Part 5 - Apa Maumu?
Semalam Eva ingat betul Evan mengantarnya sampai dirumah dan menolak untuk mampir dengan alasan sudah terlalu larut. Eva sendiri sedikit bersyukur karena ajakan untuk mampirnya hanya bentuk kesopanannya. Semalam dia benar-benar lelah karena 4 hari ini dia harus membantu Mrs Sanders dengan tumpukan kertas ujiannya.
Sekolah hari itu berjalan normal seperti hari biasanya. Eva bersyukur karena hari ini Mrs Sanders tidak memintanya ke ruang guru lagi seperti empat hari sebelumnya.
"Sarah, kau mau kemana? Kenapa kau membawa 2 tas hari ini?' tanya Eva kepada temannya yang super popular karena kecantikannya itu.
"Kau mau ikut aku? Hari ini aku ada pemotretan dengan Stardust lagi. Kau bisa melihat model-model ganteng disana," kata Sarah sambil mengerlingkan matanya ke Eva.
Eva tahu benar walaupun Sarah mengatakan tentang model-model pria seolah mereka benar-benar menarik, Sarah sama sekali tidak tergoda oleh mereka. Banyak sekali teman laki-lakinya yang mengejar Sarah, bahkan teman sesama modelnya juga. Namun Sarah sedikit pun tidak membalas ajakan kencan mereka. Entah laki-laki seperti apa yang diinginkan Sarah.
"Tidak terima kasih. Rasanya aku hanya ingin pulang dan tidur hari ini," jawab Eva akhirnya.
"Baiklah," kata Sarah sambil mengangkat kedua bahunya.
Mereka pun berjalan ke halte bus bersama. Bus Sarah datang lebih dulu daripada bus yang akan dinaiki Eva. Gadis itu pun melambaikan tanganya.
Baru beberapa detik Sarah pergi, tiba-tiba sebuah motor besar merah berhenti di depan Eva. Eva mengenali motor tersebut. Tanpa sadar dia mundur beberapa langkah.
'Tidak mungkin dia kesini lagi untuk aku,' batin Eva.
Dia melihat Evan melepas helmnya dan berjalan kearahnya.
"Ayo naiklah, kuantar pulang," kata Evan tajam sebelum akhirnya menarik tangan Eva menuju motornya.
'Astaga apa yang dia lakukan. Apa maunya?' seru Eva dalam hati. Eva sangat sibuk berbicara dengan dirinya sendiri.
Eva sadar bahwa murid-murid sekolahnya banyak yang memandang mereka. Dan Eva berani bersumpah dia melihat Claudia, sahabat Clara, sedang memandangnya dengan tatapan siap membunuh.
Tanpa permisi Evan memakaikan helm yang kemarin dia kenakan ke kepala Eva.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa ... apa maksudmu? Maksudku kenapa kau .... , oke apa tujuanmu," tanya Eva sedikit tergagap dia sendiri bingung kalimat tanya apa yang paling tepat diajukan untuk situasi seperti ini. Dia sedikit ngeri melihat Claudia menatapnya tajam tadi. Dia tidak lagi bisa melihat teman sekolahnya itu.Claudia dan Clara adalah teman dekat dan semua siswa tahu bahwa mereka berdua adalah queen bee types.
Evan menundukkan badannya untuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Eva yang lebih pendek darinya. Jantung Eva berdetak kencang. Wajahnya tidak pernah sedekat ini dengan laki-laki. Dan entah kenapa Evan membuatnya susah bernafas. Mungkin ini yang dirasakan teman-teman sekolahnya yang dengan bangga menyebut diri mereka trully Evan's, benar-benar milik Evan. Eva sering geli mendengarnya.
"Tolong jangan banyak tanya. Naik saja dan kuantar kau pulang," kata Evan tajam masih sama tanpa ekspresi berarti.
"Tapi aku tidak perlu dan aku tidak mau. Aku bisa pulang sendiri. Sebentar lagi busku akan datang. Aku benar-benar berterima kasih untuk dua hari kemarin. Tapi kau tidak harus melakukannya setiap hari. Maksudku bukan aku terlalu percaya diri kau akan mengantarku setiap hari, itu hanya kiasan," kata Eva bingung sendiri. "Oke, the point is, stop doing this. Aku tidak mengerti kenapa ... "
Belum sempat Eva menyelesaikan kalimatnya, Evan naik ke motornya dan menyalakan mesinnya. Dia menoleh ke Eva dan kembali menatapnya dengan tajam.
