-laki.

Lucas menoleh sebentar lalu melanjutkan seruannya kembali, "Bagi yang piket besok jangan pulang dulu. Tidak terkecuali!" Lucas menekankan kata akhir, sontak saja membuat Akira menatap sang ketua kelas sekaligus sahabatnya itu kesal.

"Gue balik, ah! Yang piket dikit banget," protes Akira membuat para teman sepiketnya menyetujui.

Akira menatap tak terima dan berseru, "Apa-apaan kalian! Gue balik sendiri dan yang lain jangan ikutan."

Glora mendelik tajam. "Nggak bisa gitu, Akira! Lo harus fair dong."

"Gue piket sendiri biasa aja tuh," sahut Lusiana membuat yang lain tersenyum setan.

"Kalau begitu, selamat berpiket Lusiana!" ujar Akira enteng sambil berlalu meninggalkan kelasnya.

Melihat teman-temannya melenggang pergi dengan begitu santai, Lusiana pun menggerutu pelan, "Tuh kan gue salah ngomong lagi. Nasib banget setiap piket sendiri mulu."

Akira pun bersenandung pelan sambil meloncat-loncat kecil. Dengan hearphone yang melingkari separuh dari kepala mungilnya.

Pandangan tersebut tak luput dari penglihatannya Mirza. Laki-laki dengan handband di kepalanya terus menatap Akira tanpa berkedip.

"Manis." Sebuah kata yang meluncur tiba-tiba dari mulut Mirza.

Agza yang tengah bermain game online pun seketika menghentikan permainannya saat mendengar celetukan pelan dari Mirza, sahabatnya yang sangat anti dengan perempuan.

"Hayo siapa yang manis," selidik Agza membuat Mirza mendengus.

"Apaan, Ag? Tadi lo bilang manis," sahut Yogi cepat.

Ihsya pun mengangguk, menyetujui ucapan Yogi barusan. Laki-laki berwajah cuek itu memang sedikit berbicara, entahlah mungkin karena memang ia sedikit tak ingin untuk berbicara.

"Nggak ada yang manis," sahut Mirza cepat membuat ke empat sahabatnya menoleh satu sama lain.

Mengisyaratkan bahwa Mirza tengah berbohong pada mereka. Sebab, tidak mungkin sekali manusia batu ini berbicara tanpa alasan. Untuk debat saja ia tak mau dengan alasan membuang waktu mendengar ocehan yang tidak berguna.

"Bohong lo, Za! Gue tahu pasti lo lihat cewek yang kemarin itu, 'kan?" goda Rijale membuat Mirza menatap tajam bak burung elang.

Mendapat tatapan seperti itu pun Rijale kelabakan. Dengan cepat ia meralatnya, "Atau lo lagi lihat tante bohay lewat?"

Semakin ke sini ucapan Rijale memang suka asal. Tentu saja mendapat pertanyaan seperti itu Mirza menoyor kepala Rijale kesal. Enteng sekali rahangnya untuk menghujat Mirza.

"Tapi, beneran lho gue denger sendiri waktu Mirza ngomong manis," bela Agza membuat Mirza dengan sengaja menginjak kaki Agza kuat-kuat.

Pekikkan tak terlelakan dari Agza, membuat ke tiga sahabatnya menoleh bingung.

"Nggak ada apa-apa," ujar Agza dengan muka memerah menahan sakit.

Mirza pun mendekatkan mulutnya tepat di depan telinga Agza sambil berbisik, "Jangan jadi propokator kalau lo belum ngerasain bogeman mentah dari gue."

Ancaman sepintas, namun sadis itu mampu membuat Agza meneguk air liurnya susah payah.

Lalu, Ihsya pun menggeelng takjub, tanpa ditutupi pun ia tahu bahwa Mirza sedang memperhatikan perempuan. Sebab, sangat tidak mungkin jika ia memuji laki-laki. Kecuali memang ia sendiri adalah gay.

∞∞∞

Ku menangis
Melihat engkau pergi
Walau dalam hatiku
Masih menginginkanmu

Tapi inilah
Yang harus kulakukan
Menjauh darimu

Cuplikan radio itu membuat Akira menatap sinis. Enak saja lagu yang diputar saat ini sangat menyinggung dirinya.

Perempuan dengan jaket terikat di pinggang itu teringat akan dirinya saat masih galau-galaunya akibat berakhirnya hubungan dengan Alvin.

"Ini lagu kenapa jadi ngena banget," ujar Akira tak terima.

Ia pun segera mengganti saluran radio, memilih lagu yang lebih baik dari sebelumnya.

'Selamat malam minggu! Hehe ... bagaimana malam minggu kalian? Sudah pasti yang jomblo tidak kemana-mana. Hell, untuk apa mereka keluar jika untuk memacetkan jalan saja.'

"Wutdepak! Ini kenapa gua mendadak pengen bakar itu studio ya," gumam Akira kesal.

'Sudahlah yang jomblo diam di rumah daripada kalian keluar hanya akan membuat kerusuhan. Lebih baik kalian berpikir bagaimana caranya mengatasi status jomblo kalian manjadi taken. Asik bukan?'

"Bapak lo sini gue ributin, anjenk!" seru Akira kesal.

'Sepertinya yang jomblo sudah mengeluarkan tanduk. Hahaha ... kasian sekali kalian jomblo.'

"Kalo gue jomblo, lantas disebut apakah dirimu dengan gabut membuat siaran seperti ini, bodat!" pekik Akira tak terima.

Dan terjadilah adu mulut tak berfaedah dari Akira. Ia tak mempedulikan suaranya didengar atau tidak. Bahkan jika diperbolehkan ia ingin menelepon studio tersebut. Gatal sekali ia ingin memaki-maki seseorang yang sejak tadi mengganggu jiwa perjombloan dirinya.

Tapi sayang hingga siaran berakhir perempuan itu tak membagi nomornya. Tentu saja Akira menunggu sejak tadi. Perempuan itu sangat dongkol akibat ocehan dengan entengnya meremehkan para jomblo.

"Emangnya lo sendiri udah punya pacar, hah?!" murka Akira dengan segala peremosiannya yang bergerumul di dada.

Jujur saja ia gatal sekali untuk menghampiri studio siaran tadi. Sebab, jika dibiarkan pun tak baik. Emosi yang kelamaan dipendam akan timbul menjadi dendam, lebih baik ia lampiaskan saja.

"Sekali lagi lo siaran malam ini bawa-bawa jomblo. Fiks saat itu juga lo bakalan liat betapa panasnya api di dunia," cetus Akira santai.

Persetan didengar atau tidak. Ia hanya ingin mendamaikan hidup para jomblo diseluruh sudut belahan dunia, bukan belahan tante girang yang kemana-mana. Eh?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top