38. Cucumis melo (2)

Coba cek dulu dompetnya, udah ada KTP kan Kak?

Dek-adek yg blm punya KTP, melipir dulu yok. Nanti stres bacanya.

* * *

Warning: Sebagian cerita pada bab ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pembaca.
Jika tdk berkenan, monggo di-skip.

* * *

Karena saat pertama kali Ayu datang ke rumah ini, Erlang tidak benar-benar mengenal Ayu, maka ia tidak membiarkan Ayu masuk ke kamarnya tanpa pengawasan. Ayu hanya bisa masuk ke kamarnya saat dirinya ada di rumah, hanya untuk membersihkan kamar dan kamar mandinya serta meletakkan baju bersih yang sudah disetrika ke dalam lemari pakaian. Setelah tiga bulan, meski Erlang sudah lebih mempercayai Ayu, tapi gadis itu sendiri yang justru tidak pernah mau masuk ke kamar Erlang kecuali Erlang memintanya. Itu mengapa terkadang baju-baju Erlang yang sudah disetrika, sementara disimpan di ruang laundry.

Hari itu Erlang tidak menemukan satupun kemejanya di lemari pakaiannya. Jadi ia mencarinya di ruang laundry. Disana ia menemukan tumpukan pakaian yang sudah disetrika rapi dan sejumlah kemeja yang digantung, yang belum sempat Ayu pindahkan ke lemari pakaiannya.

Erlang baru saja hendak mengambil setumpuk pakaiannya, ketika matanya menangkap penampakan sebuah pakaian. Tepatnya sebuah hoodie berwarna biru muda. Itu milik Ayu. Ia beberapa kali memakainya saat cuaca sedang tidak bersahabat.

Erlang menaruh kembali tumpukan pakaian di tangannya, lalu meraih hoodie Ayu.

Apa gadis itu memang benar pergi terlalu terburu-buru sehingga tidak sadar kalau ada pakaiannya yang tertinggal? Apakah Erlang perlu mengantarkan hoodie itu ke kontrakan Ayu yang baru?

Erlang menarik nafas dan menghembuskannya kembali. Aroma Ayu yang menguar dari hoodienya, memenuhi penciumannya.


* * *

Siang itu Erlang berkunjung ke kafe Koreanya dengan tujuan khusus. Bukan hanya ingin memantau usahanya, tapi juga ingin mencari tahu tentang Ayu.

Dugaan Erlang, sebenarnya Ayu tidak pulang kampung. Ia hanya pindah ke kontrakan yang pernah diceritakannya lebih cepat, karena marah atau kecewa dengan kata-kata Erlang pagi itu. Jadi Erlang ingin mencari tahu dimana kontrakan Ayu. Dan Erlang punya dugaan, pada siapa ia harus bertanya.

"Ndri, kamu tahu kontrakan Ayu kan? Kata Ayu, kamu yang bantu dia nyari kontrakan kan?" tanya Erlang, to the point, saat bertemu Andri.

"Eh? Kenapa Pak?"

"Ada barangnya yang ketinggalan di saya. Mau saya balikin ke dia," jawab Erlang, mencari alasan, asal saja.

"Tapi Ayu kan nggak jadi ngontrak, Pak. Dia kan mudik. Katanya ibunya sakit."

Siapa sangka jawaban yang diperolehnya tidak sesuai dugaannya.

Apalagi ketika ia bertemu dengan Windy, feeling-nya langsung jelek.

"Ibunya Ayu gimana kabarnya, Pak?" tanya Windy setelah mereka saling berbasa-basi sejenak.

"Eh? Gimana?"

"Ayu kan masih keponakan Bapak. Berarti ibunya Ayu masih saudara Bapak kan?" Windy balik bertanya. "Saya udah lega Ayu mau nunggu sampai akhir bulan sebelum resign, jadi saya punya waktu untuk cari penggantinya. Tapi tiba-tiba dia dateng ke ruangan saya, nangis-nangis minta maaf karena harus buru-buru mudik. Emang ibunya Ayu sakit apa Pak?"

