Part 2 - A Ride Home
Eva berhasil menarik nafas dalam walaupun hal itu tidak berhasil menghentikan nafasnya yang tersenggal-senggal.
"Itu tadi sepertinya benar-benar Evan," ucap Eva pada dirinya sendiri dengan masih berdiri di depan pintu.
"Eva apa yang kau lakukan berdiri disana? Apa kau sudah memanggil orang IT untuk mengecek komputermu?" Pertanyaan Mrs Gloria membuyarkan segala pikirannya tentang seseorang yang baru saja dia lihat di lantai 7. Seseorang yang membuatnya hampir tidak bisa bergerak.
"Ah ... ya ... aku tadi lupa Mrs Gloria," jelas Eva lemas.
"Apa maksudmu lupa? Jelas-jelas kau keatas untuk memanggil IT. Lantas apa yang membuatmu lupa? Kalau komputermu mati tentu kau tahu kau tidak akan bisa bekerja nak," oceh Mrs Gloria.
Eva tidak tahu bagaimana Mrs Gloria bisa yakin bahwa dirinya tadi benar-benar sudah naik ke lantai 7 padahal saat dia tadi berlalu Mrs Gloria yang sudah bekerja selama 20 tahun di perusahaan itu sedang serius membicarakan CEO baru dengan rekan-rekan kerjanya.
"Ya Mrs Gloria aku akan memanggil IT lagi. Tadi ada sesuatu yang menakutkan yang kulihat," jawab Eva malas.
"Apa? Menakutkan? Apa kau yakin? Apa kau melihat hantu?" Tanya Mrs Gloria bersemangat.
Kalaupun Eva benar melihat hantu, Mrs Gloria lah orang pertama yang akan dengan seksama mendengarkan ceritanya. Dia tidak akan pernah mau ketinggalan berita-berita terkini seputar kantor.
Baru saja Eva akan berbalik arah untuk kembali ke lantai 7, orang yang dibilang Mrs Gloria sebagai hantu tadi muncul didepan pintu kaca mereka. Eva pun sontak mundur beberapa langkah.
"Pagi semuanya. Mungkin kalian sudah mendengar beritanya atau mungkin juga belum," Mr Kim membuka sambutannya saat dia dan beberapa kepala divisi telah sampai di ruangan bagian pembelian.
Mr Kim yang merupakan kepala divisi bagian pembelian melanjutkan, "Hari ini CEO kita yang baru akan mulai bekerja bersama kita, memimpin semua karyawan disini, mengawasi kinerja dan perkembangan perusahaan. Saya akan sangat senang sekali membahas betapa cerdasnya CEO baru kita ini namun kurasa saya sendiri tidak perlu menjabarkannya disini sekarang. Dengan sepak terjangnya yang luar biasa, beliau tentu akan membawa Phillips Corp. menjadi lebih terdepan. Perkenalkan, Mr Evan Phillips."
Mr. Kim menyudahi sambutannya dengan dua tangannya tertuju ke CEO baru yang berdiri sangat menawan disana dan disusul dengan suara tepuk tangan dari seluruh karyawan di ruangan divisi pembelian.
Eva yang masih tercengang disana terpaksa ikut bertepuk tangan saat temannya Kimberly menyikutnya setelah mengetahui temannya itu tidak ikut bertepuk tangan.
*
Malam itu Eva harus pulang sekolah sedikit larut sendirian setelah wali kelasnya Mrs Sanders meminta gadis itu untuk membantunya memeriksa ujian dari 7 kelas dari kelas-kelas yang diajar Mrs Sanders. Eva tentu saja tidak bisa menolak permintaan Mrs Sanders. Ini bukan kali pertama Mrs Sanders meminta bantuan Eva hingga gadis itu harus tinggal di sekolah lebih lama. Dan Eva sudah sering kali diminta tolong oleh guru-guru yang lain hal serupa. Sarah ngotot mengajak Eva untuk ikut dengannya ke mall untuk membeli sepatu baru.
Instead off shopping with her best girl, Eva malah harus duduk di ruangan guru dengan tumpukan kertas didepannya. Setelah menyelesaikan bagiannya, Eva menyerahkan tumpukan kertas tugas ke Mrs Sanders dan baru sadar saat itu jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Dia pun pamit pulang. Karena sudah lumayan larut, Mrs Sanders meminta Eva untuk menunggunya sebentar lagi karena dia bersikeras mengantar Eva pulang. Guru dengan badan besar tersebut merasa bersalah karena sudah menahan Eva sampai malam.
