35. Valeriana officinalis (2)

Sebelum memulai dengan bab ini, saya jawab dulu kuis nomer 2 kemarin ya.

"... Seperti yang pernah Bapak bilang, saya ini bagian dari aset perusahaan."

Ada yang tahu/ingat, kapan Erlang pernah ngomong gini?

Nah, jawabannya adalah...
Kalimat ini belum pernah dituliskan di bab manapun. Erlang ngomong kayak gini, tapi belum pernah saya tulis di cerita ini. Nanti di extra part, pertanyaan ini akan terjawab.
Tapi ada 1 orang nih yang memprediksi dengan tepat kapan Erlang ngomong kayak gini ke Ayu. Hehehe

* * *

Untuk jawaban kuis nomer 1, udah tahu semua lah ya.

Jawabannya adalah....
idola kita semua, Pakde Haris Hananjaya yang gantengnya tumpah-tumpah (kata Haiva). Hihihi.

* * *

Sudah 3 malam berlalu sejak kejadian malam itu, ketika Ayu terkena serangan panik yang tidak diduga Erlang. Dan sejak malam itu, tidak satu malampun Ayu lalui tanpa kerja hingga dini hari, lalu tidur setelah meminum obat. Erlang memiliki kecurigaan pada obat yang dikonsumsi Ayu, dan itu membuatnya khawatir.

Saat beberapa waktu lalu mengambilkan obat pereda nyeri menstruasi di ransel Ayu, Erlang menemukan beberapa strip obat lain. Saat membaca merk dagang di kemasan obat tersebut, Erlang curiga dengan khasiatnya.

Kecurigaan itu membawa Erlang mengetikkan nama obat tersebut di cekbpom.pom.go.id dan menemukan bahwa obat itu adalah obat herbal terstandar yang diindikasikan untuk membantu meringankan gangguan tidur. Obat tersebut mengandung akar valerian dan biji pala yang memiliki efek relaksasi otot dan sedatif/menenangkan.

Saat itu Erlang menemukan lebih dari 1 strip obat tersebut di ransel Ayu. Barangkali karena tidak digolongkan sebagai obat keras yang hanya bisa dibeli dengan resep dokter, maka Ayu bisa membelinya dengan lebih mudah di apotek. Karena termasuk obat herbal terstandar, maka obat tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat, berdasarkan pengujian terhadap hewan coba. Meski demikian, mengkonsumsi obat tersebut dalam jangka waktu panjang, tentu ada efek sampingnya. Dan bukan hanya itu, Erlang lebih khawatir pada alasan Ayu sehingga ia perlu mengkonsumsi obat itu terus-menerus. Erlang menemukan obat itu di ransel Ayu sebelum gadis itu mengalami serangan panik. Apakah mungkin gadis itu sebelumnya sudah sering mengkonsumsi obat itu sehingga punya stoknya di ranselnya?

Karena prihatin dengan keadaan Ayu, akhirnya dini hari itu Erlang memutuskan untuk bicara dengan gadis itu.

Jam dinding menunjukkan pukul 1 dini hari ketika Erlang keluar dari kamarnya dan mendapati Ayu lagi-lagi sedang di dapur, meminum obatnya.

"Nggak bisa tidur?"

"Setan! Astaghfirullah!" Ayu refleks terperanjat. Matanya melotot pada Erlang yang baru saja memasuki dapur.

"Barusan itu kaget atau sengaja memaki saya?"

"Sengaja memaki," jawab Ayu asal, sambil melangkah ke wastafel untuk mencuci gelasnya yang sudah kosong. "Bapak pagi-pagi ke dapur ngapain? Kelaparan? Mau masak? Saya bikinin sop ya?"

"Nggak. Kebetulan kebangun aja. Dan ternyata lihat kamu yang belum tidur," jawab Erlang mengelak. "Kamu susah tidur?"