Eva yang seperti dihipnotis dengan tatapan tersebut, memaksakan diri untuk sadar kembali. Beruntung busnya datang saat itu. Gadis itu pun cepat-cepat berlari ke arah bus dan dengan segera naik tanpa menoleh ke arah Evan lagi.
Seketika Eva merasa lega dia sudah berada diatas bus. Baru dia berani melihat ke arah Evan. Evan balik melihatnya dan entah kenapa di malah .... Tertawa.
"Oke dia benar-benar aneh," gumam Eva.
Dia melihat ke seorang Ibu dengan anak nya yang masih balita melihat kearahnya sambil tersenyum lebar.
"Apa kau tidak akan melepas helm yang kau pakai?" tanya Ibu tadi.
Sontak Eva sadar dan refleks tangannya menyentuh kepalanya. Tentu saja ini kenapa Evan tertawa tadi. Dia masih mengenakan helm yang tadi dipakaikan Evan sebelum naik ke bus. Mukanya memanas dan perlahan dia melepas helm tersebut.
Sepanjang perjalanan pulangnya Eva memeluk helm tersebut dipangkuannya. Dia mencoba menghilangkan rasa malunya sendiri.
Setelah turun dari bus, Eva berjalan gontai menuju rumahnya. "Apa yang harus kulakukan padamu besok," kata Eva sambil memandang helm tersebut.
*
Keesokan paginya di sekolah, Evan tidak bisa berhenti tersenyum sendiri. Jim dan Josh, kawan terdekatnya, berulang kali menanyakan Evan apa yang salah sehingga dia tidak berhenti tersenyum sendiri. Bagi Jim dan Josh, melihat Evan tersenyum adalah hal yang langka. Evan lebih sering tidak menunjukkan ekspresi wajah apapun dan dia memang tipe orang yang tidak terlalu banyak bicara.
Hari itu, Evan tidak sabar sekolah segera usai
*
Setelah pelajaran terakhirnya berakhir, Evan menepuk pundak Jim seraya berkata, "Aku duluan" dan bergegas pergi. Dia pun berjalan cepat menuju kelas Eva, satu-satunya hal yang sudah dia nanti-nantikan sejak semalam. Helm itu bisa jadi alasan, pikir Evan.
Sesampainya di depan kelas Eva, Evan terkejut dengan apa yang dia lihat. Seluruh murid di kelas tersebut bergerumbul di tengah dan dia melihat Clara menyobek sebuah buku dan melemparkannya ke lantai. Dia terlihat sangat marah. Seorang gadis sedang berjongkok memunguti buku-buku yang berserakan. Hal selanjutnya yang dia lihat lebih mengejutkan.
Gadis itu berdiri dan menarik rambut Clara sambil berteriak, "BERHENTI!" dan Clara balas menampar gadis itu sesaat setelah gadis yang berjongkok tadi melepaskan tangannya dari rambut Clara.
Evan sedikit tercengang ternyata gadis yang berjongkok tadi adalah Eva. Eva tampak sangat marah dan dia berjalan cepat keluar kelas melewati teman-temannya yang hanya berdiri disana melihat adegan per adegan tersebut.
Eva berjalan cepat sambil menunduk. Evan yakin betul gadis itu sama sekali tidak melihatnya yang saat itu sedang berdiri di depan pintu. Geram dengan apa yang dia lihat, Evan masuk ke dalam kelas dan menghampiri Clara.
"SEMUANYA KELUAR," teriak Evan membuyarkan seluruh kelas. Dia berhenti sejenak sampai kelas benar-benar kosong. Didepannya Clara menangis sejadi-jadinya sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Apa yang terjadi tadi?" tanya Evan, rahangnya mengeras. Ada kilatan kemarahan yang luar biasa di matanya. Evan lebih lama mengenal Clara tapi entah kenapa dia tidak terima saat melihat Eva diperlakukan seperti itu.
Evan menunggu disana, seluruh ototnya menegang. Sedangkan Clara masih saja menangis tidak memberikan penjelasan apapun.