"Tidak perlu Mam, Ibuku akan menjemputku," tolak Eva halus saat wali kelasnya tersebut tetap memaksa mengantarnya pulang.
"Apa kau yakin? Karena disekitaran sini pasti sudah sepi sekali jam segini."
"Tidak perlu Mam, aku yakin," jawab Eva mantap.
"Baiklah kalau memang begitu. Tapi langsung telpon Ibu apabila Ibumu tidak bisa menjemput. Kau dengar aku Eva?" Mrs Sanders berbicara dengan tegas kepada Eva.
Dengan tetap tersenyum, Eva sekali lagi meyakinkan, "Aku yakin Mrs Sanders. Saya pamit pulang dulu. Mam juga hati-hati nanti pulangnya." Dia pun mengambil tasnya.
Sesampai di depan pintu masuk gedung sekolahnya, Eva baru membaca pesan Ibunya di handphone:
So sorry baby, still need to work on my papers. Will be home late tonight.
Don't wait for me for dinner. Love you .... <3
Eva pun dengan gontai berjalan menuju ke halte bus yang jaraknya hanya 15 menit berjalan kaki dari sekolah. Saat itu cukup gelap dan terasa sangat sepi karena gedung sekolahnya berada cukup jauh dari pemukiman warga maupun perkantoran. Gadis itu menunggu disana sendirian sambil sesekali menengok ke arah bus seharusnya datang.
Tidak lama Eva duduk disana, 3 laki-laki yang kelihatannya beberapa tahun lebih tua dari Eva mendekatinya. Salah seorang dari mereka kemudian duduk cukup dekat disamping Eva, sontak membuat Eva yang masih berseragam sekolah tidak nyaman.
"Jam segini baru pulang, apa kau perlu tumpangan pulang cantik?" kata laki-laki yang berdiri didepannya. Laki-laki yang duduk disamping Eva memutar tubuhnya sehingga badannya menghadap ke Eva dan mulai tersenyum mendengar tawaran temannya itu.
Sejenak Eva ragu apakah dia harus diam ataukah menjawab dengan sopan sebelum akhirnya sambil tersenyum tipis dia menjawab, "Tidak terima kasih."
"Tapi bus masih lama kau tahu? Daripada hanya menunggu disini sendiri lebih baik aku mengajakmu ke suatu tempat yang menyenangkan," kata laki-laki yang berdiri dihadapan Eva kali ini dia membungkukkan badannya sehingga kepalanya sejajar dengan wajah Eva.
Kali ini Eva memutuskan tidak berkata apa-apa sambil tetap berpura-pura bahwa dia sama sekali tidak terusik dengan kehadiran mereka. Eva sempat melirik ke kedua laki-laki lainnya. Mereka berdua hanya tertawa kecil tidak jelas tanpa berkata apa-apa. Eva hanya berdoa dalam hati bahwa mereka tidak akan melakukan apapun lebih jauh lagi.
Saat laki-laki yang duduk disamping Eva hendak membuka mulut, tiba-tiba terdengar suara motor yang sangat kencang menuju kearah mereka. Motor tersebut tiba-tiba berhenti tepat didepan Eva hanya berjarak beberapa langkah darinya. Sang pengemudi motor melepas helmnya.
"Naik!" katanya dengan pandangan lurus ke Eva, sama sekali tidak menggubris keberadaan tiga laki-laki disana.
Sejenak Eva terperanjat bingung apakah si pengemudi di atas motor berbicara padanya atau bukan. Tapi dia yakin betul pengendara motor itu memang sedang memandangnya. Eva yang masih bingung dengan apa yang terjadi saat itu, mengenali si pengemudi motor. Namanya Evan Phillips dan dia tahu benar bahwa Evan terkenal sebagai anak seorang pemilik perusahaan besar dan teman sekelasnya Clara sering sekali menyebutnya sebagai tunangannya. Jadi ya, Evan cukup punya nama di sekolah.
Kesal karena Eva masih mematung di tempatnya duduk, Evan memanggilnya lagi, kali ini lebih keras daripada sebelumnya. "APA KAU TULI. NAIK EVA!" penekanan suara Evan membuat siapapun tidak akan berani membantahnya. Ada nada kesal yang luar biasa saat dia menyuruh Eva naik ke motornya.
Tanpa berpikir lagi Eva memutuskan menuruti teman sekolahnya yang tidak pernah sekalipun berbicara dengannya sebelum ini. Dibanding pilihan untuk tetap menunggu bus dengan tiga laki-laki kurang kerjaan ini, Eva lebih memilih menaiki motor Evan.