"Nggak, Pak. Emang baru selesai nyetrika aja. Ini udah mau tidur kok. Udah ngantuk."

Ayu meletakkan gelasnya di rak piring, mematikan keran wastafel dan mengeringkan tangannya.

"Yakin udah ngantuk?"

"Hah?"

"Sudah 3 malam ini saya lihat kamu kerja sampai dini hari. Trus minum obat tidur. Kamu kesulitan tidur?"

Ayu tampak kaget. Barangkali tidak menyangka Erlang memerhatikannya beberapa malam ini.

"Ikut saya sebentar," perintah Erlang. Ia kemudian melangkah keluar dapur, menarik kursi makan, dan duduk disana. Dengan kerlingan mata, ia memberi kode pada Ayu untuk duduk di sampingnya.

Dengan patuh Ayu mengikuti Erlang dan duduk di sampingnya. Ia diam menunggu Erlang bicara. Dari bahasa tubuhnya, sepertinya ia sudah mengantisipasi apa yang akan dibicarakan Erlang.

"Kamu susah tidur?" tanya Erlang, tanpa basa-basi. "Sampai kamu sengaja kerja keras sampai pagi gini, supaya capek dan bisa tidur?"

"Nggak, Pak. Memang baju yang perlu disetrika lagi banyak," jawab Ayu, konsisten mengelak.

"Kamu juga minum obat tidur kan?" todong Erlang. "Saya lihat strip obat yang tadi kamu minum. Itu obat tidur kan?"

Meski sudah jelas-jelas tertangkap basah, Ayu tidak mengaku. Ia hanya diam saja.

Erlang menghela nafas berat, karena tidak berhasil mengorek keterangan dari Ayu. Perempuan ini benar-benar suka berahasia.

"Saya minta maaf," kata Erlang pelan. Ayu mengernyit tipis karena tiba-tiba Erlang membelokkan pembicaraan. "Selama ini saya sering menuduh kamu perempuan.... nggak bener. Saya minta maaf."

Ayu tidak menjawab. Barangkali Erlang sudah terlalu sering bersikap brengsek dan terlalu sering minta maaf, sehingga gadis itu sudah muak dan malas menjawab permintaan maaf Erlang.

"Tapi melihat respon kamu 3 malam lalu, apa begitu juga yang terjadi saat dulu di Bali?"

Gadis itu masih diam.

"Di Bali waktu itu, saya memaksa kamu kan? Meski kamu sudah minta ampun, saya tetap memaksa kamu?"

Wajah Ayu menunjukkan ketidaknyamanan saat Erlang makin gencar menginterogasinya.

"Sikap brengsek saya 3 malam lalu, apakah mengingatkan kamu pada perbuatan saya di Bali? Atau pada sesuatu yang terjadi jauh sebelumnya? Apa itu yang bikin kamu susah tidur beberapa hari ini? Kamu stres atau trauma?"

"Saya baik-baik aja Pak. Cuma perlu istirahat lebih nyenyak. Bukan karena apa-apa," jawab Ayu akhirnya, meski nggak nyambung.

Erlang mengusap wajahnya dengan tidak sabar.

"Bayu itu siapa?" todong Erlang cepat. Karena Ayu masih saja mengelak, Erlang memutuskan untuk langsung menyerang. "Apa dia orang yang pernah menyakiti kamu?"

Hebatnya Ayu. Meski sempat sepersekian detik tampak kaget, tapi ia dengan cepat memulihkan ekspresinya, menjadi datar.

"Apa dia pernah... memperkosa kamu?" tanya Erlang makin nekat. Sikap panik dan ketakutan Ayu yang berlebihan malam itu membuat Erlang berpikir bahwa gadis itu pernah mengalami pemerkosaan.

"Maaf Pak, saya mau tidur. Bapak nggak ada hak untuk menginterogasi saya." Karena makin tidak nyaman dengan pertanyaan Erlang, Ayu dengan cepat bangkit dari duduknya.

