|Euphoria|

Semua orang punya harapan begitulah yang ia baca dari beberapa unggahan yang lewat di akun media sosialnya. Namun, ia tidak mudah terhasut. Baginya harapan hanyalah sebuah adjektiva yang tidak memiliki arti. Harapan diciptakan oleh pemikiran-pemikiran picik dari mereka yang tidak mau berusaha. Baginya harapan hanyalah sebuah dunia ilusi yang tidak bisa dimasuki oleh siapa pun. Mereka terus berharap walaupun pada akhirnya kecewa. Seperti memasang perangkap lalu menginjaknya sendiri. Ia selalu berpikir manusia-manusia ini, bukankah mereka terlalu payah?

Gadis ini, kalian bisa memanggilnya Nata —nama lengkapnya Natalia— sedikit orang menyebutnya begitu. Ya, karena hampir tidak ada yang pernah memanggil namanya dengan tulus. Satu-satunya saat ia bisa mendengar nama lengkapnya disebut adalah ketika presensi di kelas.

Nata menyewa kamar kecil di sebuah ruko yang tidak jauh dari laut, di sanalah ia tinggal seorang diri. Mungkin kebanyakan orang berpikir ia terlalu menyendiri. Namun, ia akan sangat membantah jika dijuluki introvert. Sebagai seorang yang hidup sebatang kara, ia hanya berpikir bukankah hal wajar jika ia terbiasa hidup sendiri?

Kehidupannya di masyarakat dan di sekolah juga tidak jauh berbeda. Ia tidak memiliki teman juga tidak pernah mengobrol dengan siapa pun. Ia terbiasa mengabaikan sekitar. Dengan semua fakta itu, ia masih dengan tegas mengatakan ia bukan introvert.

Mungkin kalian akan berpikir jika hidupnya terlalu kesepian. Sayangnya tidak. Bukan dunia yang mengucilkan dirinya, malah sebaliknya. Nata berpikir manusia-manusia itu terlalu berisik. Juga terlalu banyak melakukan hal-hal yang tidak berguna. Seperti itulah dunia dalam pandangannya. Masih banyak hal-hal kontra yang tidak sesuai dengan jalan pikiran gadis lima belas tahun ini.

***

Benda pipih di atas meja belajarnya berdering, alarm ponselnya menunjukkan pukul lima pagi namun ia sudah lebih dulu bangun sekitar setengah jam lalu. Nata hanya menggulir layar ponselnya ke atas sehingga ponselnya berhenti berdering lalu ia kembali memindahkan fokusnya pada buku di depannya.

Walaupun ia seringkali mengabaikan sekitar, namun Natalia adalah seorang yang suka menggali informasi. Termaksud materi pelajaran di sekolah, ia tidak pernah melewatkan satu pun. Tidak heran ia pernah meraih peringkat pertama di kelas saat tahun pertamanya di bangku SMP. Sayangnya itu menjadi prestasi terakhirnya di sekolah. Semenjak hari itu ia tidak pernah membiarkan dirinya mengambil kesempatan itu lagi. Alasannya sudah jelas, ia benci menjadi pusat perhatian.

Masih Nata ingat dengan jelas bagaimana para guru dan semua siswa menatap kagum ke arahnya. Alih-alih merasa bangga, ia malah menatap balik jijik. Manusia mengapa mudah sekali tergiur dengan hal-hal yang tidak perlu?
Semenjak saat itu Nata dengan sengaja mulai membuat nilainya hanya masuk dalam perengkingan sepuluh besar. Hanya dengan cara itu ia bisa melalui hidup tenang di sekolah.

Nata kembali melirik layar ponselnya, kini waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Sudah waktunya ia memulai aktivitas pertamanya.

Karena ini hari libur, Nata biasa menghabiskan waktu paginya di
Taman Mini Melayu, ia akan berada di area jogging track untuk menjual air mineral. Nata akan menghabiskan waktunya di sana hingga pukul sembilan pagi. Setelahnya ia akan pergi bekerja di tempatnya yang kedua. Hari libur adalah saat-saat paling sibuk yang akan ia lalui.

