28. Hibiscus sabdariffa

Ini cerita saya. Tapi kenapa para pembaca lebih penasaran sama suami Ayu? Sial! Masa lagi2 saya jadi sadboy second lead?!
-Airlangga Kamanjaya-

* * *

"Ini Chef Rui, yang kemarin bawain oleh-oleh dropjes."

Erlang memperkenalkan Ayu pada chef yang berkuasa di restoran itu. Pagi itu Erlang sengaja mengajak Ayu ke salah satu restorannya. Sebuah restoran dengan menu masakan Belanda dan mix Indo-Belanda.

Ayu, yang semula menengadah menatap Erlang, kini mengalihkan pandangannya pada lelaki tinggi dengan pakaian chef itu.

"Hai, halo!" Lelaki tinggi dengan rambut gondrong yang diikat rapi itu mengulurkan tangannya kepada Ayu, sambil tersenyum lebar.

"Halo, Chef," sambut Ayu hangat, "Saya Ayu," ia menyebutkan namanya.

"Rui."

Erlang yang sedang melirik Ayu, mendapati gadis itu mengulum senyum dengan wajah memerah.

"Hari ini Ayu akan disini, ngikutin lo masak, trus foto-foto hasil masakan lo. Buat bahan promosi kita di medsos," kata Erlang, menjelaskan.

"Sekarang lo hire dedicated person buat promo? Biasanya lo handle sendiri," komentar Rui.

"Sibuk gue. Biar ada yang bisa fokus buat promo lah."

Rui mengangguk-angguk. Ia kemudian menoleh lagi pada Ayu. "Kamu kebagian dropjes yang saya kasih ke Pak Angga?"

"Iya, Chef."

"Suka?"

Ayu menggeleng sambil nyengir minta maaf. Tapi Rui, seperti sudah memprediksi jawaban Ayu, tertawa lebar.

"So? Mau mulai sekarang?" tanya Rui menawarkan, "Kebetulan kalian datang pas menjelang makan siang. Banyak order. Dan pasti banyak yang bisa difoto. Gimana?"

"Siap, Chef!" sambut Ayu bersemangat.

"Bos mau sekalian dimasakin apa buat makan siang?" Rui menawarkan sebelum pergi.

Erlang tertawa sambil mengibaskankan tangannya. "Halah, santai aja. Nanti gue ke dapur kalau laper."

"Wah itu lebih bahaya. Gue harus bilang ke anak-anak bahwa bos besar datang inspeksi."

Kedua lelaki itupun sontak tertawa. Membuat Ayu ikut nyengir lebar di samping mereka.

Setelah tawa mereka reda, Rui mengajak Ayu ke dapur. Ayupun mengikuti Rui melangkah ke dapur, sambil membawa tas berisi kamera DSLR. Erlang meminjamkan kameranya kepada Ayu agar gadis itu dapat mengerjakan tugasnya dan menghasilkan foto-foto yang lebih baik. Sementara itu, Erlang melipir ke ruang sang manajer restoran untuk berdiskusi tentang operasional restoran itu.

Selewat tengah hari ketika perutnya dan perut Jo --sang manajer resto-- berkeruyuk, barulah mereka menyelesaikan diskusinya dan keluar dari ruang manajer. Mereka sebenarnya bisa saja makan siang di dalam ruang manajer selama melanjutkan diskusi, tapi kali itu Erlang memilih menikmati makan siang di dalam restorannya saja, sambil memantau operasional resto.

Baru saja Erlang keluar dari ruang sang manajer, matanya tanpa sengaja melihat kepada sesosok perempuan yang berdiri di depan meja kasir sambil mengulurkan kartu debitnya. Erlang yang mengenali sosok itu, segera menghampirinya dengan langkah lebar.

"Lidya!" sapa Erlang, tepat sebelum sang kasir mengambil kartu debit perempuan itu.

Sang kasir menarik tangannya, urung meraih kartu debit di hadapannya. Terlebih dahulu ia menoleh pada Erlang, lalu mengangguk sopan, karena mengenali sang pemilik restoran.

Sementara itu, sang perempuan yang dipanggil namanya, juga menoleh pada Erlang. Matanya sedikit membola ketika menyadari siapa yang memanggilnya. Tapi hanya sesaat. Kemudian ia tersenyum.

"Mas Angga." Perempuan cantik yang tinggi semampai itu membalas sapaan Erlang sambil tersenyum. "Lagi kontrol?"

"Nggak. Lagi iseng aja. Ada urusan dikit. Kamu udah selesai makan?" Lelaki itu telah sampai di hadapan sang perempuan. Dan perempuan itu mengangguk sebagai jawaban. "Kamu apa kabar?"

"Baik," perempuan itu mengangguk dan tersenyum sopan. "Mas juga sehat kan? Kelihatannya makin sukses nih."

"Biasa aja. Gini-gini aja," jawab Erlang merendah. Erlang kemudian melirik kartu debit di tangan Lidya, yang sebelumnya hendak diserahkan kepada kasir.

"Dari dulu aku bilang, kamu nggak perlu bayar kalau makan disini," gerutu  Erlang.

Perempuan itu tertawa. Seolah yang dikatakan Erlang lucu sekali. "Itu kan dulu. Sekarang kan kita udah bukan..."

"Halo, Bu Bos!" Erlang dan Lidya menoleh ke arah datangnya suara. Begitupun kasir yang sejak tadi mencuri-curi dengar percakapan Erlang dan Lidya. Dan wajah sang kasir nampak makin syok ketika ia mendengar satu panggilan lagi yang serupa.

"Hai Bu Bos!"

