Part 32 - Coffee Latte
"Telpon dari siapa?" pertanyaan Sebastian tidak langsung dijawabnya karena dia masih heran dengan maksud Evan tadi. Akhir-akhir ini laki-laki itu semakin seenaknya saja.
"Oh, dari Mrs Gloria, dia memerlukan beberapa data," kata Eva berbohong pada Sebastian.
Eva bersyukur selama perjalanannya, Sebastian tidak banyak mengajaknya berbicara sehingga dia bisa fokus dengan dokumen yang diberikan Mr. Kim tadi. Sebastian sepertinya tipe laki-laki dingin.
Kurang lebih jam tiga sore Eva dan Sebastian selesai dengan pertemuan mereka dengan klien. Eva pun mengirimkan text pada Evan.
Kami sudah selesai. Apa aku benar-benar harus menunggumu? Aku bisa menemuimu di kantor kalau ada yang perlu kau bicarakan. Sebastian juga harus kembali ke kantor.
Eva mengirimkan pesan tadi setelah mereka semua bersalaman dan dia dan Sebastian berjalan ke lobby perkantoran Shining Empire Co.
Tidak lama, ada pesan masuk ke ponsel Eva.
Tunggu aku di salah satu kafe di seberang kantor Shining Empire. Aku akan tiba disana kurang dari dua puluh menit.
Eva memutar matanya tidak percaya bahwa Eva benar-benar datang menemuinya.
"kau mau tunnggu disini? Aku akan mengambil mobil dulu," kata Sebastian membawanya pada keadaan sekarang.
"Sebastian, aku akan pulang sendiri. Temanku mengajakku bertemu. Maafkan aku ya," kata Eva dengan sangat menyesal membiarkan Sebastian berkendara sendiri dengan perjalanan mobil satu setengah jam.
"Tentu saja, tidak masalah. Terima kasih banyak ya buat semuanya tadi. Kau pintar juga ternyata," kata Sebastian sambil membelai rambut Eva. Eva sontak mundur kebelakang karena kaget dengan kontak fisik yang dilakukan Sebastian.
"Oh maaf, aku terbiasa melakukan itu. Jangan khawatir, aku tidak bermaksud apa-apa," jelas Sebastian sedikit kaget dengan reaksi Eva. Eva hanya tersenyum sambil mengangguk pelan.
Dia menatap kearah seberang dan mendapati banyak café berjejer disana. Tanpa berkata apa-apa lagi, Eva melambaikan tangan pada Sebastian dan melangkah menuju salah satu kafe yang dilihatnya.
Baru saja Eva memesan dan pelayan meninggalkannya untuk menyiapkan pesanannya, gadis itu melihat Evan di pintu masuk. Nafas Eva tertahan saat melihat sosok Evan didepan pintu masuk.
Pria itu seakan memiliki cahayanya sendiri yang dia bawa kemana-mana. Dengan setelan jas warna abu-abu dan rambut rapi yang di wax ke belakang, Evan menyisir café dan tersenyum saat matanya menemukan Eva yang juga sedang menatapnya.
Saat Evan duduk, pelayan datang dan menaruh pesanan Eva di meja. Pelayan tadi pun dengan kikuk dan senyum yang dibuat-buat menawarkan pesanan pada Evan. Namun sayangnya bagi pelayan itu karena bahkan tanpa menoleh padanya, Evan hanya melambaikan tangannya tanda dia tidak ingin memesan apa-apa.
"Hei ..." protes Eva saat Evan menyeruput lattenya tanpa permisi.
"Aku hanya penasaran dengan minuman yang kau pesan. Apa kau suka coffee latte?" tanya Evan ringan.
Eva tidak menjawab hanya menatapnya dengan heran.
"Apa semuanya baik-baik saja? Ada apa mencariku?" tanya Eva dengan nada cemas.
"Semuanya baik. Sangat baik."
"Lantas, ada apa mencariku?"
"Aku tidak mau kau berlama-lama dengan Sebastian. Toh aku juga tidak bisa berkonsentrasi jika aku memikirkannya. Jadi ... here I am," kata Evan sambil mengerling nakal pada Eva.
Eva memutar bola matanya benar-benar tidak percaya apa yang didengarnya. Rasanya masih aneh bagi Eva bahwa Evan sudah berada didepannya sekarang dan bercanda dengan santai dengannya. Apakah nantinya dia akan tiba-tiba menghilang lagi?