Dua jam sebelum waktu makan siang, Nata akan mengisi waktu kosongnya dengan bekerja di salah satu restoran Korean Fried Chicken sebagai kurir layanan pesan antar. Setelahnya ia akan lanjut bekerja di rumah makan kecil yang tidak jauh dari tempat ia tinggal. Sebenarnya tidak banyak biaya hidup yang harus ia tanggung. Selain harga sewa kos, tidak ada yang benar-benar mengharuskan Nata untuk mengambil semua pekerjaan itu. Terlebih ia memperoleh beasiswa di sekolah. Hanya saja Nata lebih memilih berkutat dengan semua perkerjaan paruh waktunya dibanding harus menghabiskan akhir pekan dengan tidur dan tidak melakukan apa pun.

Tepat pukul dua belas kurang lima menit, Nata sudah berada di rumah makan milik seorang wanita tua yang biasa dipanggil Mbok Darmi. Rumah makan ini tidak terlalu besar sehingga hanya mempekerjakan satu orang koki yang merupakan keponakan Mbok Darmi sendiri juga Natalia sebagai pelayan. Nata mengambil pekerjaan ini karena rumah makan itu sangat dekat dengan tempat tinggalnya. Mbok Darmi sendiri tipikal orang yang tidak terlalu suka mengoceh, ia hanya akan menyapa ketika Natalia datang selebihnya ia tidak akan menanyakan apa pun. Seolah mengerti dengan kepribadian Nata yang tidak suka basa basi, tentu hal itu membuat Natalia betah.

Bekerja sebagai pelayan di rumah makan milik Mbok Darmi ini, Nata tidak menuntut banyak. Terlebih pekerjaannya yang terbilang mudah; ia hanya mengantar makanan kepada pelanggan; membersihkan meja, juga ia bisa datang kapan pun selagi ia sempat. karena alasan utamanya hanyalah untuk mengisi waktu luang, Natalia tidak mengambil gaji seperti seharusnya. Ia mengklaim upahnya dengan jatah makan siang serta makan malam. Menurutnya tidak ada hal yang lebih baik dari pada itu.

Setelah membersihkan seluruh ruangan, Nata memilih untuk segera pulang. Hari ini jadwalnya cukup padat membuat tubuhnya sedikit lelah. Ia berencana untuk tidur lebih awal. Mengingat ia akan pergi ke sekolah esok hari.

Hanya butuh beberapa langkah baginya untuk tiba. Ia hanya perlu membuka gerbang agar bisa segera masuk. Namun, atensinya teralihkan begitu mendengar riuh ombak di kejauhan. Tanpa pikir panjang ia merubah arah langkahnya menuju pantai.

Satu-satunya hal yang paling Natalia sukai adalah laut. Laut memberi kenyamanan tersendiri yang tidak bisa ia gambarkan dengan apa pun. Hanya memandangi seperti ini saja sudah membuat rasa lelah yang tersemat di pundaknya seketika menghilang.

Natalia memilih mendudukkan tubuhnya pada tumpukan pasir setengah basah membiarkan air laut membasuh tungkainya. Bahkan ia enggan menyibak bagian bawah gamisnya saat air laut menerpa seolah ia tidak terusik dengan pakaiannya yang akan basah.

''Apa kau kedinginan?"

Mendengar seorang pria bersuara, Nata baru menyadari ada dua orang yang tengah duduk beberapa senti tidak jauh darinya.

"Mereka akan tetap bermesraan walaupun ada aku di sini? Cinta memang membuat orang-orang buta!" Natalia mendengkus, ia memilih pergi. Suasana hatinya telah di rusak oleh dua sejoli yang tidak kenal tempat. Ia tidak bisa lebih lama untuk menyaksikan pemandangan menjijikkan itu.

Kalian tentu sudah bisa menduga, Natalia tidak punya pengalaman bagus di bidang percintaan. Lihat saja bagaimana ia menyikapi hal yang baru dilihatnya tadi. Sebenarnya ia bukan tidak laku, hanya saja Nata sangat tidak tertarik. Menurutnya perasaan yang muncul di antara pria dan wanita hanyalah nafsu yang berkedok rasa suka. Semua itu memanglah wajar. Nata pernah membaca sebuah artikel yang menjelaskan tentang fitrah seorang manusia yang memiliki perasaan di sukai maupun menyukai. Namun Natalia sangat kontra dengan hal semacam itu. Percayalah ia selalu bergidik acapkali indranya menangkap kata yang tidak mampu ia sebut —cinta.

