37. Cucumis melo (1)
Ibu kamu sakit apa?
Semoga cepat sembuh ya.
Tapi Yu, ini bukan cuma
alasan kamu utk pergi dr sini
krn marah sama saya
ttg obrolan kita tadi pagi kan?
Kamu benar pulang kampung kan?
Bukan pindah ke kontrakan
yg dekat kontrakan Andri itu?
Akhirnya hanya itu balasan yang bisa ia kirimkan pada Ayu setelah Erlang tiba di rumah dan memastikan kamar gadis itu kosong, termasuk dari tas, ransel dan barang-barangnya. Entah mengapa Erlang curiga bahwa sebenarnya kepergian Ayu yang tiba-tiba bukan karena ibunya sakit, tapi hanya sekedar alasan untuk pergi dari rumah ini. Bisa jadi gadis itu hanya pindah ke kontrakan lebih cepat dari rencananya.
Iya kan?
Sejujurnya ia kecewa dengan keputusan Ayu untuk pergi tiba-tiba. Apalagi kalau ternyata hal itu bukan benar-benar karena kesehatan ibunya, tapi karena marah pada Erlang. Padahal apa yang dikatakan Erlang tadi pagi tidak salah kan? Dirinya hanya menghindari kesalahpahaman. Sudah jelas-jelas Ayu itu istri orang, jadi Erlang tidak mungkin punya perasaan khusus pada gadis itu kan. Iya kan?
Erlang melihat pesannya terbaca oleh Ayu. Tapi gadis itu tidak membalasnya. Dan setelah itu gadis itu tidak tampak aktif lagi di WhatsAppnya.
* * *
Ayu pergi dari rumah tepat ketika isi kulkas habis dan ia belum belanja. Jadi hari itu Erlang terpaksa kembali belanja sendiri. Padahal selama 2 bulan ini dirinya sudah merasa nyaman, dengan adanya Ayu, ia tidak perlu memikirkan masalah belanja.
Erlang sedang berbelok ke salah satu rak dairy product ketika ia berpapasan dengan seseorang yang sudah lama tidak ditemuinya.
Fariha.
Sejak Farah pulang dari Bali dan berusaha mendekatkan kembali hubungan Erlang dengan keluarganya, hubungan Erlang dengan Fariha dan Faris memang sedikit demi sedikit membaik. Tapi tetap tidak bisa lagi seperti dulu. Apalagi setelah Farah memutuskan hubungan dengannya, Erlang jadi sungkan jika akan mengunjungi keluarga itu. Jadi karena saat ini mereka kebetulan bisa bertemu, Erlang sekalian menawarkan diri untuk mengantar Fariha pulang.
Sepanjang berbelanja dan pulang bersama, mereka mengobrol santai seperti biasa. Tapi, meski tanpa kesepakatan, mereka sepertinya sama-sama menghindari topik tentang hubungan Erlang dan Farah. Baru menjelang mereka tiba di rumah Fariha-lah, Erlang memberanikan diri membahas hal tersebut.
"Mbak..."
"Hmmm?" Fariha menggapi dengan deheman.
"Ada yang mau aku tanyain, boleh?"
"Boleh."
"Tapi jangan marah."
"Kamu kayak cewek aja, Lang. Mau nanya, ribet amat."
Erlang terkekeh salah tingkah. Kikuk mencoba mencari cara yang tepat untuk bertanya, tapi juga harus fokus pada jalanan di hadapannya.
"Nanya apa? Tentang Farah?" terka Fariha, tepat sasaran. "Masih pengen terus mencoba bertanggung jawab terhadap Farah? Kan aku udah bilang, nggak usah. Farah juga cerita, katanya udah tegas bilang ke kamu supaya kamu bisa lepas dari rasa bersalah kamu ke dia kan?"
"Kenapa Mbak berubah pikiran?"
"Maksudnya?"
"Dulu Mbak pernah bilang akan minta tanggung jawab pada lelaki yang menghamili Farah, sebelum Mbak tahu bahwa aku yang menghamili. Tapi setelah aku mengaku, kenapa Mbak berubah pikiran? Kenapa Mbak justru menghalangi kami bersama?"
"Bukan aku yang menghalangi," Fariha mengoreksi. "Farah sendiri juga sudah nolak tanggung jawab kamu kan?"
"Tapi Mbak juga nggak bisa menerima aku kan?"
"Ya kamu pikir aja, Lang," kata Fariha, dengan dengusan nafas kesal. "Bertahun-tahun aku percaya sama kamu. Tapi kamu menghancurkan kepercayaanku. Dan kamu berharap aku bisa nerima kamu lagi semudah itu?"
"Maaf Mbak..."
"Sekarang aku udah maafin kamu, Lang. Farah juga udah melepaskan kamu dari tanggung jawab. Jadi kamu nggak usah kepikiran lagi. Tapi untuk menerima kamu lagi sampai seakrab dulu, kami nggak bisa."