Shit!

"Saya WA Ayu, buat nanya gimana kabar ibunya. Tapi belum dibales-bales. Mungkin lagi repot ngurus ibunya disana ya Pak?"

Sial! Jadi dia benar-benar pulang kampung? Bukan sekedar alasan kabur karena ngambek?

Erlang membuka kotak pesannya dengan Ayu. Dan pesannya masih belum juga dibalas. Persis seperti cerita Windy.

Apa gadis itu memang sedang kerepotan saat ini?

Erlang mencoba sekali lagi mengirim pesan pada Ayu. Tapi hingga lama setelahnya, pesan itu tetap tidak terbalas. Bahkan pesan itu tidak pernah dibaca lagi.

Kali ini, Erlang benar-benar kehilangan jejak Ayu.

Eh? Tapi kenapa ia harus khawatir pada gadis itu? Sah-sah saja kalau gadis itu pulang kampung kan? Meski mendadak, tapi gadis itu tidak membuatnya rugi. Toh gajinya bulan ini belum dibayarkan. Jadi sebagai pengusaha, ia tidak rugi jika hanya kehilangan 1 karyawan. Iya kan?

Tapi kalau dia kabur dari kampung halamannya karena menghindari seseorang yang membuatnya trauma, bukankah kalau ia benar mudik, maka bisa jadi ia terpaksa bertemu laki-laki brengsek itu?

Tapi laki-laki brengsek itu bisa jadi suami atau keluarganya kan? Dan itu bukan urusan lo untuk ngurusin Ayu! Dia bukan karyawan lo lagi, tegur Erlang pada dirinya sendiri.

Erlang mendesah frustrasi. Ia tahu bahwa dirinya tidak perlu khawatir pada Ayu. Tapi entah mengapa ia merasa dirinya harus mencari keberadaan gadis itu.

Tanpa Erlang sadari, tanpa bisa ia kendalikan, dirinya mengkhawatirkan gadis itu. Dan seiring waktu, perasaan khawatir itu makin besar, bukannya makin sirna.

Kenapa mesti khawatir sih, Angga?
Katanya lo nggak ada perasaan apa-apa ke dia? Kenapa lo sebegitu pedulinya?
Ingat, dia istri orang!

* * *

Di tempat lain, seorang gadis sedang mengatupkan bibirnya kuat-kuat. Berusaha bertahan agar tidak bersuara. Tapi pria di atasnya terus bergerak kasar tanpa henti. Sesekali sambil meremas kuat, menampar atau mencekik. Membuat pertahanan gadis itu hancur. Air matanyapun mengalir deras, menggantikan jerit kesakitan yang ditahannya.

"Berbalik, Jalang!"

Dengan tubuh yang terasa hancur dan tangan yang masih diikat di atas kepalanya, gadis itu susah payah membalikkan tubuh. Lalu tanpa peringatan, lelaki itu kembali memasuki dirinya. Kembali menyiksanya.

"A-ampun... M-mas..."

Gadis itupun akhirnya merintih. Tidak bisa lagi menahan suara tangisnya. Tidak bisa lagi menahan rasa sakit di tubuhnya. Dirinya merasa rusak dan hina, diperlakukan seperti anjing.

"Bagus! Akhirnya kamu sadar kamu salah. Akhirnya kamu minta ampun."

Suara lelaki itu terdengar dingin, membekukan dan mencemooh.

"Berani-beraninya mencoba membunuh suami sendiri! Berani-beraninya pergi dari rumah!Dasar istri kurang ajar!"

Tanpa gadis itu sempat mengantisipasi, lelaki itu bergerak makin cepat. Membuat tubuh sang gadis makin kesakitan, seperti dicabik-cabik.

Ketika gadis itu merasa hampir mati, akhirnya lelaki di balik punggungnya mengerang keras dan berhenti bergerak. Lalu tubuh berat dengan bahu lebar dan punggung besar itu jatuh menimpa tubuh kecil sang gadis.

