45. Erythroxylon coca (2)

Welcome back, Om Erlang! Pebinor paling didukung emak2 WP!

Siapa yg kangen sama Om Erlang yang bangcad tapi ngangenin?

* * *

Banyak hal yang membuat Erlang tidak yakin bahwa Ayu hanya gadis desa biasa. Salah satunya adalah dari caranya menulis surat lamaran kerja dan curriculum vitae. Memang tidak ada yang spesial sekali dari surat lamaran kerja dan CV yang ditulis Ayu, tapi itu jelas bukan lamaran dan CV yang biasa ditulis oleh seorang lulusan SMA. CVnya hanya 1 halaman, tapi secara ringkas dan padat menjelaskan kualifikasinya. Surat lamarannya juga tidak bertele-tele, seolah gadis ini sudah sering menulis surat lamaran/ application letter. Bahkan lulusan sarjana saja masih banyak yang tidak bisa menulis surat lamaran dan CV yang baik, singkat dan menarik.

Ketika membuka kembali berkas lamaran kerja Ayu, Erlang jadi teringat kembali bahwa sejak saat itu ia tidak lagi percaya bahwa gadis itu hanya gadis desa biasa.

Tapi sial! Gadis itu tidak mencantumkan alamat pada CVnya. Sepertinya gadis itu sengaja melakukannya agar tidak ada yang tahu data diri lengkapnya. Dan karena waktu itu Erlang sudah percaya pada Ayu, ia juga tidak minta fotokopi KTP gadis itu sebagai lampiran berkas lamaran.

Erlang mendesah, putus asa dan gelisah. Ia tidak tahu bagaimana ia bisa menemukan Ayu kembali. Ia sudah beberapa kali mencoba menelepon Ayu, tapi selalu tidak tersambung atau tidak dijawab.

Sudah lebih dari seminggu Ayu pergi dan tidak sekalipun gadis itu memberi kabar padanya. Ya memang bukan kewajiban Ayu untuk mengabari Erlang sih. Kan Erlang sudah bukan bosnya lagi.

Awalnya Erlang memilih untuk tidak peduli. Ayu hanya salah satu karyawannya saja. Sebelum Ayu, banyak karyawan lain juga yang sudah mengundurkan diri dan pindah kerja. Tapi kenapa berhentinya Ayu kali ini membuat Erlang merasa.... sedih?

Erlang harusnya bisa saja mengabaikan perasaan sentimental sepele seperti itu.
Tapi makin ia mencoba, perasaan mengganjal di dalam dirinya semakin sesak. Apalagi jika mengingat percakapan terakhirnya dengan Ayu.

"Nggak usah GR! Saya nggak naksir sama kamu!"

"Tapi saya yang jadi jatuh cinta sama Bapak!"

"Dari awal saya juga tahu kamu sudah punya suami. Saya nggak mungkin jatuh cinta sama istri orang kan. Kamu... paham kan ya, saya sama sekali nggak ada maksud___"

"Paham, Pak."


Meski dirinya yakin tidak ada yang salah dengan apa yang dikatakannya pada Ayu hari itu, tapi Erlang tetap merasa tidak nyaman. Meski wajah Ayu datar saja menanggapi kata-katanya, belakangan ia sadar, barangkali dirinya sudah menyakiti hati gadis itu. Apalagi mengingat kemampuan acting Ayu, bukan tidak mungkin gadis itu menutupi rasa sakit hatinya dengan wajah datarnya.

Kesadaran itu tentu saja datang terlambat, setelah Ayu pergi. Beberapa hari tanpa Ayu barulah Erlang sadar bahwa dirinya merasa kehilangan. Dan rasa kehilangan akibat kepergian Farah dulu ke Bali tidak sebesar rasa kehilangan yang dirasakannya saat Ayu pergi kini.

Apakah itu berarti Ayu telah berhasil menggantikan posisi Farah di hati dan pikiran Erlang?

Apakah itu berarti Ayu hanya pengganti atau pelarian?

Yang kira-kira dong, Bro,
masa lari dari Farah malah ke istri orang?

No! No! Masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa dirinya tertarik pada Ayu, yang adalah istri orang. Yang jelas dirinya harus bertemu dulu dengan Ayu, dan minta maaf tentang kata-kata terakhirnya pada gadis itu. Ia ingin memastikan, tidak ada lagi yang mengganjal diantara hubungan mereka.

Ngapain sih, Angga!
Lo ga bakal ketemu dia lagi.
Ngapain juga pusing gimana perasaannya akibat kata-kata lo?

Erlang mengabaikan protes dari otaknya. Kali ini dia ingin mengikuti kata hatinya.

Hati? Udah mulai main hati, Bro?
Inget, itu istri orang.