Erlang menghela nafas panjang.
"Sejak awal, Mas Farhan sudah bilang, bahwa membiarkan kamu dekat dengan keluarga kami padahal sadar bahwa kamu ada perasaan istimewa ke aku, itu sebenarnya nggak adil buat kamu. Seperti menyimpan bom, yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Tapi aku pikir, kekhawatiran Mas Farhan berlebihan. Aku selalu merasa bahwa kamu sebenarnya nggak pernah benar-benar cinta sama aku. Aku pikir, kamu cuma merasa berhutang budi sama aku, karena aku sering membantu kamu mengatasi masalah dengan orang tua kamu. Dan karena kita sudah lama berhubungan dekat, kamu jadi salah memahami perasaanmu sendiri. Kamu kira kamu cinta sama aku, padahal bukan. Iya kan? "
Erlang terpekur mendengar hal itu.
"Sejujurnya aku senang dan lega pas kamu nikah sama Lidya. Aku pikir, itu artinya kamu udah bisa memahami perasaanmu sendiri. Tapi waktu aku lihat kamu ngejar-ngejar Farah, pengen tanggung jawab, entah kenapa aku jadi khawatir. Aku khawatir kamu cuma menganggap dia sebagai tanggung jawab, atau sebagai penggantiku. Meskipun kesannya GR sekali, aku nggak bisa mengenyahkan prasangka-prasangka seperti itu.
Itu yang bikin aku berubah pikiran. Aku pikir, Farah pasti terluka kalau dia menikah sama kamu padahal kamu menikahi dia cuma menganggap dia sebagai tanggung jawab, untuk menutupi aib. Atau cuma menganggap dia sebagai penggantiku. Lagipula, sedikit banyak sikap Pak Attar juga mengubah pola pikirku."
"Maksudnya?"
"Dulu aku khawatir nggak akan ada laki-laki lain yang akan bisa mencintai Farah kalau tahu keadaannya. Makanya aku pengen minta orang yang menghamilinya untuk tanggung jawab. Tapi Pak Attar menunjukkan bahwa masih ada laki-laki seperti dia yang tetap bisa menerima kondisi Farah."
"Tapi aku dengar Farah sudah putus sama Pak Attar?"
"Memang. Tapi aku optimis, akan ada laki-laki baik lainnya yang bisa menerima Farah. It's a cruel world, but there are still many good people around."
Laki-laki baik...
Itu yang pernah dikatakan Ayu tentang Attar. Bahwa laki-laki itu tidak menganggap Farah sebagai perempuan rusak, itu pertanda bahwa lelaki itu adalah lelaki yang baik.
Ayu....
Shit! Kenapa tiba-tiba inget dia?!
"Erlang..." panggil Fariha.
Erlang menoleh sekilas di sela mengendarai mobil. Ia mendapati wanita itu sedang menatapnya.
"Aku udah kenal kamu sejak kamu remaja. Aku sayang sama kamu, seperti adikku sendiri. Aku pengen kamu hidup bahagia, Lang.
Jangan lagi terikat perasaan berhutang budi terhadapku. Jangan lagi terikat perasaan bertanggung jawab terhadap Farah. Kamu berhak bahagia dengan perempuan yang memang kamu cintai."
Erlang hanya bisa mengangguk sambil menghela nafas berat.
"Semoga saat kamu bertemu perempuan yang tepat nanti, kamu sudah bisa memahami perasaan kamu sendiri dengan baik. Kamu belum terlambat untuk berbahagia."
Erlang terhenyak di kursi kemudinya. Apa dirinya memang belum terlambat?
* * *
Erlang memasukkan sayur dan buah yang dibelinya ke dalam kulkas. Tapi tangannya terhenti sesaat ketika menggenggam sebuah melon di tangannya.
"Saya kemarin beli melon nih Pak. Dimakan ya. Daripada cuma minum sirup rasa melon doang, kan mendingan makan melonnya langsung. Melon itu mengandung cucurbitacin yang bisa vasodilatasi pembuluh darah lho Pak, jadi bisa sedikit membantu meredakan tekanan darah tinggi."
"Saya nggak punya penyakit darah tinggi."
"Masa? Tapi kok suka nge-gas kalau ngomong sama saya?"
Ketika sadar dari lamunannya, Erlang menyadari dirinya sedang tersenyum ketika mengingat percakapannya dengan Ayu beberapa waktu yang lalu.
"Semoga saat kamu bertemu perempuan yang tepat nanti, kamu sudah bisa memahami perasaan kamu sendiri dengan baik. Kamu belum terlambat untuk berbahagia."
Lagi-lagi ia mempertanyakan dirinya sendiri. Apa dirinya memang belum terlambat?
* * *
Tentu saja Om sudah terlambat, Om!
* * *
Udah pada tahu kan ya gmn spy bs cpt update lg? Hehehe.
Sampai jumpa lagi (segera) begitu target tercapai, Kak 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top