39. Eugenia caryophyllata (1)

Bab kali ini manis2 dan aman dibaca semua umur 😘😘

Semoga yg vote n komen makin banyak. Aamiin.

* * *

Ganes: Gw mau jadi pebinor, dihujat netijen. Giliran si Erlang, malah didukung jd pebinor. Apakah krn gw krg om2, jd ga ada yg dukung gw?

* * *

Jogjakarta, tiga tahun lalu

Andai bukan karena mempertimbangkan keberadaan orang-orang yang hadir di auditorium besar itu, setelah acara ditutup dan dirinya turun dari panggung, Eugenia Ranupadma pastilah sudah berlari melintasi auditorium dan melompat memeluk pemuda berkacamata yang mengalungkan kamera di lehernya. Tapi menahan diri agar tidak terbang, gadis itu melangkah lebar dan cepat, secepat yang kaki kecilnya bisa lakukan, untuk menyeberangi auditorium. Dan begitu dirinya sampai di hadapan pemuda itu, sang pemuda langsung merengkuhnya dalam pelukan.

"Selamat, Ranu Sayang!"

"Aku dapet perunggu, Mas Ezra!" Gadis itu melompat-lompat kecil dalam pelukan sang pemuda. Terlalu antusias.

"Iya, iya," jawab sang pemuda sambil terkekeh sabar. "Tadi udah aku foto-foto, banyak."

"Aku cakep ndak di foto?"

"Cakep dong. Pacarnya siapa dulu... Eh! Eh!"

"Jiaannn bocah! Peluk-peluk seenaknya! Bukan mahram!" Seseorang menarik kerah seragam sekolah Ezra dari belakang, membuat pelukannya pada tubuh Ranu terlepas.

"Yaaahhh Pak Aryo!" keluh Ezra terang-terangan.

Lelaki di akhir 20 tahunan yang dipanggil Aryo itu melotot pada Ezra. Sementara itu Ranu tertawa salah tingkah karena terpergok berpelukan di depan gurunya. Detik berikutnya tubuh Ranu sudah diserbu oleh pelukan dari teman-teman sekolahnya yang juga turut serta mewakili sekolah pada acara olimpiade sains tingkat SMA itu.

Ada 4 orang siswa dari sekolahnya, ditambah 1 orang guru yang bertugas mendampingi, yang hadir pada acara OSN itu. Ezra bukan bagian dari siswa yang ikut olimpiade, tapi dia penyusup yang turut hadir demi mendampingi kekasih tersayangnya berjuang. Tidak sia-sia dia bolos sekolah demi hadir di acara tersebut, karena akhirnya ia bisa mengabadikan kemenangan Ranu.

Keenam orang itu masih mengobrol heboh, karena 2 orang wakil dari sekolahnya berhasil mendapatkan medali perak bidang Matematika dan medali perunggu bidang Biologi, ketika seorang lelaki menyapa mereka.

"Om Bayu!" Ranu menyapa antusias pada lelaki yang baru datang ini.

"Hei! Selamat ya Ranu!" Lelaki itu meraih pundak Ranu, merangkulnya dan menepuk-nepuknya selama beberapa detik, sambil tersenyum lebar.

Belum sempat Ranu membalas ucapan tersebut, lelaki itu sudah melepas rangkulannya, lalu beralih pada Aryo. "Selamat ya Pak! Dua orang wakil sekolah berhasil membawa medali!"

"Oh iya, makasih Pak!" Aryo menyambut uluran tangan lelaki itu. "Bapak ini...."

"Saya Bayu. Omnya Ranu."

"Oh! Selamat ya Pak, keponakan Bapak hebat!" Kali ini gantian Aryo yang mengucapkan selamat kepada Bayu.

Bayu mengangguk dengan senyum lebarnya. Lalu lelaki itu kembali menoleh pada Ranu yang menatapnya dengan bersemangat.

"Good job, girl!" puji Bayu, sambil menepuk kepala Ranu, yang hanya setinggi bahunya, pelan. Membuat senyum Ranu merekah makin lebar.

"Makasih Om! Om kok ada disini?" tanya Ranu penasaran.

"Om lagi ada kerjaan di Jogja. Kebetulan Papa kamu cerita bahwa kamu lagi OSN disini, jadi Om mampir. Nggak sia-sia Om mampir kesini. Bisa lihat kamu menang," jawab Bayu. "Kamu udah ngabarin Papa Mama?"

