Piece 3

Osomatsu © Akatsuka Fujio

Eurtepe © Miu

Warning: OOC, melenceng dari kbbi, tata bahasa yang aneh, EYD yang amburadul dan kemungkinan para pembaca tidak akan mengerti.

Don't like don't read!

***

Malam itu terasa sangat dingin.

Choromatsu gelisah, dia tidak bisa tidur. Ia melirik kedua adik bungsunya. Jyushimatsu tampak tertidur pulas dengan posisi yang seperti berlari, sedangkan Todomatsu tampak kepayahan karena tubuhnya sedikit tertindih tubuh Jyushimatsu. Walau mereka kembar namun ukuran tubuh mereka berbeda. Jyushimatsu lebih sedikit berisi dibandingkan dengan Todomatsu. Mungkin karena Jyushimatsu sering melatih tubuhnya dibandingkan Todomatsu.

Choromatsu menatap Todomatsu dengan pandangan sedikit merasa bersalah. Mau bagaimanapun Todomatsu dan Karamatsu sangatlah dekat. Walau Todomatsu selalu dibuat pusing dengan kelakuan Karamatsu dengan pain jokes dari Karamatsu.

Selama makan malam tadi, suasana di meja makan sangatlah canggung. Sesekali Todomatsu menahan isak kecewanya –walau pada akhirnya Osomatsu dibuat jengah lalu membentak Todomatsu– namun semua memilih diam dengan pikiran mereka masing-masing.

Osomatsu melarang siapapun untuk membicarakan Karamatsu –ia tidak membahas perihal Choromatsu berkunjung ke ibu mereka– dan mengatakan kalau ia tahu ada yang melanggarnya ia tidak segan-segan untuk memukuli adiknya.

Semua memilih bungkam, bahkan Jyushimatsu yang selalu tersenyum lebar harus menunduk takut. Semua tunduk pada Osomatsu. Ia adalah pemimpin keluarga ini sekarang dan Osomatsulah yang menolong mereka di masa sulit mereka.

Choromatsu memilih menurut, atau mungkin ia memilih diam karena bagaimana pun ia harus menghormati kakak tertuanya. Ia mengatakan pada Todomatsu bahwa mungkin nanti Osomatsu akan berubah pikiran dan mau menerima Karamatsu kembali.

Choromatsu tidak begitu yakin akan perkataanya. Namun ia mungkin bisa sedikit berharap jika keajaiban itu akan muncul.

Udara dingin bercampur sedikit asap dari nikotin masuk dari celah kecil jendela kamar mereka. Choromatsu menduga sekarang kakaknya sedang merokok di balkon rumah mereka. Saat ia membuka jendela kamar mereka  Osomatsu tengah mengadah melihat gelapnya langit malam.

“Tidak tidur, kak?” Osomatsu sedikit tersentak mendengar suara Choromatsu. Ia menoleh lalu tersenyum kearah Choromatsu.

“Kau sendiri?”

Choromatsu menggeleng pelan. Osomatsu tahu bahwa mungkin adiknya tidak bisa tidur atau mungkin,

Mimpi buruknya datang kembali.

Osomatsu menghirup rokoknya dalam-dalam lalu membuangnya. Choromatsu terbatuk terkena asap rokok yang dikeluarkan kakaknya. Osomatsu hanya terkekeh lalu mematikan rokoknya. Ia menyuruh Choromatsu untuk duduk disampingnya.

Sedikit enggan namun ia mendekati kakaknya. Tubuhnya menggigil dengan hembusan angin malam. Setelah menutup pintu kamar mereka, ia kemudian duduk disamping Osomatsu. Kepalanya ia senderkan ke pundak kakaknya itu. Untuk sesaat mereka memilih menikmati suasana hening mereka.

Osomatsu mengusap pelan kepala Choromatsu. Choromatsu memejamkan matanya menikmati setiap perlakuan lembut kakaknya yang jarang ia perlihatkan kembali setelah kejadian itu.

Osomatsu yang Choromatsu tahu adalah seorang kakak yang nyeleneh namun tegas disaat yang bersamaan. Osomatsu selalu menyayangi adik-adiknya sepenuh hatinya. Itu terbukti saat Ichimatsu yang pulang dengan keadaan babak belur. Saat itu Osomatsu langsung menyuruh anak buahnya untuk mencari siapa yang telah berani melukai adiknya itu. Hingga sekarang tidak ada lagi yang berani berurusan dengan keluarga Matsuno.