Tapi dia udah pisah sama suaminya.

Udah pisah tapi kan belum cerai.
Lu ngarep dia cerai sama suaminya?
Katanya nggak naksir dia,
kenapa lu ngarep dia cerai?


Perdebatan otak dan hatinya terputus oleh sebuah pesan WA dari Pak RT.

Pak RT: Assalamualaikum Mas Angga. Saya lupa, nomer hp Mas Angga belum masuk ke grup warga RT. Ini ada pengumuman utk kenaikan iuran satpam.....

Erlang tidak melanjutkan membaca pesan Pak RT. Alih-alih, ia men-scroll riwayatnya berbalas pesan dengan Pak RT dan tersenyum lebar.

Baru kali ini ia merasa senang menerima pesan Pak RT.

* * *

"P-pak Erlang?"

"Ayu!"

Erlang bangkit dari duduknya di sofa ruang tamu, menyambut gadis itu. Refleks sudut bibirnya terangkat karena bahagia dan lega, ternyata ia tidak salah alamat.

Belum sampai dua minggu Erlang tidak bertemu Ayu, tapi saat bertemu Erlang merasa terlalu antusias. Ia melihat penampilan Ayu juga berubah. Di rumahnya dulu, ia terbiasa melihat Ayu dengan kaos santai dan rambut diikat ekor kuda, tampak manis tanpa make up sedikitpun. Sementara gadis yang berdiri di hadapannya saat ini memakai pakaian rapi, celana panjang dan sweater turtleneck warna hijau. Tampak cantik dengan make up naturalnya.

"Bapak kok tahu alamat sini?" Wajahnya jelas kebingungan.

"Saya pernah kirim foto KTP kamu ke Pak RT, waktu lapor warga kan."

"Oh, iya," Ayu seperti baru sadar.

"Ini saya nggak dipersilakan duduk?"

"Eh? Oh, iya, Pak. Silakan duduk."

Masih sambil tersenyum, Erlang duduk kembali. Sementara Ayu duduk di sofa terpisah, berhadapan dengan lelaki itu, tampak salah tingkah.

"Kamu apa kabar, Yu?" tanya Erlang memulai.

"Baik, Pak. Maaf saya pergi cuma pamit lewat WA."

"Nggak apa-apa," jawab Erlang kalem.
"Saya coba telepon kamu, nggak pernah diangkat. Pasti lagi sibuk sama ibu?"

"Eh? Iya Pak. Maaf."

"Ibu kamu gimana?"

"Hmmm," Ayu tampak ragu menjawab. "Sekarang sudah pulang dari RS, Pak."

"Syukurlah," Erlang menanggapi. "Berarti Ibu ada di dalam? Saya boleh menjenguk?"

"Bapak sengaja kesini, khusus nyari saya?"

"Nggak usah GR. Saya ada urusan di Surabaya. Jadi sekalian mampir aja."

Wajah Ayu yang semula waspada sekaligus antusias, meredup.

Sejak mereka tinggal serumah dulu, Ayu selalu merasa Erlang memiliki perhatian lebih padanya. Itu kenapa dia  sampai kelepasan mengatakan suka pada lelaki itu. Tapi ini sudah ketiga kalinya lelaki itu menyuruhnya jangan GR. Kali ini Ayu juga yakin Erlang sengaja mencarinya ke Surabaya. Tapi lelaki itu tidak mau mengakuinya, dan malah berkata hanya mampir. Itu bisa berarti dua hal.

Bisa jadi lelaki itu memang tertarik padanya, tapi tidak mau terlibat dengan perempuan murahan seperti dirinya. Atau bisa jadi memang selama ini dirinya yang GR, lelaki itu memang tidak menyukainya.

Bahu Ayu terkulai turun.

Ternyata pengalaman tidak membuatnya lebih pintar dalam menilai lelaki. Dulu ia pernah mengira Bayu orang baik. Ternyata ia salah. Dan kini ia mengira Erlang menyukainya. Dan ia salah lagi.

"Pakaian kamu ada yang ketinggalan di ruang laundry." Erlang mengambil paper bag yang tadi ia letakkan di sisinya, dan meletakkannya di meja tamu, di hadapan Ayu.

Ayu mengintip isi paper bag itu dan mengangguk. "Terima kasih, Pak," kata Ayu.

Erlang kemudian mengulurkan sebuah amplop di samping paper bag tersebut.

"Ini gaji kamu bulan ini. Kamu pergi sebelum gajian," Erlang menjelaskan. "Meski saya nggak yakin apa benar kamu masih butuh uang ini atau nggak. Melihat rumah ini, uang gaji kamu ini harusnya cuma seperti uang jajan seminggu." Erlang lalu terkekeh sendiri.