"Aku menunggu sampai kau menjawab pertanyaanku," kata Evan masih menatap Clara dengan tajam.
Sambil terisak, Clara mulai berbicara. "Claudia memberitahuku semalam. Kemarin dia mencoba mendekatimu, si Eva itu. Katanya dia bahkan berani memakai helm yang kau berikan. Dia pikir dia siapa. Sudah jelas-jelas dia tahu aku tunanganmu."
"Memangnya kau siapa? Sejak kapan kita bertunangan. Selama ini aku selalu diam saat kau mulai menyebarkan berita bahwa kita bertunangan. Apa kau tidak punya malu? Siapa memangnya yang bertunangan denganmu," Evan berani bersumpah kalau saja yang dia hadapi saat ini bukanlah perempuan, tinjunya pasti sudah dia daratkan ke muka Clara.
"Kenapa kau seperti ini? Walaupun kita tidak benar-benar bertunangan, pada akhirnya kau juga akan menikahiku. Lantas apa bedanya itu?" kali ini Clara tidak lagi menangis, melainkan menahan amarahnya sendiri.
"Mark my word. I will never ever, in million years, marry you. Keep that in mind," telunjuk Evan dia arahkan tepat ke wajah Clara.
Evan berniat beranjak keluar kelas saat ia melihat beberapa sobekan kertas yang sepertinya dari buku Eva masih berserakan di lantai. Dia memunguti kertas tersebut sebelum akhirnya keluar kelas meninggalkan Clara yang masih tidak bisa berkata apa-apa lagi.
*
Malu dan marah atas apa yang terjadi, Eva menolak untuk menangis karena hal itu malah menunjukkan kelemahannya didepan banyak teman-temannya. Setelah puas menjambak rambut Clara walaupun hal tersebut membuahkan tamparan keras di wajahnya, Eva bergegas keluar. Matanya panas karena menahan air mata yang hendak keluar.
Eva berjalan cepat tanpa tujuan. Satu-satunya yang dia hindari adalah Sarah. Eva sudah tahu pasti Sarah akan langsung membelanya habis-habisan dan itu hal terakhir yang diinginkan Eva. Eva tidak ingin lagi membebani Sarah dengan hal remeh seperti ini. Sarah lebih dewasa dari dia. Keadaan yang membuatnya begitu dan Eva terlalu malu jika terlihat lemah karena hal seperti ini walaupun kenyataannya Eva tidak bisa lagi membendung air matanya.
Eva masih berjalan cepat melewati halte bus dimana biasanya dia menunggu. Cukup bersyukur tidak ada temannya yang mencoba mengikutinya atau mencoba menghiburnya, Eva berjalan beberapa blok dari sekolahnya.
Tidak terasa air matanya akhirnya tumpah saat dia merasa sudah jauh dari sekolahnya. Dia terisak sendiri sambil terus berjalan. Eva tahu bahwa sesaat setelah melihat Claudia semalam, perasaannya jadi tidak enak. Eva tahu bahwa mengenal Evan akan membuatnya dalam masalah. Dari Clara sampai Truly Evan's. Eva benar-benar tidak mengharapkan hal seperti ini terjadi.
Semakin jauh langkahnya, semakin deras air matanya mengalir. Tiba-tiba, "Eva," seseorang memanggilnya dan menarik tangannya.
Dia tidak bisa melihat dengan jelas karena air mata yang menggenang dimatanya. Eva menyeka wajahnya dan melihat Evan sudah berdiri didepannya dengan tangan kanannya menggenggam tangan kiri Eva.
Entah kenapa saat melihat Evan, Eva semakin ingin menangis tapi dia sadar bahwa hal tersebut salah. Tanpa mengucapkan apa-apa, Eva berusaha sekuat tenaga melepaskan genggaman tangan Evan dan berjalan meninggalkannya. Namun Evan berhasil menarik tangannya lagi dan kali ini genggamannya lebih kencang. Evan menarik Eva dan membawanya ke mobil berwarna hitam yang berada tidak jauh dari mereka.
Dalam sekejap Eva sudah berada di bangku belakang mobil tersebut dengan Evan.
"Ethan, apa kau sudah melakukan apa yang ku minta tadi?" tanya Evan ke orang di depan yang sedang memegang kemudi.