Osomatsu merupakan salah satu petinggi organisasi mafia. Semua orang mengetahui hal itu. Tak jarang semua orang menundukan kepala mereka saat berpapasan dengan keluarga Matsuno.

Choromatsu sebenarnya jengah karena hal itu. Dia jadi tidak memiliki teman dekat di universitasnya dan si kembar Jyushimatsu dan Todomatsu selalu mengeluh padanya karena semua temannya takut kepada mereka.

Namun, protes pun sepertinya tidak akan membuat Osomatsu melonggarkan pengawasannya pada adik-adiknya. Malah ia akan berteriak memarahi mereka dan mengancam akan membuat keadaan mereka seperti Karamatsu.

Ah, Choromatsu merindukan kakak keduanya.

Choromatsu mungkin satu-satunya yang mengetahui permasalahan kedua kakaknya hingga Karamatsu diusir dari rumah.

Tidak.

Choromatsulah penyebab utama hubungan keduanya berantakan.

Choromatsu selalu membujuk Osomatsu untuk mengizinkan Karamatsu pulang ke rumah. Namun, selalu tidak pernah berhasil dan berakhir dengan pertengkaran hebat diantara keduanya.

Choromatsu mendengus jengkel jika mengingat hal itu.

Sebuah tarikan di pipinya menyadarkannya. Ia lalu mendelik si pelaku yang tengah menyengir aneh kearahnya.

“Memikirkan sesuatu?” tanya Osomatsu setengah berbisik lalu mengelus pipi Choromatsu yang tadi ia cubit. Choromatsu menepis tangan kakaknya lalu merapatkan dirinya ke tubuh Osomatsu untuk mencari kehangatan.

Osomatsu yang jengkel karena merasa diabaikan oleh adiknya kembali mencubit pipi kanan Choromatsu. Choromatsu mengaduh pelan merasakan sakit saat pipi kanannya dicubit.

“Jadi, adik manisku sedang memikirkan apa sampai-sampai mengabaikan kakak tampannya ini?” Choromatsu mendengus mendengar Osomatsu berkata seperti itu.

Lihatlah, kakaknya sekarang seperti mengikuti gaya Karamatsu saja.

Choromatsu menghembuskan nafasnya. Ia ingin berbohong, namun ia tahu bahwa ia tidak bisa berbohong pada Osomatsu. Selalu saat ia berbohong ia akan selalu ketahuan.

“Aku memikirkan keadaan kita,” Choromatsu melirik kakaknya yang menatapnya heran lalu ia menarik nafas, mengumpulkan keberanian. “Dan Karamatsu-niisan.”

Tanpa ia menoleh pun ia tahu sekarang Osomatsu tengah memasang wajah keras. Mungkin sebentar lagi kakaknya akan membentak dirinya. Choromatsu menoleh ke arah Osomatsu yang tidak berteriak padanya. Alih-alih membentak, Osomatsu malah mengambil rokok untuk ia hisap kembali.

“Maaf.” Cicit Choromatsu. Bagaimanapun ia tidak suka jika kakaknya terlihat frustasi seperti ini. Ia sangat menyayangi kakak pertamanya, ia adalah penyelamat Choromatsu dan Choromatsu tidak boleh melupakan hal itu.

“Kau tahu kan kalau aku tidak menyukai saat kau memikirkan mereka!” Ujar Osomatsu pelan namun mengancam.

Choromatsu tahu akan semua itu. Ia ingin tidak memikirkan masa itu, namun otaknya selalu memaksanya untuk mengingat hal itu, lagi dan lagi.

Osomatsu menghisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan kasar. “Orang bodoh dan wanita itu tidak akan pernah kembali ke rumah ini.” Ujarnya penuh penekanan. “Ke keluarga kita.”

Choromatsu menghela nafas lelah. Ia tidak bisa membantahnya, lagi. Apapun itu masalah Karamatsu dan ibunya adalah hal tabu untuk dibicarakan di sini apalagi dihadapan Osomatsu.