Satu hal yang selalu mengganggu pikirannya, bagaimana seseorang bisa nyaman hanya karena wajah yang menawan? Nata pernah membaca, ada sebuah perasaan yang muncul dengan tulus bahkan tidak memandang apa pun termaksud fisik sekalipun. Hanya saja di dunia ini terlalu banyak hidung belang. Siapa di zaman sekarang yang masih mengandalkan ketulusan? Wanita selalu memacari pria kaya raya terutama jika ia tampan. Sedangkan pria di luar sana juga tidak lebih baik, mengaku mencari wanita baik-baik namun netranya selalu melotot saat melihat para wanita yang good looking. Penampilan dengan mudah mempermainkan akal sehat siapa pun.

***

Seperti biasa, Natalia bangun lebih awal mendahului bunyi alarmnya. Setelah memasukkan beberapa buku ke dalam ransel, ia mengisi sebotol air hingga penuh lalu juga ikut dimasukkan ke dalam ransel miliknya. Natalia meneguk beberapa air dari cangkirnya yang berwarna biru. Itu adalah sarapannya pagi ini. Tidak, Natalia selalu sarapan dengan air mineral setiap paginya.

Kecintaannya dengan lautan membawanya menyukai semua hal yang berhubungan dengan benda bening itu; Natalia menyukai hujan, ia senang berlama-lama di kamar mandi, Nata juga sangat suka minum. Rekor minumnya bahkan melebihi jumlah air yang harus dikonsumsi sesuai anjuran —delapan gelas atau dua liter sehari. Natalia bahkan bisa minum hingga tiga liter air setiap harinya.

Hari-hari di sekolah berjalan seperti biasa. Ia akan masuk kelas setelah bel berbunyi lalu mengikuti pelajaran sesuai jadwal. Dalam kamusnya tidak ada momen mengunjungi kantin bersama teman-teman, jadi waktu istirahat ia habiskan dengan membaca buku di kelas. Seperti biasa setelah bel pulang berbunyi ia akan langsung mengemasi barangnya lalu bergegas menuju gerbang sekolah. Tidak ada jemputan ataupun istilah pulang bareng seperti yang biasa ia dengar dari beberapa teman sekelasnya. Lagi pula jarak rumah dan sekolahnya tidak terlalu jauh. Ia tentu sudah memperhitungkan itu, memilih sekolah terdekat agar bisa pulang pergi dengan berjalan kaki.

Langit agaknya tidak bersemangat kali ini, awan mendung yang menghiasi langit seketika menurunkan hujannya. Beberapa orang terlihat berlari karena khawatir akan basah. Berbeda dengan Natalia, ia dengan santai membuka ranselnya lalu mengeluarkan mantel kecil yang akan digunakan untuk menutupi ranselnya. Setelah memastikan itu tidak akan basah, ia melanjutkan langkah menyambut guyuran hujan yang jatuh kian deras.

Aku menyukaimu hujan.

Seperti kecintaannya dengan laut, Natalia tidak pernah menghindari hujan. Ia dengan senang bermain-main tidak peduli pakaiannya akan basah sepenuhnya. Ia bahkan dengan sengaja melakukan itu. Keanehan lain yang mampu Natalia lakukan adalah ia terbiasa membiarkan pakaiannya kering di badan tanpa berniat menggantinya.

Natalia yang tidak ingin melihat seisi ruko histeris karena membuat lantai dibanjiri tetesan air dari bajunya, ia akhirnya memilih pergi ke pantai untuk mengeringkan diri di sana. Seperti itulah rutinitas yang ia lakukan sehabis bermain hujan.

Kini langit sudah sepenuhnya cerah juga rintik hujan sudah tidak ia rasakan. Nata hanya perlu menunggu beberapa saat untuk membiarkan air pada pakaiannya mengurangi berat bobotnya.

