6. Citrus lemon (2)

Farah menoleh pada Erlang, dan mengernyit. Perempuan itu tampak waspada. Reaksi seperti itu wajar saja sebenarnya. Itu adalah buah dari kenekatan Erlang semalam. Akibat marah karena memergoki Attar mengantar Farah pulang, semalam Erlang mendorong Farah masuk ke kamar gadis itu dan mencumbunya dengan paksa. Hal itu membuat Farah marah dan mengusirnya. Kejadian itulah yang memicu rasa frustasi Erlang dan membuatnya nekat mabuk-mabukan.

"Soal semalam, aku minta maaf," kata Erlang lirih. "Aku tadi malam frustasi dan lepas kendali. Tapi lain kali aku nggak akan begitu lagi. Maaf ya."

Farah menatap Erlang dengan tatapan menilai selama beberapa lama. Sebelum akhirnya ketegangan di wajahnya mengendur.

"Temenin aku sarapan ya? Please?" pinta Erlang sekali lagi saat melihat wajah gadis di hadapannya melunak.

"Udah hampir jam 10 gini, Om belum sarapan?" tanya Farah, sambil mengerling jam tangannya.

"Belum," jawab Erlang singkat. "Yuk!" Ia kemudian meraih lengan Farah dan menariknya.

"Tapi aku udah sarapan, Om." Gadis itu masih sempat menolak meski Erlang sudah menggamit dan menarik lengannya.

"Temenin aku sarapan aja. Kamu nyemil-nyemil aja."

"Ini harga makanannya dipotong dari duit gajiku, Om."

"Nanti aku ganti!" ketus Erlang. "Kamu kalau sama dosenmu itu, juga nagih potongan gaji selama kamu nemenin dia sarapan?"

Farah langsung kicep dan terpaksa menuruti Erlang untuk masuk kembali ke dalam restoran.

"Pagi, Mbak Farah! Pagi, Pak!" sapa Ayu, yang sudah kembali berdiri di depan restoran, menyambut tamu yang datang.

"Hai, Yu! Aku masuk lagi ya, hehehe," kata Farah sambil nyengir salah tingkah pada gadis itu, karena kembali masuk ke restoran, kali ini dengan tamu yang berbeda.

"Siap, Mbak," balas Ayu sambil menunjukkan jempolnya, dengan wajah riang.

Erlang tidak menatap gadis itu. Tapi dari sudut matanya, ia tahu bahwa meski menyapanya dengan sopan tapi Ayu tidak menatap padanya. Gadis itu melarikan pandangannya dari Erlang. Baru saja saat Erlang bicara dengan Farah, tidak sengaja mata Erlang menangkap sosok Ayu yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang. Dan ekspresi gadis itu terlihat dingin.

Karena sudah hampir jam 10 pagi, restoran itu sudah tidak terlalu ramai lagi dengan tamu hotel yang sarapan. Kebanyakan sudah selesai sarapan justru ketika Erlang dan Farah baru masuk.

Hari itu Erlang memilih sarapan di bagian luar restoran. Dengan pemandangan kolam renang dan pantai di seberang hotel. Sudah berkali-kali ia menemui Farah sejak gadis itu bekerja di Bali, sebagai Manager Inventory Control di hotel itu, sehingga ini bukan pertama kalinya ia sarapan di resto outdoor begini. Tapi baru kali itu Farah menemaninya sarapan. Saat itu Erlang kembali merasa iri pada Attar, karena sudah berkali-kali, dan bahkan setiap hari selama seminggu ini, selalu ditemani makan oleh gadis pujaannya.

"Kok tumben Om baru sarapan jam segini?" tanya Farah. "Biasanya maksimal jam 7 udah sarapan?"

Erlang sudah mengenal Farah sejak gadis itu lahir. Farah juga sudah mengenal Erlang sejak ia dapat mengingat. Sehingga pengetahuan tentang Erlang yang selalu sarapan sebelum jam 7 pagi adalah hal yang biasa saja. Meski demikian, Erlang tetap merasa senang karena Farah masih mengingat kebiasaannya itu dengan baik. Berarti gadis itu masih menaruh perhatian padanya.

"Tadi bangun kesiangan," jawab Erlang singkat, sambil mulai memakan omelette-nya.

"Tadi malem begadang? Atau clubbing lagi sama Om Dodi?"

Dodi adalah teman lama Erlang yang tinggal di Bali. Ketika mereka bertemu kembali beberapa bulan yang lalu, dengan pengalaman keduanya di bisnis kuliner, mereka membicarakan kemungkinan untuk membuka restoran bernuansa baru di Bali. Dan dalam rangka mendiskusikan rencana tersebut, beberapa kali Dodi mengajak Erlang untuk ngobrol di kelab langganannya. Tentu saja sambil sekalian clubbing.

Farah pernah menyiratkan bahwa ia tidak suka Erlang ikut clubbing bersama Dodi. Kalau memang mereka ingin diskusi tentang restoran yang dirintis, mereka bisa ngobrol di tempat lain yang lebih tenang. Tapi Farah memang tidak terlalu banyak protes karena tidak ingin ikut campur.