Choromatsu menganggukan kepala menurut lalu berbisik kata ‘Maaf' kembali. Osomatsu menghela nafas lelah lalu menarik tubuh Choromatsu kepelukannya. Choromatsu tak membalas pelukan itu, ia memilih diam saat Osomatsu terus mengerarkan pelukannya.

“Lupakan,” bisik Osomatsu lemah, Choromatsu mendengar ada nada penyesalan di sana. “Lupakan, Choromatsu. Lalu bahagialah.”

Choromatsu tersentak. Bahagia? Apa dia boleh bahagia? Setelah apa yang terjadi? Tuhan pasti akan mengoloknya jika ia mulai banyak berharap.

Namun, Choromatsu hanya membenamkan wajahnya ke dada Osomatsu. Menahan tangis. Menahan segala perasaan sesak yang ingin ia keluarkan.

Osomatsu menjauhkan tubuhnya. Mengangkat wajahnya untuk menatap kedua mata merah kakaknya. Merah dan hijau saling berpandangan. Osomatsu menempelkan bibirnya ke bibir adiknya. Ia melumat bibir adiknya dengan lembut, membimbing Choromatsu ikut dalam permainan ini.

Choromatsu hanya diam, kedua matanya berubah kosong. Tangannya terkulai lemas. Tubuhnya bagaikan sebuah boneka.
Tangan Osomatsu menarik leher Choromatsu mendekat, memperdalam ciumannya.

Setelah beberapa saat tak ada balasan dari Choromatsu, Osomatsu memutus ciuman itu. Menatap kecewa pada adiknya. Choromatsu hanya bisa diam, tak berkata apapun. Matanya begitu kosong dan Osomatsu mengejek dirinya sendiri.

“Maafkan aku,” Bisik Osomatsu sambil menempelkan dahinya pada dahi Choromatsu. “Aku sudah keterlaluan.”

Choromatsu tersentak lalu menatap wajah kecewa kakaknya. Apa yang telah ia lakukan? Kakaknya pasti sangat kecewa sekarang.

Osomatsu terkekeh lalu mengacak rambut Choromatsu. “Sana, kembali tidur. Besok kau ada kelas bukan?”

Osomatsu membalikan tubuhnya, melangkah ke arah pintu. Namun, langkah terhenti saat sebuah tangan menarik tangan kanannya.

Osomatsu menatap heran pada Choromatsu. Sedangkan Choromatsu menunduk, menyembunyikan wajahnya diantara helaian poni panjangnya.

“Apa?” tanya Osomatsu pelan. Choromatsu mengleng sekali. Ia melangkah mendekati Osomatsu lalu menarik kerah baju kakaknya. Menarik Osomatsu untuk sebuah lumatan penuh nafsu.

Osomatsu langsung menjauhkan tubuh adiknya itu. Menatap tak percaya apa yang adiknya lakukan.

“Jangan lagi, Choromatsu,” bisik Osomatsu. Ia menggeleng menyalahkan kegiatan yang tadi ia lakukan.

Choromatsu terdiam. Matanya begitu kosong namun raut wajahnya seolah menuntut.

Terkutuklah kau, Osomatsu!

“kembali ke kamarmu,” ujar Osomatsu menjauhkan tubuh adiknya beberapa langkah darinya. “Ini sudah terlalu malam.”

Choromatsu diam tak membalas. Osomatsu menarik Choromatsu ke dalam. Namun, dengan satu gerakan ia menarik Osomatsu dalam ciuman penuh nafsu.

Osomatsu terkejut, namun tak sampai beberapa detik ia menarik Choromatsu dan memperdalam ciuman penuh nafsu itu.

Dan Osomatsu mengakui bahwa dirinya jugalah yang membuat keluarganya menjadi seperti ini.

***

Update karena merasa berdosa sudah 4 tahun terbengkalai di ffn dan malah maen update di wattpad.

Sudah berapa lama gak dilanjut malah gak jelas ceritanya. :(

Ini gak incest kok, setelah dipikir-pikir gak akan incest karena pengen ngambil alur family cuman gak tahu akan seperti apa jadinya.

Percayalah, saya juga penasaran akan endingnya. :")

Salah kata, salah kalimat tolong revisi di kolom komentar yak!

P. S: untuk yang nenyuruh mengganti cover sepertinya belum akan diganti karena saya bingung mau ganti apaan. :")

With love,

Lanavia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top