Setelah hampir satu jam menikmati keindahan laut, Natalia akhirnya memilih menghentikan aktivitasnya. Ia harus bergegas menuju rumah makan Mbok Darmi. Selain koloni cacing di perutnya sudah meminta agar diberi makan, ia juga tentu tidak bisa melupakan kewajibannya sebagai pelayan di tempat itu.

Rumah makan Mbok Darmi selalu ramai seperti biasanya. Walaupun terbilang kecil namun Mbok Darmi sudah memiliki pelanggan tetap sehingga ia tidak perlu khawatir akan kekurangan pengunjung.

Natalia menuju dapur lalu mengambil jatah makannya. Meskipun terlambat, ia harus tetap mengisi perut baru diperbolehkan memulai pekerjaannya. Begitulah ketentuan yang diberikan sang pemilik rumah makan yang harus selalu ia patuhi.

Setelah mengisi tenaga, seperti biasa Natalia mulai melakukan pekerjaannya. Mbok Darmi rupanya tidak datang hari ini karena ada beberapa keperluan yang harus ia urus. Ia tidak terlalu memikirkan. Natalia memilih terus melakukan pekerjaannya dalam diam.

Sekitar empat jam lamanya, Natalia telah menyelesaikan kewajibannya. Ia pulang dengan menenteng jatah makan malam juga beberapa peralatan sekolah yang sempat ia beli di toserba yang ia lewati saat menuju jalan pulang. Karena sudah mengunjungi pantai dan menikmati laut siang tadi, Natalia tidak perlu ke sana lagi sore ini. Ia memilih masuk ke kamarnya dan menghabiskan waktu di sana. Sekitar pukul sembilan malam, Natalia telah terlelap menikmati mimpi yang diciptakan oleh alam bawah sadarnya.

***

Detik berganti menit, jam berganti hari, hingga tidak terasa Natalia kini telah memasuki tiga bulan di tahun ketiga sebagai siswa SMA. Siswa senior seangkatannya mulai membicarakan universitas yang akan mereka kunjungi jika lulus nanti. Seorang guru yang akan mengajar hari ini juga menanyakan itu sebagai pengantar sebelum menjelaskan materi utama.

Sejujurnya Natalia belum menentukan ia akan melanjutkan pendidikan atau tidak. Selain ia belum memikirkan jurusan yang tepat, ia juga merasa tidak perlu menempuh pendidikan ke jenjang selanjutnya. Natalia hanya tidak terlalu memperdulikan masa depan.

Selain laut, tidak ada yang benar-benar membuat Natalia terobsesi. Nata makan karena ia lapar, tidak ada makanan favorit seperti yang orang-orang sebutkan. Bekerja? Bukankah sudah ia katakan, Nata hanya mengisi waktu luang. Lalu sekolah? Kalian tahu istilah 'wajib belajar 12 tahun'? Ia hanya berusaha mematuhi itu. Dan hobi? Apakah bermain air bisa dikatakan sebagai hobi?

Lamunannya teralihkan saat guru di depannya akan memulai pelajaran. Wanita berambut sebahu itu tiba-tiba menghentikan penjelasannya saat seseorang mengetuk pintu.

"Permisi Bu ..., saya Tasya. Maaf Bu saya terlambat karena macet," tutur gadis itu dengan tatapan memelas.

Alih-alih marah, sang guru hanya tersenyum lalu mempersilahkan ia masuk. "Tidak apa, silahkan duduk di tempatmu."

Melihat pemandangan itu, Natalia hanya bisa tersenyum sinis.
Satu rahasia yang belum kalian ketahui, Natalia memiliki kemampuan spesial lainnya yang membuat ia sangat cocok mengambil profesi sebagai konselor atau psikolog. Ia bisa menilai seseorang hanya dengan melihat perilakunya.

