4. Ginkgo biloba (2)
"Terima kasih wedang jahenya..." kata Erlang, nekat mengkonfrontir.
Gadis itu menengadah menatap wajah Erlang. Tidak tampak menantang, tapi lebih seperti tatapan menilai. Beberapa detik kemudian gadis itu menggangguk.
"Ternyata jahe memang efektif meredakan hangover."
Erlang yang semula menduga gadis ini akan berpura-pura tidak mengerti kata-kata Erlang. Jadi ketika gadis itu justru mengkonfirmasi dugaannya, Erlang jadi kaget sendiri.
"Jadi tadi malam... itu benar kamu?"
Lagi-lagi Erlang terkejut ketika gadis itu tersenyum.
Hah?! Tersenyum?!
"Terima kasih, Pak, Bu!" Ternyata gadis itu bukan tersenyum pada Erlang, tapi pada sepasang suami istri di balik punggung Erlang, yang melangkah keluar dari restoran.
"Makasih, Mbak." Suami istri itu membalas sapaan Ayu dengan senyum yang sama ramahnya.
Erlang menunggu kedua orang itu berlalu agak jauh, sebelum kembali bicara pada Ayu.
"Tadi malam, di club, kamu yang membawa saya kembali kesini?"
Selagi kembali menatap Ayu, Erlang menangkap ekspresi wajah Ayu kembali berubah ketika kedua orang tamu itu telah jauh.
"Iya, Pak," jawab Ayu. Senyum yang semula tersungging untuk para tamu, di hadapan Erlang kini lenyap.
"Terima kasih."
Ayu tidak menjawab. Hanya mengangguk dengan ekspresi datar.
"Setelah saya tiba di kamar, apa...." Lidah Erlang terasa kelu. Ia penasaran, tapi di sisi lain, ia takut dan tidak siap dengan jawaban yang akan Ayu berikan. Ia sampai tidak tahu bagaimana harus bertanya.
Erlang tidak akan heran jika Ayu menamparnya saat ia mengungkit kejadian semalam. Tapi lagi-lagi gadis itu membuatnya bengong saat gadis itu malah tersenyum.
"Selamat pagi Bu. Selamat menikmati sarapan."
Erlang menahan geraman kesal. Kali ini tiga orang wanita melangkah masuk ke restoran hotel, dan disambut dengan senyuman hangat Ayu.
"Bisa kita bicara berdua aja?" kata Erlang, kesal.
"Saya sedang kerja, Pak."
"Saya tahu. Tapi tolong. Lima menit aja," pinta Erlang cepat. Dirinya merasa kesal, tapi ia harus menahan diri. Ia harus bersikap baik pada gadis ini sekarang.
Ayu tampak menimbang sesaat, sebelum akhirnya ia pamit sebentar kepada Erlang. Erlang kemudian melihat gadis itu bicara pada salah seorang temannya, yang kemudian terlihat mengangguk. Mungkin Ayu meminta temannya untuk menggantikannya sebentar. Setelahnya, gadis itu mengajak Erlang ke tepi kolam renang, yang berada di luar restoran hotel.
Mereka berada di tepi kolam renang, di bawah pepohonan yang menyamarkan keberadaan mereka sekaligus menaungi dari matahari yang mulai meninggi.
Setelah mereka berdiri berhadapan, Ayu hanya diam. Ia menengadah menatap Erlang yang menjulang di hadapannya. Tidak terlihat tatapan menantang, tapi ia juga tidak terlihat menghindari tatapan Erlang.
Mendapati sikap Ayu yang berani seperti itu, Erlang cukup terkesima. Gadis ini hanya setinggi bahunya, tapi sama sekali tidak terlihat terintimidasi, baik oleh Erlang maupun oleh kejadian semalam. Berbeda dengan sikap Farah dulu yang terlihat jelas menghindarinya setelah hal itu terjadi, kali ini sikap Ayu justru sangat datar, seperti tidak terjadi apa-apa.
"Apa semalam saya melakukan hal buruk pada kamu?"
Akhirnya Erlang menanyakan hal yang sejak pagi mengganggunya. Ayu pasti sudah menduga Erlang akan membicarakan hal ini sehingga sama sekali tidak terlihat terkejut.
"Sejauh apa yang saya lakukan?" tanya Erlang. Sedikit banyak ia merasa gentar dengan ketenangan Ayu.
"Sejauh apa yang Bapak ingat?" Gadis itu malah membalikkan pertanyaan. Membuat Erlang makin merasa sebagai tertuduh.
"Apa saya... menyakiti kamu?"
Ayu tidak segera menjawab. Tapi kemudian ia mengangguk.
"Maaf."
Erlang bersungguh-sungguh dengan permintaan maafnya. Tapi Ayu hanya mengangguk singkat.
"Saya sungguh-sungguh minta maaf," kata Erlang, dengan wajah lebih serius. "Apa ada yang bisa saya lakukan untuk menebus kesalahan saya?"
"Nggak ada, Pak."
Betul! Pemerkosaan bukan kesalahan yang bisa ditebus. Pencurian barangkali bisa ditebus dengan mengembalikan barang curian. Tapi pemerkosaan dan pembunuhan, tidak ada hal yang bisa dikembalikan setelah kejahatan tersebut dilakukan.
Erlang tahu itu. Tapi setidaknya ia ingin melakukan sesuatu untuk mengurangi rasa bersalahnya. Barangkali dengan Ayu marah atau meminta tanggung jawab, meski berat untuk Erlang, tapi hal itu bisa mengurangi rasa bersalahnya. Tapi apa? Ternyata gadis itu tidak minta apapun darinya. Bagaimana ia bisa mengurangi beban di hatinya jika demikian?
"Saya... sungguh-sungguh minta maaf, Ayu. Tadi malam saya mabuk. Saya nggak benar-benar sadar apa yang saya lakukan. Saya... maaf kalau semalam saya... memaksa dan menyakiti kamu."
Ayu hanya mengangguk. Dan hal itu sama sekali tidak membantu. Dengan respon seperti itu, bagaimana Erlang bisa menebus kesalahannya?
"Kalau kamu mau pukul saya atau..."
"Saya sudah memukul, menampar dan menendang Bapak berkali-kali semalam."
Erlang meraup wajahnya dengan frustasi. Ternyata sebrutal itu dirinya semalam, hingga tendangan dan pukulan gadis ini tidak mampu membuatnya berhenti melakukan tindakan bejat.
"Astaga! Maaf, Ayu. Maafin saya."
Gadis itu masih berdiri mematung dengan wajah datarnya.
"Tadi malam saya benar-benar mabuk. Saya bukan diri saya sendiri. Sungguh, saya nggak pernah bermaksud melakukan itu ke kamu. Beneran, saya___"
"Saya percaya."
"Eh?" Erlang kicep.
"Saya percaya Bapak nggak bermaksud melakukan itu ke saya."
Mata Erlang perlahan membulat ngeri.
"Semalam, bukan nama saya yang Bapak sebut saat orgasme."
Andai bisa copot, bola mata Erlang pasti sudah copot dari kelopaknya. Saking ngerinya mendengar kelugasan gadis di hadapannya.
"Ayu, emm... itu...."
"Bapak nggak perlu khawatir. Saya nggak akan bilang apapun ke Mbak Farah. Termasuk tentang apapun yang Bapak hayalkan tentang Mbak Farah."
Erlang merasa jantungnya dicabut saat itu juga.
* * *
Ckckck,,, om,,,, om,,,,
*geleng2kepala
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top