Melihat rumah Ayu sekarang, sudah mengkonfirmasi kecurigaannya bahwa gadis itu bukan gadis desa biasa.

Ayu mengambil amplop tersebut, memasukkannya ke paper bag berisi hoodie. Dan membawa paper bag itu ke pangkuannya.

"Terima kasih Pak."

Setelah itu Ayu tidak berkata apa-apa. Ia hanya menunggu Erlang melanjutkan. Hal ini membuat Erlang agak gugup.

"Ibu kamu ada di dalam? Keadaannya sudah membaik kan? Beliau sakit apa? Saya boleh jenguk beliau?" tanya Erlang akhirnya, membuka obrolan.

"Ibu saya nggak tinggal disini Pak," jawab Ayu.

"Lho? Jadi?"

"Ibu saya tinggal di Malang."

"Lho? Jadi rumah ini..." Awalnya Erlang bingung, tapi kemudian seperti seseorang memukul kepalanya dan memaksakan kesadaran kepadanya. ".... ini rumah..."

Ayu mengangguk dengan ekspresi tenang. "Ini rumah suami saya."

Untuk beberapa saat Erlang kehilangan kata-kata.

"... kamu rujuk sama suami kamu...?" tanya Erlang hati-hati. Ia tidak ingin percaya dan berharap dugaannya salah.

"Iya Pak."

Tapi jawaban Ayu terdengar mantap.

"Suami kamu yang namanya Bayu?"

Ayu tidak menjawab. Ia tampak enggan meneruskan percakapan mereka.

"Bukannya itu orang yang membuat kamu trauma?"

Ayu masih diam.

"Kalian benar rujuk? Kenapa kamu mau kembali pada orang seperti itu?" tanya Erlang, agak tidak sabar.

"Bapak masih ngejar-ngejar Mbak Farah, berharap mendapat kesempatan kedua kan?" Ayu membalikkan percakapan. "Setiap orang ingin mendapat kesempatan kedua."

Erlang menatap mata Ayu. Ayu juga tidak mengalihkan pandangannya, membalas tatapan Erlang dengan tenang dan datar.

"Bapak kesini cuma karena mampir kan? Kalau masih ada keperluan lain, nggak apa-apa lho Pak. Makasih sudah mampir membawakan ini," kata Ayu kemudian.

"Yu...." kata Erlang, buru-buru sebelum Ayu sempat bangkit. "Apa suami kamu sekarang bersikap baik sama kamu?"

"Iya," jawab Ayu.

"Benar?"

"Benar atau nggak, Bapak akan segera pulang ke Jakarta setelah ini kan?"

Jleb!

"Habis ini saya ada perlu keluar. Bapak juga sudah akan pulang kan?" kata Ayu cepat. "Hati-hati di jalan ya Pak."

"Yu!" Dengan cepat Erlang meraih tangan Ayu ketika gadis itu bangkit dari duduknya.

Tanpa sengaja bagian tangan dari sweater yang dipakai Ayu tertarik lebih tinggi dari seharusnya. Dengan cepat Ayu menurunkan sweaternya hingga pergelangan tangannya tertutup. Tapi gerakan yang tiba-tiba itu membuat Erlang justru curiga dan ia, untuk sepersekian detik, sempat melihat bekas ikatan di pergelangan tangan gadis itu.

"Yu, tangan kamu..."

Suara bel rumah memecah percakapan mereka. Dari dalam rumah, Mbak Sum berlari keluar untuk membukakan pintu gerbang. Dengan cepat Ayu melepaskan cekalan Erlang dari tangannya.

Gadis itu melarikan tatapannya dari Erlang. Gugup karena lelaki itu melihat yang tidak seharusnya terlihat. Di sisi lain, Erlang jadi makin penasaran memerhatikan Ayu, dan mendapati warna aneh di leher Ayu, meski sebagian besar sudah tertutup kerah turtleneck. Dan saat melihat wajah Ayu yang dilapis make up, Erlang jadi teringat pada Ayu yang menggunakan concealer saat di Bali dulu untuk menutupi lebam di wajahnya.

"Mbak Ranu, ada Mas Enggar. Katanya adik Mbak Ranu? Mau nganterin hape Mbak Ranu yang ketinggalan," kata Mbak Sum ketika kembali dari pintu pagar, menyelamatkan Ayu.

"Oh iya Mbak. Itu adik saya. Disuruh masuk aja Mbak," kata Ayu. "Sekalian tolong antar Bapak ini ke luar ya Mbak. Bapaknya udah mau pulang."

* * *

Hilih! Masih brengsek aja si Om Erlang. Gw gorok jg nih.

Si Ayu juga, sok gengsi amat jadi cewek! Hilih kalian berdua!

#authorNapsu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top