Eva sempat mendengar salah satu laki-laki tadi berbisik ke temannya, "Itu Evan" dibelakangnya saat Eva berjalan menuju motor Evan.
Sejenak dia ragu saat sudah berdiri disamping motor Evan apakah laki-laki itu benar-benar menawarkan tumpangan kepadanya. Merasa masih belum naik motornya, Evan menoleh dan memandang tajam kearah Eva yang membuat tubuh Eva secara otomatis menaiki motor tersebut.
Begitu Eva sudah naik, Evan pun langsung melaju cukup kencang sebelum akhirnya perlahan dia sedikit melambatkan laju motornya.
Selama perjalanan Eva sibuk dengan pikirannya sendiri. Eva yakin betul bahwa 3 laki-laki tadi mengenal Evan terdengar dari namanya disebut tadi.
Evan sudah melaju dengan pelan sebelum akhirnya berhenti didepan sebuah toko bunga yang masih buka saat itu. Dia berbalik ke Eva, tanpa memandangnya dia bertanya, "Aku tadi hanya jalan saja tidak tahu harus kearah mana. Rumahmu dimana?"
Ah Eva juga baru sadar bahwa dia sama sekali tidak memperhatikan kearah mana mereka pergi. Sepanjang jalan tadi otak Eva masih berpikir keras bagaimana Evan tahu namanya. Seketika itu juga Eva langsung turun dari motor.
Dengan sedikit menunduk Eva berkata, "Maaf aku sudah merepotkanmu tapi aku bisa menunggu bus dari halte bus disana." Evan memutar kepalanya mengikuti arah telunjuk Eva kearah halte bus tak jauh diseberang mereka.
"Kau tidak merepotkan. Aku memang mau mengantarmu pulang sampai rumah," jelas Evan kali ini menatap gadis itu.
"Tapi ... " sebelum Eva mengutarakan segala kebingungan di otaknya, Evan berkata lagi.
"Bisakah kita tidak berbicara panjang lagi? Katakan saja dimana rumahmu dan aku akan langsung mengantarkanmu pulang. Jangan berpikir yang macam-macam. Aku sendiri juga tidak berpikir tadi," tegas Evan walaupun kalimatnya yang terakhir lebih seperti gumaman.
"Aku bukannya berpikir macam-macam , aku hanya .... " Eva tidak berani melanjutkan kata-katanya saat dia melihat Evan menatapnya dengan jengkel. Tanpa sempat berpikir, kata-kata itu secara otomatis keluar, "Rumahku di College Avenue."
Evan pun kembali memposisikan tubuh seakan siap menjalankan motornya dan menatap kearah depan dan Evan masih memasang raut wajah tanpa ekspresi membuat Eva tidak bisa menebak apa yang dipikirkan temannya itu. Sisa perjalanan mereka menuju rumah Eva keduanya tidak berbicara apa-apa.
"Itu rumahku disana," Eva menunjuk sebuah rumah sederhana yang sangat manis. Rumah tersebut memiliki beranda dengan beberapa kursi putih ditempatkan disana. Bernuansa putih bertema collonial, rumah tersebut dikelilingi taman depan yang indah, cukup mencolok bila dibanding dengan rumah-rumah lain disampingnya yang tidak semanis rumah tersebut.
Evan berhenti tepat didepan rumah tadi, disusul dengan Eva yang turun dari motor dengan mantap. "Terima kasih," katanya.
"Sama-sama," Evan melihat sekilas sebelum akhirnya melaju kembali.
Dan malam itu Eva sepenuhnya tidak bisa tidur, terlalu sibuk mencerna apa yang terjadi.
*
Setelah perkenalan singkat dengan CEO baru di ruang pembelian, semua orang sibuk membicarakan betapa tampan dan mempesonanya dia. Eva hanya mendengarkan mereka dari meja kerjanya dan hanya duduk disana. Menyentuh mouse komputernya, Eva sadar bahwa komputernya masih belum bisa menyala. Dia pun bangkit dari duduknya dan kembali menuju lift yang membawanya ke lantai 7.
"Ternyata benar Evan. Apakah tadi dia melihatku? Apa dia masih ingat padaku? Ah ... sepertinya tidak mungkin." Batin Eva sambil tertawa sendiri sembari mengibas-ngibaskan tangannya.
*
Terima kasiihhh banyak buat yang sudah baca cerita Eva dan Evan. Semoga kalian masih betah disini. Postingan akan aku update secara rutin. Jangan lupa pencet tombol like, vote, dan komen ya. Kehadiran dan dukungan kalian bakal bikin si penulis pemula ini lebih semangat lagi !!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top