Part 19 - The One Wish

"Evan, it's me Milan."

Evan ingat seniornya saat kuliah dulu. Milan yang waktu itu banyak membantunya dengan kuliah dan lebih tepatnya banyak menyelamatkannya saat dia harus menghindari Clara. Seniornya itu akan dengan lancar mengalihkan perhatian Clara sehingga gadis itu tidak terus-menerus membuntuti Evan.

"Bagaimana aku bisa melupakan tameng masa kuliahku?" jawab Evan yang sontak membuat Milan diujung telpon terbahak mendengarnya. "What's the honor?"

"Well, aku baru sampai di New York. Aku harus menghadiri pernikahan mantan pacarku."

"Ouch," jawab Evan spontan.

"Hahahhaha .... Jangan khawatir. We're totally in good terms. Hanya saja .... Datang ke pernikahan mantan pacarnya sendirian akan tetap terlihat menyedihkan. Jadi, bisakah kau menjadi tamengku besok malam?"

Karena banyaknya bantuan yang diberikan Milan dulu, Evan tidak bisa menolaknya. Evan ingin sekali segera menemui Eva sesampainya dia di New York. Dia baru sampai semalam dan ingin segera bertemu dengan Eva, walaupun dia masih belum memiliki rencana tentang bagaimana cara untuk mendekatinya tapi saat ini dia harus menolong temannya.

"Kau beruntung. Aku juga baru sampai semalam. Text me where're you staying at and I'll pick you up," Evan berjanji.

"Great," jawab Milan.

*

Friday night. Eva berjanji menemui Bryan malam ini. Dia sudah menelpon Bryan untuk bertemu dengannya dan Bryan mengatakan padanya bahwa kebetulan sekali dia menelpon karena dia juga berencana mengajak Eva ke pernikahan anak dari salah satu nasabah primenya. Karena pada akhirnya Eva harus bicara pada Bryan, dia pun menyanggupi permintaan tersebut.

Eva tidak memiliki banyak gaun yang bisa dipakai, jadi dia memutuskan untuk memakai dress berwarna hitam polos yang pernah dia pinjam dari Ibunya dan belum sempat dia kembalikan, merasa cukup beruntung ukurannya dengan Sophie sama. 

Dress sepanjang lutut dengan potongan Sabrina tersebut menunjukkan leher Eva yang indah. Tepat jam delapan malam, Bryan menjemput Eva di depan apartemennya dan mereka berdua menuju wedding venue Archer Hotel New York yang dekat dengan Manhattan Skyline, hotel bintang lima yang terkenal dengan tarifnya yang kelewat mahal per malamnya. 

Tidak sembarang orang bisa mengadakan acara di Archer Hotel New York jadi Eva pun cukup tegang saat memasuki ruangan. Dia cukup yakin bahwa orang-orang yang ada disana bukanlah orang sembarangan.

Selama acara perjamuan, Eva dengan sabar menemani Bryan. Dia pun tidak keberatan mengalungkan lengannya ke lengan Bryan dan beberapa kali mengklarifikasi ke para undangan yang berbicang dengan Bryan bahwa mereka hanya berteman, berusaha mengabaikan tatapan kecewa pria yang malam itu berdiri disampingnya. Namun sayangnya bagi Eva terlalu banyak orang yang harus disapa Bryan malam itu jadi pada akhirnya dia sedikit merasa bosan.

Namun sesuatu membuat kesadarannya kembali. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, dia melihat Evan sedang bersama seorang wanita yang Eva tidak kenal. Sepertinya juga bukan seseorang dari Phillips Corp. Saat tanpa sadar Eva mengawasi keduanya dengan semakin lekat, saat itulah Evan juga melihat kearahnya. Spontan keduanya saling menatap untuk beberapa saat.

"Eva ... Eva," ... panggilan Bryan membuyarkan pikiran Eva dan mengalihkan pandangannya kembali ke Bryan.

"Ya Bryan," respon Eva akhirnya.

Bryan menariknya ke tempat yang sedikit lebih sepi.

"Salah satu nasabah kami mengajak kami main poker malam ini. Aku sudah menolak mereka namun mereka benar-benar memaksaku. Jadi aku dan temanku harus menyanggupi mereka. Aku ..., " Bryan tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.

"Hei, tidak apa. Aku mengerti maksudmu. Aku tidak akan marah, jika itu yang kau khawatirkan. Aku bisa naik taxi jadi jangan khawatir," kata Eva meyakinkan. Dia juga tidak lagi yakin malam ini bisa memiliki waktu berdua dengan Bryan untuk bisa benar-benar bicara dengannya. Jadi sepertinya malam ini bukanlah malam yang tepat.