Seperti pemandangan yang ia lihat tadi. Wanita yang berprofesi sebagai guru sejarah itu terkenal tegas dan disiplin. Namun ternyata ia juga bisa menjadi penjilat. Setidaknya begitulah yang Natalia lihat. Gurunya itu dengan mudah mempersilahkan seorang siswa yang terlambat lebih dari tiga puluh menit tanpa memberi sanksi apa pun? Tentu karena siswa beruntung itu adalah anak dari salah satu pendiri sekolah ini. Lalu anak itu, kalian pikir ia benar-benar tidak sengaja terlambat? Entahlah, Natalia bahkan sudah tidak bisa mengingat kapan terakhir teman sekelasnya itu datang tepat waktu. Jelas ia memanfaatkan posisinya dengan baik. Siapa yang akan berani menghukum anak kesayangan pendiri sekolah?

Uang memang selalu bisa mengendalikan apa pun!

Natalia mengabaikan pikiran tidak bergunanya lalu memilih fokus pada penjelasan sang guru di depan.
Setelah menyelesaikan tiga mata pelajaran, bel pulang akhirnya berbunyi. Natalia mulai berbenah memasukan semua alat tulis ke dalam ransel miliknya. Belum selesai melakukan perkerjaannya, Natalia tiba-tiba merasakan dadanya sesak juga rasa sakit yang hebat memenuhi seisi kepalanya. Seketika seluruh tubuhnya terasa kaku. Detik berikutnya ia tidak bisa menyeimbangkan saat tubuhnya limbung hingga jatuh menghantam lantai. Dalam kesadaran yang tersisa, samar-samar ia mendengar beberapa orang menyuarakan namanya. Ditengah kegelapan yang terus merambati, sebuah perasaan aneh menjalar di hatinya. Setelah sekian lama, akhirnya ia bisa kembali melihat orang-orang berlari ke arahnya.

***

Setelah siuman, akhirnya ia mengetahui kalau dirinya tengah berada di rumah sakit. Setelah pemeriksaan, ia di arahkan untuk bertemu dokter secara pribadi.

"Apakah kau pernah melakukan pemeriksaan sebelumnya?" wanita yang memakai jas putih itu memberikan pertanyaan.

" .... " Natalia hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Apa kau pernah memiliki keluhan tentang kesehatanmu?"

" ... " Lagi-lagi ia hanya memberikan gelengan.

Melihat itu sang dokter tidak mengajukan pertanyaan lagi. Ia hanya memberi selembar kertas yang sejak tadi digenggamnya.

Natalia menerima kertas itu lalu membacanya. Alisnya sempat terangkat namun ia tidak memberikan reaksi berlebihan.

Pneumonia kronis?

***

Natalia membiarkan tungkainya berjalan di atas pasir basah di bawahnya. Itu meninggalkan jejak sepanjang langkah yang ia lewatkan. Ombak yang sesekali menerpa dibiarkan merayapi ujung rok sekolahnya hingga menyisakan bekas basah yang hampir melampaui lutut.

Setelah berjalan setengah, Natalia berhenti lalu membalikkan badannya memandang ke depan lautan luas. Ia tersenyum.

Tangannya tergerak meraih saku seragamnya. Ia mengeluarkan selembar kertas yang sudah kusut.  Melihat ukiran huruf di sana. Pikirannya melayang, teringat obrolan dengan sang dokter beberapa waktu lalu.

Kedua paru-parumu telah terinfeksi. Adalah kejadian langkah karena kau tidak pernah merasakan gejala apa pun. Namun berdasarkan hasil pemeriksaan, penyakit yang kau derita sudah mencapai stadium akhir. Kau harus segera dirawat. Walaupun keberhasilannya terbilang kecil, namun kita harus tetap mengusahakan yang terbaik.

Natalis semakin tersenyum. Ia sebenarnya sedikit terganggu namun ia tidak tahu harus bagaimana mengekspresikannya. Kejadian ini begitu tidak terduga. Ia bahkan sangat baik-baik saja pagi tadi. Lalu sekarang ia harus menerima kenyataan ini. Apakah semesta sedang bercanda?

Sepertinya Natalia memang terlalu mengabaikan sekitarnya. Mengenai kondisi tubuhnya yang ternyata sudah memburuk, beberapa bulan terakhir ini ia sering merasakan sesak pada dada juga sakit kepala yang datang sesekali. Hanya saja, Natalia terlalu abai. Ia hanya berpikir itu adalah efek samping karena terlalu sibuk bekerja. Siapa menyangka kelalaianya itu membawanya pada kenyataan pahit yang hampir tidak mampu ia cerna.

