Part 54 - Request

"Kau ganti baju dulu. Kalau kau sudah selesai, kau bisa mengetuk pintuku. Kita bicara di apartemenku. Kau ... belum berkunjung bukan?"

Evan kelewat senang saat Eva tidak menolak ajakan ke apartemennya walaupun karena ada sesuatu yang ingin gadis itu katakan.

*

Setelah selesai membersihkan diri dan mengganti pakaiannya, Eva keluar menuju ke apartemen Evan yang berada tepat di depan pintu kamar apartemennya. Eva memencet tombol sekali dan menunggu si pemilik apartemen keluar.

Saat menunggu, Eva sempat berpikir bagaimana Evan masih bisa tinggal di ruangan yang bisa dibilang tidak luas sama sekali ini. Bahkan luas apartemen di gedung ini tidak sebesar kamar mandi di penthousenya. Walaupun Evan mengatakan pernah tinggal di dorm yang juga kecil, rasanya masih sulit bagi Eva untuk bisa yakin bahwa Evan nyaman dengan tempatnya sekarang.

Tidak seberapa lama, Evan yang sudah mengenakan celana panjang kaos dan atasan warna hitam membuka pintu dan mempersilahkan Eva masuk. Saat sudah masuk, Eva cukup terkejut dengan interior didalam apartemen Evan.

Walaupun ukuran ruang disana sama dengan apartemennya, kamar Evan sudah dirubah menjadi lebih modern dengan sentuhan warna dominan hitam metallic dan putih. Tidak terlalu banyak furniture yang ditempatkan Evan disana, dan hal itu berhasil membuat ruangan terasa lebih luas.

"Apa kau suka?" tanya Evan tiba-tiba sudah merangkul Eva dari belakang dan mengamati gadis itu yang tiba bisa berhenti melihat ke seluruh penjuru ruangan. Bahkan langit-langitnya dibuat menyerupai langit malam dipenuhi gemerlap bintang. Eva tidak pernah melihat langit-langit ruangan seperti ini. Cantik sekali.

"Ya, aku suka," kata Eva tidak bisa menyembunyikan kekagumannya.

"Kau boleh kesini kapan pun kau mau. You own this building's owner," bisik Evan yang semakin mengeratkan pelukannya dan menghirup ceruk leher Eva. Evan sangat senang saat tahu bahwa Eva meminta bicara dengannya. Walaupun Evan tidak bisa menebak apa yang ingin dibahas Eva dengannya dan apa yang tidak bisa membuat Eva menunggu sampai besok.

"Evan I really need to discuss something with you. Dan sebelum kau mengatakan apapun, aku ingin kau mendengarkan penjelasanku terlebih dahulu," kata Eva membalikkan badan sehingga dirinya dan Evan sekarang berhadapan.

"Ok," setuju Evan. Dan, pria itu menarik Eva di sofa hitam nyaman yang berada tepat di perapian listrik yang terlihat sangat elegan dan mahal. Evan duduk dan menarik tangan Eva untuk ikut dengannya.

"Ok, katakan," kata Evan.

"Janji kau akan mendengarkanku sampai selesai?" tanya Eva sekali lagi meyakinkan.

"Yes, I promise."

Eva sedikit ragu bagaimana harus memulai karena walaupun sudah berniat akan hal ini, dia belum merencanakan bagaimana dia harus memulainya.

"It's about my request at that time. Sesaat kita pulang dari kantor polisi saat aku mengatakan aku memaafkan Sebastian," kata Eva sedikit ragu namun tidak berani untuk melepaskan matanya dari Evan. Saat Evan hendak bereaksi bahwa dia tidak ingin mendengar apapun tentang hal ini, Eva kembali berkata, "You've promised, remember?"

Bukannya menjawab, Evan hanya terdiam dengan raut wajah tidak terima. Setelah tahu bahwa Evan memberikan waktu untuk menjelaskan, Eva kembali melanjutkan, "Seperti yang pernah kusampaikan sebelumnya, aku tidak ingin memperpanjang masalah ini. Evan aku yang menghadapinya saat itu and believe me I can tell that he really really feels bad about what he did."

"Saat aku tahu bahwa Clara ada di balik semua ini, aku sangat marah dan ketakutan. Namun di sisi lain aku mengingat Sebastian. Clara masih berusaha untuk bertemu denganku karena terakhir kita bertemu, aku terlalu ketakutan dengan bagaimana dia bisa sejahat itu dan tanpa mendengarnya lebih jauh, aku meninggalkan Clara saat itu."