"Belum, Om."

"Sana, ngabarin dulu!"

"Iya, Om." Ranu mengangguk, kemudian mengambil ponsel dari tasnya.

Sementara itu Bayu kembali beralih pada Aryo. "Balik ke Malang hari ini atau besok, Pak?" tanya Bayu sopan.

"Besok, Pak. Hari ini kami mau merayakan kemenangan Bisma dan Ranu dulu, trus beli oleh-oleh," jawab Aryo yang bertugas sebagai guru pendamping.

"Kebetulan!" kata Bayu antusias. "Biar saya yang traktir."

"Eh? Nggak usah Pak. Ada anggaran kok dari sekolah," tolak Aryo.

"Nggak apa-apa, Pak. Biar saya aja yang traktir," Bayu berkeras.

Dan akhirnya petang hari itu mereka makan bersama di sebuah restoran AYCE makanan Jepang, berkat traktiran Bayu. Teman-teman Ranu yang lain tentu saja bahagia karena bisa makan sepuasnya gratis.

"Mas Ezra kenapa sih, manyun aja dari tadi?" tanya Ranu. Dirinya mencondongkan tubuh pada pacarnya yang duduk di sampingnya, berbisik.

"Ndak apa-apa," jawab Ezra. Tapi Ranu tahu bahwa pemuda itu sedang merajuk.

"Mas...." bujuk Ranu, dengan gaya manjanya. Membuat Ezra tidak tahan ngambek lama-lama.

"Om Bayu itu siapa sih? Kok ngaku-ngaku om kamu? Kayaknya aku nggak tahu bahwa kamu punya om yang namanya Bayu?" Ezra berani bertanya begitu karena saat ini Bayu sedang ke toilet. Sejak tadi ia menahan rasa cemburu dan penasarannya karena Bayu selalu berada di sisi Ranu.

Mendengar pertanyaan penuh nada cemburu dari Ezra, Ranu terkikik."Mas Ezra cemburu tho?"

"Lho iya lah. Kamu kan pacarku. Yo sepantese aku cemburu tho?"

Ranu kembali terkikik. "Ojo nesu tho Mas. Om Bayu itu rekan bisnisnya Papa, sudah beberapa tahun ini. Beberapa kali main ke rumah juga. Orangnya baik. Umurnya udah 35 tahun. Wis om-om ngono lho. Ora mungkin aku naksir, Mas."

"Dia udah nikah?"

"Belum. Tapi wis tho, ora, ora. Om Bayu yo ora mungkin naksir cah cilik koyo aku. Wis ojo jealous wae!"

Ezra tidak sempat mendebat karena kemudian Bayu kembali dari toilet dan bergabung bersama mereka lagi.

Ezra pikir hanya sampai disana Bayu mengganggu kebersamaannya dengan Ranu. Tapi ternyata keesokan paginya, ia kembali bertemu dengan lelaki itu.

Mereka berenam sudah berkumpul di lobi hostel setelah sarapan, ketika Ezra melihat lelaki bertubuh tinggi besar itu menghampiri mereka lagi.

"Lho? Om kesini?" sambut Ranu, bingung.

"Iya," jawab Bayu sambil tersenyum. "Pulang bareng Om aja yuk."

"Lha? Pulang kemana? Om kan tinggal di Surabaya."

Bayu memang rekan bisnis ayah Ranu, yang memiliki usaha di bidang properti. Tapi ia tidak tinggal di kota yang sama dengan Ranu.

"Om sekalian mau ketemu Papa kamu. Makanya, sekalian aja kamu pulang bareng Om."

"Kerjaan disini udah beres?"

Bayu mengangguk sambil tersenyum lembut. "Sudah."

Ranu masih menimbang-nimbang tawaran itu. Sejujurnya ia lebih nyaman pulang bersama Pak Aryo dan teman-temannya. Apalagi ada Ezra juga. Tapi belum sempat Ranu menolak tawaran Bayu, lelaki itu sudah menghampiri Pak Aryo terlebih dahulu dan meminta ijin membawa Ranu pulang bersamanya.

"Aduh gimana ya Pak," Aryo menanggapi. "Ini saya diberi amanah mendampingi anak-anak ini sampai balik lagi ke sekolah. Dan saya belum minta ijin sama orangtua Ranu. Meski Pak Bayu ini om-nya Ranu, tapi..."