"Tentu saja aku akan mengantarmu dulu Eva. Maksudku aku mohon maaf kalau kita harus pergi sekarang," terang Bryan.

"No Bryan it's okay. Antar saja aku kebawah itu sudah cukup," kata Eva dengan senyum manisnya. Bryan nampak sangat menyesal namun sepertinya dia tidak memiliki pilihan lain.

"Baiklah, aku akan mengantarmu kebawah," kata Bryan akhirnya dan diikuti dengan anggukan dari Eva.

*

"Milan, I really need to leave now," desak Evan. "Aku akan menyuruh supirku untuk mengantarkanmu ke hotel. Aku benar-benar minta maaf."

"Hahahahha .... Sudahlah aku bukan anak SD. Jangan meminta apapun pada supirmu. Setelah ini akan ada round two bersama yang lain," kata Milan sambil mengerlingkan matanya sambil menunjuk ke kerumunan orang yang bercanda cukup heboh dikejauhan.

"Kau yakin?"

"Ya. Sekarang berhentilah merasa bersalah. Aku yang harusnya merasa bersalah. Aku tadi berencana menyuruhmu pulang duluan padahal aku yang mengajakmu," Milan mencoba meyakinkan.

"Baiklah. Hubungi aku langsung kalau kau memerlukan sesuatu. Apapun itu," kata Evan dan dia pun bergegas turun.

Evan tidak yakin apa yang akan dia lakukan. Hanya saja dia tahu dia tidak rela membiarkan Eva bersama pria manapun. Jadi saat melihat Eva pergi bersama dengan pria yang pernah dia lihat di lobby perusahaanya, Evan hanya yakin harus melakukan sesuatu saat itu.

Saat Evan keluar dari hotel, dia berpapasan dengan pria tadi namun tanpa Eva. Evan pun semakin mempercepat langkahnya. Hanya beberapa langkah darinya, dia melihat Eva sedang melongok dari jendela taxi jadi tanpa berpikir panjang Evan pun berlari dan meneriakkan namanya. 

Adegannya menjadi semakin dramatis saat taxi masih saja melaju. Beruntung Eva melihat kearahnya dan tampak kebingungan namun tidak lama akhirnya taxi berhenti. Evan berlari kearah taxi tersebut dan berhenti tepat disebelah Eva dengan nafas tersengal.

"Saat SMA, kau pernah memberikanku one wish jika aku ikut dalam lomba sekolah dan memenangkan perlombaan itu. Saat itu, aku benar-benar menginginkan one wish yang akan kau berikan jadi bagaimanapun caranya aku harus bisa ikut dan memenangkan lomba itu. Dan aku berhasil," kata Evan sambil mengatur nafasnya. "Jadi, bisakah aku menggunakannya sekarang?"

"Heh?" Eva masih mencoba mencerna dan tampak sangat kebingungan jadi hanya itu kata-kata yang muncul dari mulutnya.

"Eva, bisakah kau memberikan waktumu malam ini dan mendengarkan penjelasanku?" Evan tidak pernah merencanakan hal seperti ini. Dia berencana menggunakan one wish yang dia punya saat hendak melamar Eva dan memaksanya untuk menjawab Ya. Tapi sepertinya dia harus menggunakan one wishnya lebih awal.

*

"Eva, bisakah kau memberikan waktumu malam ini dan mendengarkan penjelasanku?" Eva kesulitan untuk mencerna apa yang terjadi saat itu.

"Mr Phillips what are you talking about?"

"Bisakah kau turun dari taxi dulu please?"

Eva menyadari bahwa supir taxi juga sedang menunggunya dengan ekspresi apakah dia harus menjalankan taxinya lagi atau menurunkannya disana.

"Please ... ," kata Evan lagi dengan wajah yang memelas.

Eva pun memberi uang kepada sopir taxi dan turun. Dia tidak yakin apakah dia sedang bermimpi. Setelah pertemuan terakhir yang berakhir dengan ciuman beberapa hari yang lalu, Eva belum pernah melihat Evan lagi. 

Dan kenyataan bahwa tiba-tiba pria itu sekarang sedang menatapnya, berdiri dekat dengannya dan membahas sesuatu tentang masa SMAnya membuat Eva semakin tercengang Apa yang terjadi? Jadi dia masih ingat? Tapi kenapa selama ini dia seolah-olah tidak mengenalku. 

*


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top