Chapter 5

plan.
noun.
scheme, design, way of doing things.

• Chapter 5 •
A Plan

"Gimana kemajuan lo sama Helia?" tanya Jovannus.

Stevan memejamkan mata dan menghela napasnya panjang. Ia memilih untuk pura-pura tidak mendengar dan menutupi wajahnya dengan bantal.

Saat ini Jovan, Stevan dan Daniel sedang berada di kamar Stevan. Niatnya sih ingin menonton pertandingan bola bersama-sama untuk mendukung tim favorit, tapi karena acara belum dimulai, Jovan memilih untuk membahas permasalahannya terlebih dahulu.

"Kok lu galau gitu sih," ledek Jovannus, yang semula duduk di atas karpet depan ranjang kini memanjat naik ke atas selimut Stevan.

Kaki Stevan spontan menendangnya hingga terjatuh.

Tapi bukannya kesakitan, Jovan malah tertawa.

Daniel menepuk leher belakang Jovan. "Ngeledek mulu lo," paparnya.

"Salting gitu dia salting," celoteh Jovan yang tak berhenti mengoceh. Dia duduk kembali di samping Daniel dan meraih kacang almond yang sebelumnya sudah dikupasnya. Lalu, ia menoleh ke arah Daniel.

"Kalo lo gimana, Niel? Udah coba deketin Berlian?"

Mata Daniel masih tak beralih dari layar televisi. "Udah," jawabnya enteng.

Stevan yang semula tuli mendadak bangkit dari selimutnya dan menyodorkan kepalanya di sela-sela Jovan dan Daniel.

"Udah gimana?" tanya Stevan, mendadak penasaran.

Jovannus menoyor kepala Stevan. "Tumben amat kepo," celetuknya.

Stevan balas menoyor Jovannus tanpa mengalihkan pandangannya dari Daniel. Kemudian Daniel melirik kedua sahabatnya itu sebentar.

"Emang ngapa?"

Jovannus langsung melongo. "Lo pake nanya? Kenapa?"

"Ya iya," kata Daniel. "Ngapain nanya?"

"Males gue udah." Stevan membalikkan badannya kembali untuk rebahan di atas ranjang. "Gajadi penasaran."

Daniel terkekeh. "Baperan amat bang. Ditolak apa sama Helia?"

Kali ini giliran tawa Jovannus yang menggelegar memenuhi ruangan.

"Jadi, karena itu lo galaw-law-law?" ledeknya.

Stevan melotot. "Bukan lah, anjing."

"Terus kenapa?" pancing Jovannus, yang sebenarnya masih ingin lanjut meledek setelahnya.

Namun, ekspresi serius yang diberikan Stevan entah kenapa membuat baik Daniel maupun Jovannus terdiam.

"Kenapa?" Kali ini Daniel yang bertanya.

"Gue bingung jawab pertanyaan Helia."

Alis Daniel mengerut. "Emang dia nanya apaan?"

"Pokoknya gue gabisa jawab bohong," kata Stevan. "Gue gamau bohongin dia lagi."

Jovannus mengangkat tangannya ke udara. "Bukan soal bohongnya. Ini pertanyaannya, emang si Helia nanya apa?"

"Dia nanya.. 'Berlian ngomong apa aja sama kamu?', gitu."

"Jiaelaaahhh. Kamu," celetuk Jovannus, raut wajahnya gemas dan mencakar-cakar udara.

Plak!

Daniel memukul kepalanya. "Bukan itu intinya, goblok."

"Santai aja dong, tolol." Jovannus cemberut.

Memutar bola matanya dengan malas, Daniel mengalihkan perhatian sepenuhnya kepada Stevan. Ia bahkan meraih remote dan mematikan saluran televisi demi dapat mendengar penjelasan Stevan secara rinci.

"Emang Berlian ngomong sama lo?" tanya Daniel.

"Boro-boro. Kenal aja kagak, apalagi ngobrol."

"Bener juga."

Jovannus ikut memfokuskan dirinya. "Jadi menurut Helia juga, kita-kita ini kenal sama si Berlian?"

"Kayaknya," jawab Stevan, nampak tak yakin. Ia meraih bantalnya dan duduk sembari memeluknya di atas pangkuan.

Daniel naik ke atas ranjang dan duduk menghadap Stevan. Jovannus pun tak ketinggalan, ia meraih toples berisikan camilan dan membawanya ikut serta ke atas ranjang.