"Sudah young master. Saya akan membawa anda kesana sekarang," kata pria di depan tadi.
"kemana kau akan membawaku?" tanya Eva terlihat bingung.
Namun Evan tidak menjawab Eva, tidak juga menatap wajahnya. Beberapa saat kemudian, mereka berhenti didepan sebuah gedung bioskop dan sekali lagi Evan menarik tangan Eva namun kali ini lebih lembut daripada sebelumnya.
Mereka berjalan menuju salah satu studio. "Aku tidak sedang ingin menonton film Evan. Astaga apa yang sebenarnya kau lakukan?" tanya Eva bingung. Sebenarnya melihat Evan, Eva merasakan rasa malu entah kenapa. Dia juga yakin Evan tidak mungkin melihat kejadian di kelas tadi dengan Clara tapi entah kenapa Eva merasa sangat malu di depan Evan.
Evan masih saja tidak berbicara seraya memasuki gedung theater. Filmnya sudah diputar saat itu dan mereka berjalan ke tengah studio. Evan memegang pundak Eva dan menyuruhnya duduk di bangku yang berada tepat di tengah studio. Eva pun menurut, terlalu bingung mencerna apa yang sebenarnya Evan coba lakukan.
"Duduklah disini. Aku duduk tepat di belakangmu," kata Evan menatap Eva dengan tatapan lembut sebelum akhirnya beranjak ke tempat duduk tepat dibelakang Eva, satu barisan di belakang barisan Eva. Eva melihat kekanan dan kirinya semua bangkunya masih kosong. Dia mendongak kebelakang melihat Evan sudah duduk sambil menatap layar bioskop. Di barisan Evan juga masih kosong. Hanya Evan yang duduk di barisan tersebut. Barisan depan Eva juga masih kosong. Beberapa baris didepan dan belakang mereka, Eva melihat orang-orang sedang berkonsentrasi dengan film yang sedang diputar.
Eva pun akhirnya ikut nelihat layar. Film yang sedang diputar adalah film action sci fi yang saat itu sedang booming. Beberapa menit Eva hanya terdiam menyaksikan film yang diputar walaupun tidak benar-benar mengikuti jalan ceritanya.
Tiba-tiba dia kembali teringat kejadian tadi. Dia sangat sedih bahwa catatan-catatan harian dan pelajaran sekolahnya jadi berantakan dan sobek semua. Dia juga malu untuk menghadapi teman-temannya besok. Seketika, air mata kembali menetes. Kali ini dia membiarkan air matanya mengalir deras.
'Tidak akan ada yang melihatku menangis disini sekarang,' batin Eva.
*
Evan memanggil sopirnya Ethan untuk segera menjemputnya disekolah dan menyuruhnya untuk membeli tiket bioskop 3 baris penuh.
"Oh young master, akhirnya anda menggunakan jasa saya .... Hahahhahaa.." kata Ethan terbahak saat Evan meneleponnya. "Apakah anda akan mentraktir teman-teman sekolah anda?"
"Jangan banyak tanya Ethan. Lakukan saja apa yang kuminta tadi," jawab Evan singkat.
Setelah Ethan sampai, Evan menaiki mobilnya dan berniat mencari Eva. Tidak terlalu jauh dari sekolah, Evan bersyukur saat dia melihat Eva berjalan cepat dari kejauhan.
Evan pun buru-buru menyuruh Ethan berhenti dan segera keluar dari mobil. Dia menarik tangan Eva sehingga gadis itu menghadap kearahnya.
Ada kepedihan yang tidak bisa dia jelaskan kenapa saat melihat mata Eva penuh dengan air mata. Seakan dia tidak terima dan marah pada dirinya sendiri karena dirinya jugalah penyebab semua ini.
Setelah fimnya selesai, Evan dan Eva meninggalkan studio tanpa saling berbicara.
"Ayo kuantar kau pulang," kata Evan sambil menatap Eva kali ini. Evan melihat mata Eva sudah sembab tapi gadis itu masih bisa tersenyum saat dia berbicara padanya.
"Sebaiknya kita cari makan malam dulu. Aku sangat kelaparan," lanjut Evan.
Eva berhenti berjalan, "Bisakah kau langsung mengantarku pulang? Aku tidak ingin Ibuku makan malam sendirian saat dia dirumah."