"Malam ini, di gedung bioskop sesaat sebelum film diputar, Clara kembali mengirimkan pesan padaku. Aku tidak ingin memaafkan Clara, tidak sekarang karena aku belum bisa. Tapi aku juga tidak tahu kenapa, perasaan marah yang kurasakan pada Clara tidak kurasakan pada Sebastian. Ini pesan Clara hari ini yang membuatku semakin yakin Evan."

Eva menunjukkan ponselnya pada Evan dan pria itu membacanya. Pesannya cukup singkat. Dibawah sebuah foto gadis muda yang terbaring di ranjang rumah sakit, Clara menulis.

She is Sebastian's sister. Kalau kau ingin menghukum seseorang, orang yang lebih pantas mendapatkan hukuman itu adalah aku. She needs her brother. Kumohon padamu jangan membuatku menyesal lebih jauh lagi.

"Aku memiliki cukup alasan untuk memaafkannya Evan. So, please ....," Eva memohon pada pria disampingnya.

Evan menolak untuk menjawab. Darahnya terasa mendidih saat membayangkan bagaimana pria itu menyentuh Eva. Evan berharap Eva tidak perlu ikut campur dengan masalah hukum yang harus dihadapi Sebastian.

Melihat Eva memohon untuk seseorang yang paling ingin Evan lenyapkan dari muka bumi ini membuat Evan tidak bisa bereaksi apa-apa.

"Aku tahu kau memiliki kuasa untuk bisa membuat Sebastian dibebaskan dari penjara. Kalau kesaksianku dibutuhkan aku pun tidak akan keberatan," kata Eva lagi yang membuat dada Evan semakin tersayat.

Evan beranjak dari tempat duduknya. Dia tidak bisa mendengar lebih jauh lagi dari ini. Tanpa berkata apa-apa lagi, Evan menuju ke tempat tidurnya dan menutup pintu tempat tidurnya. Dia tidak bisa menghadapi Eva dulu. Dia membutuhkan waktu untuk bisa memenuhi permintaan satu-satunya gadis yang dicintainya. Jika dia memang akan memenuhinya.

*

Eva tahu bahwa akan sangat sulit bagi Evan untuk seketika menerima permohonannya. Dia pun tidak akan memaksakan Evan untuk langsung berkata Ya, Baiklah, atau Oke. Eva yang menatap punggung Evan menjauh menuju kamar tidurnya, dia tidak memiliki keberanian untuk memanggil Evan.

Eva menunggu beberapa saat tapi Evan masih belum juga keluar. Eva memutuskan untuk tidur di sofa yang sangat nyaman itu dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut yang diletakkan disana.

*

Clara yang masih gagal mendapatkan balasan pesan dari Eva, hendak pergi ke club untuk menenangkan dirinya. Namun entah kenapa dia malah melajukan mobilnya ke rumah sakit dan sekarang dirinya duduk disamping Isabella. Clara tahu bahwa gadis yang berada didepannya ini adalah seseorang yang teramat berharga bagi Sebastian.

Tidak disadari, air mata menetes di pipinya mengingat bagaimana Evan sekarang tidur di jeruji besi karena dirinya. Clara tidak pernah sekalipun menyadari betapa dalam perasaannya untuk Sebastian. Dia juga masih tidak yakin apakah itu cinta, atau sekedar simpati. Tapi yang pasti, dia tidak ingin kehilangan Sebastian dan berharap pria itu bisa terus berada disisinya.

*

Evan yang daritadi berada di dalam kamarnya, memutuskan untuk keluar. Evan yang menyangka bahwa Eva sudah kembali ke kamarnya sendiri, kaget saat melihat gadis itu tidur meringkuk di atas sofa tadi. Evan pun mendekat dan memperhatikan wajah Eva dengan seksama. Gadis itu terlihat tertidur pulas.

Dengan menggunakan jarinya, Eva menelusuri wajah cantik Eva dan membelai rambut coklatnya sambil berbisik, "I love you Eva." Evan menggendong Eva dan menempatkan wanita itu di tempat tidurnya yang pastinya lebih nyaman.

Eva tidak terbangun saat Evan sudah menempatkan tubuh Eva diatas ranjangnya.

"Apa yang harus aku lakukan? Kenapa kau memohon sesuatu yang sulit untukku?" kata Evan sambil menatap Eva yang masih tertidur pulas.

Evan menarik gadis itu ke pelukannya dan ikut memejamkan mata.

*

Makasih makasih makasih banyak yang masih setia disini <3 ... please jangan bosen ya. Si penulis pemula ini janji gak bakal kasih Eva dan Evan ujian lagi. Eh sekali lagi aja deh hahahha.... jangan lupa vote ya. Love you !!!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top