Selagi Jo --sang manajer restoran-- telah berdiri di sisi Erlang, seorang lelaki lain dengan seragam koki, dari balik punggung Erlang juga menyapa Lidya.

"Hai Jo! Hai Rui!" Lidya membalas dengan senyum ramahnya. Tapi kemudian ia memasang wajah merengut, merajuk. "Jangan panggil gitu lagi dong. Saya kan udah bukan istri bos disini lagi."

Jo dan Rui terkekeh kecil kemudian bergantian mengulurkan tangannya pada Lidya. Perempuan itu bergiliran menjabat tangan kedua lelaki itu.

Seorang gadis bertubuh kecil tiba beberapa detik kemudian, menyusul Rui, dan ikut menyapa Lidya. Tapi gadis itu tidak mengulurkan tangan. Hanya membungkuk kecil sambil menyapa, "Siang, Bu."

Lidya membalas sapaan gadis itu dengan ramah. "Karyawan baru?" tanya Lidya.

"Bukan karyawan resto sini," Rui yang menjawab. "Anak buah Pak Bos yang ngurusin promo di medsos."

"Oh..." Lidya mengangguk-angguk. "Bagus deh. Akhirnya si Bapak ini mau sedikit-sedikit mendelegasikan pekerjaannya. Nggak ngotot lagi sibuk sendiri, sampai sering lupa istri." Perempuan itu melirik Erlang dengan senyum mengejek. Sementara Jo dan Rui meningkahi dengan celetukan.

"Ya dulu kan keuangan mepet. Jadi yang bisa dihandle sendiri, harus dikerjain sendiri," Erlang membela diri.

"Berarti sekarang keuangan lancar ya Mas?" ledek Lidya.

Jo dan Rui menimpali ledekan itu dengan tawa.

"Makanya, kamu kalau kesini nggak usah bayar," kata Angga.

"Wuiii sombong bener!" timpal Lidya. Yang ditingkahi tawa yang makin seru oleh Jo dan Rui.

Jo kemudian menoleh pada sang kasir yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Mayang!" Jo memanggil sang kasir. "Denger kan tadi titah Bos? Diinget-inget ya wajahnya ibu ini. Kalau lain kali kesini lagi, jangan boleh membayar ya. Beliau istrinya Bos."

Mayang yang menerima instruksi tersebut jadi salah tingkah. Apakah dirinya akan dipecat karena menagih bayaran dari istri bos?

"Mantan!" koreksi Lidya cepat.

Mata Mayang makin melebar.

"Iya, iya," jawab Jo tidak peduli. "Maaf ya Mbak Lid. Mayang karyawan baru disini. Kalau semua karyawan lama pasti udah kenal sama Mbak Lid dan nggak bakal ngasih bill."

"Aduh saya jadi nggak enak kan," keluh Lidya. Lalu ia menoleh pada Erlang. "Jangan begini, Mas. Aku kan jadi nggak enak kalau mau sering-sering kesini. Padahal ini salah satu restoran favoritku. Menu-menunya kesukaanku."

"Ya kan restoran ini emang dibangun Bos buat Mbak Lidya," celetuk Rui. "Semua menunya memang sengaja dipilih yang kesukaan Mbak Lidya."

"Rui..." nada suara Lidya terdengar memperingatkan, agar lelaki itu tidak makin ngaco.

Tapi malah Erlang yang membela lelaki dengan pakaian chef itu. "Rui benar!" kata Erlang tenang. "Pokoknya kamu bebas datang kesini sesering mungkin. Dan nggak perlu membayar."

"Kalo gitu sekalian aja arisan bareng temen-temen sekantor ah," sindir Lidya.

"Sure! Tinggal telepon Jo atau Rui aja supaya mereka siap-siap," jawab Erlang tenang.

"Ah gila! Nggak lah! Aku bercanda doang!" sergah Lidya buru-buru. "Itu mah namanya ngerampok, bukan minta traktiran."

Erlang, Jo dan Rui tertawa bersama melihat wajah Lidya yang malah panik karena dikasih gratisan.

"Kamu hari ini sama siapa aja kesini?" tanya Erlang.

"Temen kampus. Dua orang doang," jawab Lidya, mengerling ke arah meja tempat ia dan teman-temannya tadi makan.

Erlang mengangguk. Kemudian ia menoleh pada Rui. "Kalau lain kali dia kesini bareng calon suami barunya, siapin masakan spesial kita yang paling mahal."

Rui mengangguk, menunjukkan jempolnya sambil terkekeh.

Erlang kemudian beralih pada Jo. "Dan pastikan dia nggak pernah membayar apapun lagi di tempat ini."

"Okay, Bos!" jawab Jo.

"Ah kalo gitu males ah kesini lagi. Mending cari resto lain aja."

"Tapi cuma disini, dan cuma Rui, yang bisa masak stamppot dan boerenkol soup dengan rasa original yang paling kamu sukai," tantang Erlang.

Lidyapun merengut lalu mengumpat, "Sial!"

Tapi alih-alih tersinggung dengan umpatan Lidya, ketiga lelaki itu justru kembali tertawa.

Di sela tawanya, tanpa sengaja tatapan Erlang bersiobok dengan mata gadis kecil yang berdiri di belakang Rui.

Gadis itu menatapnya dengan.... dengan apa ya?

* * *

Restoran Chef Rui ini pernah muncul di cerita saya yg lain. Di cerita itu Lidya bertemu seseorang saat makan di restoran tsb. Hayooo ada yg msh inget ga?

Hari ini cerita ttg masa lalu Erlang dulu Kak. Ttg masa lalu Ayu, masih harus nunggu pelan2. Hehe.

PS. Ini bukan Lidya Danira 🤭🤭 Tolong jangan dihujat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top