"Ya. Baiklah," Evan sebenarnya masih ingin bersamanya namun dia tidak ingin memaksanya kali ini. Tidak setelah apa yang dialami Eva di kelas tadi. Evan menahan diri untuk tidak membahas tentang kejadian tadi. Dia ingin tahu apa yang dirasakan Eva. Dia ingin tahu apa yang bisa dia lakukan untuk membuatnya merasa lebih baik. Jika saja Evan tidak mendekatinya, Clara tidak akan mengkonfrontasinya seperti tadi. Ada perasaan bersalah yang dia rasakan.
*
Kali ini Evan mengantarnya pulang menggunakan mobil yang dikendarai seorang sopir. Eva sangat berterima kasih pada Evan karena setelah kejadian tadi dia sejujurnya bingung harus kemana. Ibunya hari ini sedang libur dan tidak mungkin dia pulang dengan keadaan seperti itu. Dia bertanya-tanya apa yang sebenarnya dilakukan Evan tadi. Apakah dia melihat apa yang terjadi tadi?
"Kenapa kau terus menemuiku. Kita tidak pernah berbicara sebelumnya," tanya Eva akhirnya setelah mobil berjalan selama beberapa saat.
"Kini alasannya sudah berubah. Aku juga tidak tahu kenapa," kata Evan datar sambil tetap memandang ke depan.
"Maksudnya? Bisakah kau menjelaskan dengan lebih mudah?" apa yang dikatakannya tadi Eva benar-benar tidak mengerti.
Evan memutar tubuhnya, menghadap dan kali ini menatap Eva. Eva bisa merasakan detak jantungnya menjadi semakin cepat. Tidak heran kenapa sampai ada teman-temannya yang memanggil diri mereka sendiri Truly Evan's. Evan sangat tampan. Semua tentang dirinya sangat sempurna pikir Eva sendiri.
"Mulai besok aku yang akan mengantarmu pulang. Kau tidak perlu menunggu bus lagi dan jangan mencoba untuk pulang sendiri," kata Evan tegas.
"Kenapa? Aku tidak perlu itu. Dan aku tidak mau itu," jelas Eva. "Kau sungguh aneh. Kita tidak saling mengenal sebelumnya. Dan aku sungguh-sungguh mengharapkan itu lagi. Kenapa kau tiba-tiba datang. Seperti hari ini. Apa maksudmu mengajakku menonton bioskop tanpa bertanya dulu padaku. Dan kenapa juga kau mengajakku menonton bioskop kalau kau tidak mau duduk disebelahku."
"Apa?" Evan tertawa kecil. "Apa kau tadi ingin aku duduk disebelahmu? Kau bisa langsung memintaku tadi."
Eva tidak habis pikir, "Bukan itu maksudku. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang sedang kau lakukan ini. Apa kau mencari pelarian untuk menghindari seorang gadis yang terus mengakuimu sebagai tunanganmu?"
Entah kenapa Eva tiba-tiba mengangkat topik tentang Clara. Bayangan akan gadis itu membuat Eva benar-benar muak. Seharusnya dia tadi balas menampar Clara setelah dia melayangkan tangannya ke pipinya. Tanpa sadar tangan Eva menyentuh pipinya.
"Bicaramu sungguh tidak masuk akal," kata Evan.
"Kelakuanmu yang lebih tidak masuk akal. Aku sungguh tidak mengerti apa yang kau lakukan. Aku mencoba menerka-nerka apa yang kau inginkan. Tapi aku tidak bisa menebak," balas Eva.
Evan hendak menjawab saat mobil tiba-tiba berhenti. Tanpa sadar, mereka sudah berhenti tepat di depan rumah Eva. Evan pun keluar dari mobil dan kemudian membukakan pintu untuk Eva.
Tanpa berkata apa-apa Eva meninggalkan Evan yang masih berdiri disebelah mobilnya. Terlalu lelah dengan segala drama yang terjadi hari itu.
*
Terima kasih banyakkk buat yang masih setia dengan Eva dan Evan. Si penulis pemula ini janji akan rutin update cerita mereka berdua. Jangan lupa vote dan komen ya!! Eva dan Evan cinta kalian!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top