"Terus-terus?" pancing Jovannus, tertarik. Ia memakan camilannya seolah sedang menonton bioskop.

Stevan menghela napasnya sebentar. "Dari cara Helia ngomong sih kayak, seolah-olah tuh gara-gara si Berlian ini makanya kita berdua bisa chattingan lagi."

"Lah, emang gara-gara dia kan?" pungkas Jovan.

"Ya iya, tapi bukan dari sudut pandang kita," papar Stevan, mencoba menjelaskan secara rinci. "Kayak: lo punya temen, terus lo punya mantan, nah temen lo ini kompor-komporin mantan lo biar chattingan lagi. Gitu."

"Wah," kata Jovannus, terperanga. Hampir mengeluarkan makanan dari mulutnya.

Daniel meliriknya sekilas.

"Ngapa?" tanya Stevan.

"Lu... soal Helia doang ya baru mau ngomong panjang lebar," cerocos Jovannus, menggelengkan kepalanya kecewa.

Stevan hanya bisa mendengus sebal menanggapi ucapan Jovannus yang terus-menerus melenceng dan malah jadi meledeknya. Itu sudah jadi kebiasaan baginya.

"Lu punya lakban gak? Pengen gua bekep mulutnya," sosot Daniel kesal.

"Lemparin aja dari Empire States Building biar mampus sekalian."

"Tega bener kalian tegaaa!" pekik Jovannus, hiper bola.

Tangan Daniel bergerak meraih bantal dan membekap mulut Jovannus, sementara pandangannya tetap menatap Stevan yang nampak gamang. Tak nyaman dan gelisah, entah karena apa.

Jovannus meronta-ronta minta dilepas bekapannya karena ia hendak memakan camilan. Tapi Daniel memelototinya untuk diam.

Sampai kemudian Daniel teringat dengan apa yang Jovannus katakan mengenai fakta bahwa Stevan adalah mantan pacar Helia tempo hari. Dan setelah mendengar Stevan berujar kalau dirinya tak mau lagi berbohong kepada Helia, Daniel jadi bisa menyimpulkan.

"Tenang aja," kata Daniel. "Lo gak perlu khawatir buat boong lagi sama Helia."

Kepala Stevan mendongak. Ia kehilangan kata-katanya atas analisis yang secara jelas dilakukan Daniel.

"Lo alihin aja topik pembicaraan. Biar gue yang ngurus Berlian."

Biarpun demikian, dalam hati Daniel langsung saja mengumpat merutuki dirinya sendiri dan menyesal. Kenapa juga sih dia bisa membaca situasi sedemikian tepatnya? Dia benci berasumsi dengan benar.

Sekarang pertanyaannya: bagaimana tepatnya ia akan mengurus Berlian?

• • • • •

"Jangan lupa minggu depan kumpulin tugas yang saya kasih minggu lalu. Harus lengkap, kalo nggak saya coret absen kalian dua minggu."

Teman sekelas Berlian menghela napas panjang dan mendumal selepas kepergian Pak Kosasi yang melegenda.

Helia mendekat dengan wajah cemberut ke meja Berlian seraya memeluk buku-buku tebalnya.

"Kenapa sih itu dia ngeselinnya ampe ke ubun-ubun begitu?" dumal Helia.

Berlian tertawa pelan, sementara tangannya bergerak memasukkan pena dan bukunya ke dalam totebag.

"Udah nempel di DNA," ujarnya melantur.

Kini giliran Helia yang tertawa.

"Pusing gue mikirin dia," kata Helia. "Mau ke kantin dulu gak baru ke perpus?"

Berlian bangkit dari posisinya. "Yuk, laper gue."

Baru saja melangkah ke depan kelas, Berlian dan Helia langsung berhenti karena terhalang oleh mahasiswi kelasannya yang bahkan menerobos langsung untuk berdiri di barisan paling depan pintu masuk.

"Apaan sih?" tanya Helia yang nampak tak nyaman.

Jenny, salah satu teman sekelasnya menoleh sebentar. "Itu, kepala himpunan Psikologi yang ganteng itu loh."

Alis Helia mengernyit, sementara Berlian membelalakkan matanya.

"Dia di depan? Terus ngapain rame-rame?" tanya Helia lagi.