Memandang kembali ke arah lautan, Natalia memilih mengabaikan pikiran kalutnya. Suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja. Ia butuh hiburan saat ini. Laut adalah satu-satunya yang ia inginkan.

Natalia melangkah perlahan, membiarkan tungkainya merasakan setiap jengkal air laut yang melingkupi tubuhnya. Rasa dingin  merambat membuat suasana hatinya perlahan membaik. Jika Natalia ingin mendefinisikan kebahagiaan, maka laut adalah jawabannya. Selalu, Natalia selalu memperoleh kesenangan di sini.

Ketika air laut telah memenuhi setengah dada, lututnya sedikit menekuk. Natalia membiarkan seluruh tubuhnya teredam dalam kesejukan yang selalu ia sukai. Ia memejamkan mata, membiarkan ketenangan itu menjalar perlahan.  Pikirannya dengan mudah terjernihkan.

Larut dalam kesenangan, ia luput menyadari gulungan ombak besar bergejolak hingga membawa serta tubuh rampingnya pada kedalaman yang tidak pernah ia duga.

Tak perlu menunggu lautan menjadi tenang, kini ia mulai merasakan lehernya tercekik. Perlahan air laut mulai memasuki kerongkongan diiringi rasa sesak yang menggerogoti dadanya. Natalia bisa merasakan bagaimana setiap teguk bulir asin itu mengisi ruang pernapasannya.

Perih.

Natalia meraba dada hingga lehernya. Mulanya pelan, ia merubah belaiannya menjadi pukulan. Natalia merasa terhimpit. Ia mencoba merobohkan dinding, mencari cela  agar napasnya kembali  menghela.

Nihil.

Rasa sesak itu semakin menghimpitnya. Semakin dalam hingga ia tidak mampu keluar. Sekarat. Natalia telah mencapai ambangnya.

Gelembung terus tercipta. Sudah berapa banyak air yang Natalia telan, ia tidak peduli. Tubuhnya menggeliat melawan kerasnya ombak berharap gelombangnya masih mau bersahabat. Walaupun ia tahu. Sudah tidak ada harapan untuknya.

Ia mencoba berteriak namun tak sepatah kata pun yang lolos dari sana. Rasa lelah dan kantuk menggantikan  semangatnya yang telah sepenuhnya luruh.

Pasrah.

Bisakah Natalia berjuang sekali lagi?

Ah ... Lelah, tubuhnya sudah lelah. Natalia membiarkan kegelapan merayapi kesadarannya, memaksa tubuhnya berhenti memberontak.

Natalia sudah tidak melakukan perlawanan. Laut mulai membawa tubuhnya mengikuti irama ombak yang menari dengan liar. Bibirnya perlahan menerbitkan senyum. Dalam sekarat yang merayapi, sebuah pikiran terlintas di benaknya.

Siapa sangka euforia-ku mampu merenggut nyawaku seperti ini.

Tidak ada penyesalan, baginya samudera telah memberinya kebebasan. Tidak ada hal lain yang lebih ia inginkan. Bukankah ia telah terlepas dari belenggu kepelikkan dunia?

Gadis malang itu mulai tak bergerak. Matanya terpejam. Senyum di wajahnya telah terhapus buih ombak. Tidak ada gelembung lagi. Laut telah menghapus jejaknya. Natalia telah kehilangan hidupnya; rasa sakit yang selalu ia abaikan, kesepian yang tidak pernah mampu ia rasakan, kejenuhan yang selalu enggan ia utarakan. Semuanya telah pupus. Menghilang bersama raganya yang telah kosong.

Pada akhirnya eutopia laut yang begitu ia puja, mampu menenggelamkannya pada kegelapan  terdingin.

End


Terimakasih sudah mau mendengarkan kisah singkat Natalia. Kalian adalah segelintir orang yang tau kalau Natalia pernah ada di dunia ini༎ຶ‿༎ຶ

Nb: Jangan terhasut pemikiran Natalia jika itu menyesatkan^^

28 Maret 2022

Thyt~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top