"Kalau gitu biar saya yang minta ijin nggih, Pak," Bayu menanggapi dengan sopan.

Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang. Setelah telepon di seberang diangkat, Bayu terdengar bicara pada orang di seberang sana selama beberapa saat. Lelaki itu kemudian mengalihkan ponselnya pada Aryo. Guru pendamping itu mendengarkan kata-kata orang di seberang sambil mengangguk-angguk.

"Jadi, ndak apa-apa nggih Pak, ini Ranu pulang sama Pak Bayu?" Ranu mendengar pertanyaan Aryo. Sebelum akhirnya lelaki itu mengangguk-angguk lagi.

Sesaat kemudian Aryo mengalihkan ponsel itu kembali, kali ini bukan mengembalikan kepada Bayu, tapi justru memberikan kepada Ranu.

"Eh?" Ranu bingung dan ragu ketika menerima ponsel Bayu itu dari tangan Aryo. Di layarnya tertera tulisan "Pak Bramantyo". Itu nama ayah Ranu.

"Ya, Pa?" sapa Ranu ketika menempelkan ponsel itu di telinganya.

Sapaan itu langsung disambut oleh sebuah suara berat yang memang dikenalinya sebagai suara ayahnya. Selanjutnya ia menerima pesan-pesan dari ayahnya bahwa ia bisa pulang bersama Bayu.

Setelah sang ayah menutup teleponnya, Ranu mengembalikan ponsel Bayu kepada pemiliknya. Dan setelah Bayu bercakap-cakap sesaat, akhirnya diputuskan Ranu ikut pulang bersama Bayu dengan mobilnya. Dan karena mobil Bayu hanya cukup untuk 4 orang penumpang lain, tentunya Aryo dan keempat siswa lainnya tidak bisa ikut bersama Bayu dan Ranu. Jadi mereka tetap pada rencana awal untuk pulang dengan kereta api.

Setelah beberapa saat memulai perjalanan pulang mereka di mobil Bayu, Ranu membuka ponselnya, hendak menghubungi Ezra. Tadi di hostel, ia hanya sempat berpamitan sekilas kepada teman-temannya, termasuk Ezra. Tapi belum sempat menjelaskan pada Ezra.

Tapi baru saja ia membuka kolom chatnya dan Ezra, sejumlah pesan sudah masuk terlebih dahulu. Dari kata-kata dalam pesan singkatnya, Ezra jelas marah dan kecewa karena Ranu justru pulang dengan orang lain. Dan sialnya, dengan orang yang membuatnya cemburu. Dengan cepat Ranu membalas pesan itu dan menjelaskan bahwa ia hanya mengikuti pesan ayahnya tadi.

"Serius amat WA-an nya. Pacarnya marah ya karena Om culik kamu?"

"Eh?" Refleks Ranu menoleh pada lelaki yang sedang menyetir di sebelahnya.

"Yang berkacamata dan bawa-bawa kamera itu, pacar Ranu kan?"

"Eh... emmm..."

"Dari kemarin sinis banget ngeliatin Om," Bayu kemudian terkekeh. "Dia ikut olimpiade apa?"

"Oh, nggak Om. Dia cuma supporter aja."

"Khusus mensupport kamu?"

Ranu terkekeh salah tingkah. "Dia anak klub fotografi yang bantuin Majalah Sekolah juga Om. Jadi bantuin dokumentasi sepanjang OSN."

Bayu mengangguk-angguk, dengan senyum menggoda. "Papa kamu kenal sama dia? Siapa namanya? Ezra?"

"Kenal, Om."

"Beliau tahu kalian pacaran?"

"Eh... Em.... Ndak tahu, Om."

"Papa kamu tahu bahwa kamu punya pacar?"

Ranu menggeleng.

"Backstreet ya?" terka Bayu, tepat sasaran.

Ranu cuma meringis karena tertangkap basah ketahuan pacaran. "Jangan bilang Papa ya, Om. Please, please." Ranu menangkupkan kedua telapak tangannya di depan wajahnya, memohon pada Bayu.

Tingkah Ranu itu memicu tawa dari Bayu. Lelaki itu kemudian mengulurkan tangan kirinya, sementara tangan kanannya masih terus mengemudi.

Dengan tangan kirinya, ia mengacak rambut Ranu pelan. "Kamu nggemesin ya."

* * *

Nggemesin.... uhuk!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top