Tak mempedulikan Helia yang terus lanjut menginterogasi, Berlian cepat-cepat menuju meja paling depan untuk membuka totebagnya dan meraih ponselnya dari sana. Matanya semakin lebar ketika membuka kunci layar dan mendapati tiga panggilan tak terjawab serta empat pesan masuk pada aplikasi pesan WhatsAppnya.

Dan yang lebih mengejutkan lagi, karena nama Daniel muncul di sana.

Daniel Adijaya
10:12
Lo ada kelas siang?
10:21
Mau makan bareng gak?
10:44
Gue di depan kelas lo nih.

Berlian meneguk salivanya keras-keras, terlebih saat matanya menangkap angka yang menunjukkan waktu pada layar paling atas ponselnya.

Jam 12:30.

Itu artinya, Daniel sudah berdiri di depan kelasnya selama kurang lebih dua jam.

"Kata Pak Kosasi dia udah diri di sana dari jam setengah sebelas," ucap Jenny. "Gila gak?"

Helia menoleh ke arah Berlian yang sudah tak lagi berada di sampingnya.

"Itu dia ngapain di situ?" tanya Helia.

Yang dapat Berlian lakukan hanya menyerahkan ponselnya ke arah Helia tanpa mengucap sepatah kata pun.

Tangan Helia langsung membekap mulutnya sendiri yang hampir berteriak keras. Matanya melotot berbinar-binar tak percaya menatap sahabatnya yang pandangannya kosong entah kemana.

"Dia nungguin lo??!!" pekik Helia, histeris.

Pekikan Helia menyadarkan Berlian dari lamunannya.

Tapi, jantungnya kembali terpompa cepat saat satu persatu orang yang mengerumuni pintu masuk mulai bergeser dan perlahan-lahan ke luar kelas sehingga seseorang yang kini tengah berjalan di balik tubuh Helia menjadi satu-satunya fokus mata Berlian.

"Berlian?"

Helia terbelalak di tempatnya dan langsung menoleh mengikuti arah pandang Berlian.

"Eh.. Kang Daniel," sapa Helia.

Daniel hanya tersenyum simpul.

"Nih, Berliannya kalo mau diajak makan bareng." Helia menarik tubuh Berlian dan mendorongnya untuk maju mendekat. "Gue jomblo, jadi makan sendiri udah biasa."

Berlian hendak marah-marah dan protes, namun Helia sudah berlari secepat The Flash keluar kelas, meninggalkannya sendirian. Berhadap-hadapan dengan sosok Daniel yang menjulang di depannya.

"Hai," sapa Daniel.

Hari ini, cowok itu mengenakan kaus hijau lengan pendek dengan celana jeans biru lautnya. Di bahunya, tersampir tas kulit hitam yang seringkali ia gunakan ke kampus. Walaupun kosong, setidaknya Daniel harus membawa tas untuk menjaga citranya sebagai Kepala Himpunan.

Melihat penampilan Daniel di hadapannya, membuat bibir Berlian bergerak, tersenyum kikuk sementara tangannya yang memegang totebag kian bergetar.

"Hai.." balasnya.

"Makan sama gue, mau gak?" tanya Daniel, tanpa ragu. "Gue nungguin dua jam, udah laper banget."

Sepertinya, ucapan Daniel barusan menandakan bahwa Berlian tidak bisa menolaknya.

Lagi pula, perempuan bodoh mana yang menolak saat laki-laki kece semacam Daniel mengajak makan bersama? Bodoh bin idiot itu namanya.

Jadi walaupun terlihat ragu, Berlian menganggukkan kepalanya. Kepalanya yang biasa ia gunakan untuk berpikir dengan cepat, sepertinya sedang tidak berfungsi saat ini. Ia benar-benar kehilangan akal sehatnya sekarang, jadi mana bisa ia mengetahui apa niatan Daniel mendekati dirinya yang sebenarnya.

• • • • •

[ n o t e s ! ! ! ]

Hae Gays.
Bagaimana keadaan jantung kalian? Sehat?

Apa yang bakalan kalian lakuin kalo V tiba-tiba di depan kelas kalian?

Wakwaw.

100 komen langsung gue lanjut ya.

Semoga sukaaa.

Btw, kalo ada yang mau buatin fan cover boleh silahkan langsung aja kirim ke instagram gue @melanieyjs yaa

Love,
Melanie.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top