Tapi dengan sama cepatnya juga Erlang meraih tangan Ayu dan kembali menariknya hingga duduk.

"Atau Bayu itu suami kamu?" terka Erlang lebih jauh. Mendengar bagaimana Ayu memanggil Mas Bayu, bisa jadi lelaki itu adalah suaminya kan? "Apa dia menyakiti kamu? Apa karena itu kamu jauh-jauh pergi ke Bali? Apa orang yang mukul kamu di kelab di Bali itu adalah dia?"

"Bapak sudah kelewatan! Itu urusan rumah tangga sa___"

"Jadi benar, dia suami kamu?" potong Erlang, menyambut dengan cepat. "Dan dia menyakiti kamu?"

Ayu seketika terdiam.

"Selama ini kamu kabur dari dia? Apa kamu pernah melaporkan perbuatannya ke polisi?"

Ayu tetap tidak menjawab.

"Apa kalian masih suami istri? Atau sudah bercerai?"

Riak di wajah Ayu makin bergelombang. Kabut menutupi wajah itu makin tebal. Hujan siap turun sewaktu-waktu dari mata itu sekarang.

Erlang menurunkan tensinya pada Ayu. Tidak tega menatap wajah gadis itu.

"Ayu...." panggilnya lembut. Ia mengulurkan tangannya, menyentuh jemari gadis itu. "Mau cerita sama saya?"

"Nggak Pak," jawab gadis itu dengan suara serak, menahan tangis. "Nggak ada gunanya juga."

"Yu..."

"Memangnya kalau saya cerita, Bapak mau ngapain?"

Erlang terdiam. Dia memang belum memikirkan apa yang bisa dilakukannya sih. Dia cuma ingin Ayu bisa membagi cerita dengannya, agar tidak merasa stres sendirian.

"Nah! Bapak juga nggak tahu mau ngapain kan?" tukas Ayu. "Jadi Bapak nggak usah terlalu peduli. Saya cuma pembantu, Pak, nggak usah terlalu baik sama saya."

"Berkali-kali saya bilang, saya nggak anggap kamu pembantu, Yu."

"Jadi apa? Asisten rumah tangga? Ya sama aja dong!"

"Lagian, memangnya kalau kamu pembantu, kenapa saya nggak boleh bersikap baik sama kamu? Saya juga sering jahat sama kamu. Jadi kenapa sekarang saya nggak boleh bersikap baik, untuk menebus kesalahan saya?"

"Jadi benar kan?" Tiba-tiba saja setetes air mata jatuh di pipi Ayu. "Selama ini Bapak baik sama saya, cuma karena merasa bersalah kan? Cuma untuk menebus kesalahan kan?"

"Lho? Yu? Yu? Kok kamu nangis?" Erlang jadi panik dan bingung.

"Saya kan udah bilang, Bapak jangan terlalu baik sama saya! Bapak jangan naksir sama saya!"

"Nggak usah GR! Saya nggak naksir sama kamu!" refleks Erlang membela diri.

"Tapi saya yang jadi jatuh cinta sama Bapak!"

Sekarang Erlang yang terdiam. Dia tidak siap dengan spontanitas Ayu yang tiba-tiba. Dia sama sekali tidak mengantisipasi... Dia tidak menduga bahwa...

Dan Ayu memanfaatkan kekagetan Erlang itu untuk segera pergi dari ruang makan, dan langsung masuk ke kamarnya.

* * *

Ciyeeee Om Erlang. Biarpun udah om-om dan bangcad, tapi pesonanya tak luntur ya. Laris banget sm abege. Dulu ditembak Farah, sekarang ditembak Ayu.

Wah, Ayu makin mirip ya sama Farah.

Udah, terima aja Om. Nggak ada Farah, Ayupun jadi. Lumayan buat pengganti. Karena makin mirip, jadi makin gampang kan membayangkan Farah.

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top