"Bagaimana dengan Ayahmu kemarin? Apa kau sudah memberitahu dia tentang suratnya?" tanya Eva akhirnya karena jujur semalaman dia tidak bisa melepaskan pikiran tentang hal tersebut. Eva melihat Evan mengangguk. Dan karena Eva memasang ekspresi dia meminta sesuatu yang lebih detil daripada hanya anggukan kepala, pria itu pun membuka mulutnya.
"Dilarang tertawa. Ya bisa dibilang kami seperti anak kecil yang saling menangis dan berpelukan. Semuanya baik," kata Evan mencoba untuk menjelaskannya sesantai mungkin.
"Bagaimana aku bisa menertawakan hal itu. Aku bersyukur Evan, benar-benar bersyukur."
Evan menarik tangan Eva dan menggenggamnya dengan cukup erat.
"Jangan pergi dariku ya?" tanya Evan dengan pandangan yang lekat.
Eva berusaha untuk tidak terpengaruh walaupun rasanya dia sudah berkca-kaca mendengar kata-kata manis tersebut. "Bukan aku yang pergi Evan, tapi kau waktu itu yang pergi," kata Eva mencoba mmengatur nada bicaranya, tidak ingin menimbulkan nada marah, sedih atau apapun itu.
"Aku sudah menjelaskannya kepadamu. Apa kau masih tidak percaya?" tanya Evan kali ini melepaskan tangan Eva dan entah kenapa pria menolehkan kepalanya dan memandang kearah luar. Ada perasaan yang hilang, semacam kehangatan yang tiba-tiba sirna saat Evan melepaskan tangannya.
"Ayo, kita cari makan ditempat lain. Aku sangat lapar," kata Evan kemudian sambil beranjak dari duduknya.
Eva masih melihat raut wajah sedih di wajah Evan saat dia berkendara dan pria itu tidak banyak bicara lagi. Kecuali saat dia menerima panggilan telpon yang sepertinya dari sambungan internasional karena Evan berbicara dalam bahasa Prancis.
Dia menerima panggilan telpon tadi cukup lama, membuat Eva hanya bisa menikmati jalan lewat kaca dan sesekali melihat kearahnya. Dia masih mencintai Evan, astaga tentu saja. Selama ini hanya Evan, selalu Evan. Hanya saja dia merasa insecure. Tidak yakin bahwa Evan tidak akan lagi menghilang.
Evan menghentikan mobilnya saat dia sudah berada di tempat parkir di depan suatu restoran yang sepertinya cukup mahal karena interiornya yang sangat mewah. Evan melepaskan sabuk pengamannya dan hendak membantu Eva saat Eva memutuskan untuk menarik tangan Evan yang kekar itu.
"Evan aku tidak tahu kenapa kau tampak kecewa seperti itu, maafkan aku jika aku membuatmu sedih," kata Eva kemudian.
Evan menatapnya dengan lembut, "Aku yang harusnya minta maaf. Aku hanya berharap suatu saat kau percaya padaku. Aku hanya frustasi dengan diriku sendiri yang tidak bisa bersabar."
Senyum Evan yang lembut namun bisa menyiratkan kesedihan dimatanya membuat Eva tidak tahan melihatnya. Dia pun merangkulkan tangannya ke Evan dan memeluknya. Evan tertegun dan membenamkan kepalanya di bahu Eva.
"Maafkan aku Eva, maafkan aku. Aku mencintaimu," kata Evan masih dengan kepala yang terbenam.
Eva tertawa kecil dengan sikap Evan. "Aku juga mencintaimu Mr Phillips."
Evan langsung menegakkan tubuhnya dan melihat Eva dengan mata yang terbelalak dan senyum yang mengembang.
"Selama ini aku selalu mencintaimu. Entah berapa pria yang sudah kutolak hanya karena aku masih tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku hanya masih memiliki sedikit ketakutan ini," jelas Eva.
"Itu sudah cukup bagiku. Aku akan menggunakan seluruh hidupku untuk meyakinkanmu," kata Evan yang membuat gadis itu tersenyum simpul sambil menundukkan wajahnya.
"Can I kiss you?" tanya pria itu.
Eva menatapnya dan tidak memberi pria itu jawaban. Sebagai gantinya, Eva mendekatkan wajahnya kearah Evan dan mencium bibir Evan dengan lembut dan Evan pun kembali menikmati ciuman mereka yang lembut kali ini.
*
Jangan lupa vote ya. Cinta kalian !!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top