Andai dulu Erlang mendengarkan nasehat Farah, mungkinkah kejadian semalam tidak akan terjadi?, pikir Erlang dengan desah tak terdengar.

Erlang tidak menjawab pertanyaan Farah. Dia hanya lanjut memakan sarapannya.

"Usia emang nggak bisa bohong ya," komentar Farah.

Erlang mengerling dengan dahi berkerut. Tidak mengerti maksud kata-kata Farah.

"Si Ayu tuh, tetangga kamarku yang tadi jaga di depan restoran, Om inget?" tanya Farah. Erlang hanya bisa mengangguk kaku. "Dia pulang kerja jam 4 pagi. Jam 6 pagi udah bisa stand by lagi disini. Bahkan hari Minggu begini dia tetep kerja. Kayak nggak ada capeknya tuh anak. Emang masih 20 tahun sih, makanya masih strong gitu. Mungkin karena Om udah ampir 40 tahun kan, jadinya pulang malem dikit, bangunnya kesiangan."

Farah terkekeh mengejek Erlang. Tapi Erlang justru tercenung dengan informasi yang baru saja didengarnya.

"Jam kerja di hotel ini dari pagi sampai tengah malam?" Erlang bertanya, sok tidak tahu.

"Bukan. Dia kerja disini shift pagi. Malam hari dia kerja di kelab. Kayaknya di kelab yang sama kayak tempat Om Dodi suka ngajak Om Erlang deh. Om belum pernah ketemu Ayu disana?"

Alih-alih menjawab pertanyaan Farah, Erlang malah menanyakan hal lain. "Kerja di dua tempat gitu, boleh?"

"Di hotel ini sih nggak ada aturan yang melarang," jawab Farah. "Pas awal-awal dia kerja disini, katanya Ayu malah pengen long-shift. Lembur gitu. Tapi ada beberapa karyawan lain yang protes kalau Ayu terus yang dikasih jadwal lembur. Jadinya Ayu nyari kerjaan di tempat lain."

"Buat apa kerja di dua tempat? Capek banget kan." Meski kepo, Erlang berusaha agar tetap terdengar tidak terlalu peduli.

Farah angkat bahu. "Kalau aku tanya, Ayu nggak pernah jawab jelas. Cuma bilang bahwa dia butuh banyak uang. Mungkin untuk keluarganya. Makanya Sabtu-Minggu juga dia nggak pernah ngambil libur. Huwek!!!" Tiba-tiba Farah menjulurkan lidahnya. "Asem banget lemon waternya."

Erlang terkekeh melihat ekspresi Farah. "Ya lagian, kamu ngapain sok-sok minum lemon water gitu doang? Temenin aku makan, bawa cemilan sini! Jangan cuma minum gitu doang."

"Kan tadi aku udah bilang, aku udah makan, Om. Kalo makan lagi, nanti aku gemuk. Mending minum ini aja, minuman yang gosipnya bisa mengobati sakit maag akibat kelebihan asam lambung segala."

"Seriously, Far? Kamu percaya?" Erlang mendelik.

"Ya kagak lah!" jawab Farah cepat, sambil tertawa santai. "Jelas-jelas lemon itu asam, trus gimana bisa menetralkan asam lambung? Udah ada penelitian yang membantah mitos itu kok, bahwa jelas-jelas air lemon nggak bisa menetralkan asam lambung."

Erlang mengangguk-angguk setelah meneguk tehnya. "Syukur deh, kamu nggak percaya air lemon menetralisir asam lambung," kata Erlang.

Farah terkekeh singkat. Suara tawa dan wajah tersenyum itu yang membuat Erlang selalu merasa gamang. Gadis itu sudah berkali-kali menolaknya. Kadang juga bersikap ketus. Tapi di saat lain gadis itu masih bersikap ramah padanya dan tertawa di hadapannya. Kontradiksi sikap Farah itu membuat Erlang tidak bisa melepas harapannya dan tetap terus berharap suatu saat nanti Farah dapat menerimanya kembali.

"Si Ayu bisa banget minum lemon water gini tanpa merasa keaseman," kata Farah kemudian, seperti sedang bicara pada dirinya sendiri, bukan pada Erlang. Matanya sedang menatap kolam renang di hadapan mereka. "Kata Ayu, kalau hidup kita udah asem banget, lemon water ini nggak seberapa asemnya. Jadi kalau dipikir-pikir, kalau aku masih merasa keaseman saat minum lemon water ini, aku patut bersyukur. Artinya, hidupku belum asem banget, masih ada manis-manisnya. Keren juga filosofinya si Ayu."

Diam-diam, tanpa sepengetahuan Farah, Erlang melirik pada Ayu. Gadis itu kini tidak lagi berdiri menyambut tamu di depan resto, melainkan membantu rekannya untuk membereskan beberapa meja. Saat tamu hotel lewat di hadapannya, ia akan menyapa sekilas dengan senyum. Hal itu dan cerita Farah tentang pekerjaan Ayu, membuat Erlang bertanya-tanya, sebenarnya seberapa perihnya hidup gadis itu, sampai-sampai ia masih bisa tersenyum setelah apa yang dialaminya semalam?

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top