"M-mas..." lirih sang gadis.

Lelaki itu mengerti maksud si gadis dan sedikit mengangkat tubuhnya, agar gadis itu tidak mati kehabisan nafas karena tertindih. Tangan besar sang lelaki terangkat ke atas kepala si gadis, meraih pergelangan tangan gadis itu, lalu melepas ikatan tali disana. Tapi bahkan setelah ikatan itu terlepas, sang gadis tidak mampu menggerakkan tangannya.

Dengan lembut, sang lelaki menelusuri pergelangan tangan, lengan atas, ketiak, dan berakhir dengan menangkup dada sang gadis. Dan meremasnya lembut. Menyebabkan suara merintih lemah dari sang gadis.

"Aku kangen," bisik lelaki itu di belakang leher sang gadis, lalu mengecupnya. "Waktu lihat kamu di kelab, aku pikir kamu sudah jadi pelacur. Ternyata kamu belum pernah dipakai sama laki-laki lain selain aku? Meski brengsek, kamu setia juga ya."

Lelaki itu kemudian terkekeh, selagi bibirnya menelusuri bahu terbuka sang gadis. Sementara sang gadis mati-matian menahan suara tangisnya, meski pada akhirnya tidak berhasil.

"Jangan nangis, Jalang! Merusak suasana aja! Diam!" bentak sang lelaki.

Lalu dengan gerakan cepat, tanpa mempedulikan si gadis, lelaki itu menarik miliknya tiba-tiba. Membuat gadis itu kembali meringis, perih.

"Luar biasa! Masih berdarah aja, kayak perawan. Pantesan sempit dan enak banget tadi." Tidak jelas itu ejekan atau pujian. "Hari Sabtu nanti aku antar kamu ke dokter. Lepas IUD kamu! Aku nggak suka!"

Lelaki itu bangkit dari ranjang dan melangkah menuju kamar mandi di kamar mereka. Membiarkan sang gadis masih menelungkup dengan kondisi yang menyedihkan. Udara dari air conditioner yang dingin menimpa tubuh kecil yang ringkih itu. Tapi bahkan untuk menarik selimut menutupi tubuhnya, gadis itu sudah tidak kuat.

Tubuhnya hancur. Hatinya hancur. Harga dirinya hancur. Dan akhirnya gadis itu luruh dalam air mata yang menganak sungai, tanpa suara.

Gadis itu mengutuk kelemahan dirinya. Ia terlalu lemah untuk melawan. Ia terlalu lemah menahan tangis. Padahal dulu, sekasar apapun lelaki itu, ia masih bisa menahannya. Tapi kenapa sekarang ia jadi selemah ini?

Apakah kenyamanan yang dirasakannya selama tiga bulan ini membuatnya menjadi lemah? Apakah perlakuan lembut yang diterimanya tiga bulan ini membuatnya menjadi lembek?

Harusnya ia tidak boleh terlena dengan kebaikan orang itu. Harusnya ia tahu diri. Harusnya ia mengeraskan hatinya sehingga tidak menjadi lemah seperti ini. Harusnya ia mengeraskan hatinya, agar dapat lebih kuat menahan rasa sakit ini.

Harusnya ia tidak jatuh cinta. Karena mencintai hanya membuat seseorang menjadi lemah.

Harusnya ia tidak jatuh cinta. Karena cintanya tidak akan pernah terbalas. Karena bagi orang itu, perempuan seperti dirinya adalah perempuan rusak. Dan perempuan rusak sepertinya tidak layak dicintai.

Harusnya...

"Tolong...." lirih sang gadis, masih dengan air mata yang berlinang. Meski dia tahu, tidak ada yang akan mendengarnya. "Pak...."

* * *

Siapa yg kmrn masih nyuruh Erlang ngejar Ayu dan ngelamar langsung, krn masih ragu Ayu itu istri orang?

Udah ada jawabannya dsni ya Kak 🤭

1000 vote n 300 komen, gmn Kak? Makasih buat dukungan Kakak2 semua 😘😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top