21. Nicotiana tabacum (1)
Bab ini di-post sekarang utk menemani Kakak2 yg lg istirahat sebentas pas lg masak kue atau masak ketupat-opor. Semoga kita lebaran barengan. Jangan gara2 hilal setitik, rusak opor sepanci, hehehe.
Juga untuk Kakak2 yg msh dlm perjalanan mudik. Semoga selamat sampai ke kampung halaman, sukses menjawab pertanyaan sanak saudara, serta selamat hingga kembali ke kota tempat mencari nafkah.
Selamat Idul Fitri untuk Kakak2 yg merayakan. Mohon maaf lahir batin atas semua khilaf saya selama kita berinteraksi selama ini 🙏🏻🙏🏻
Semoga kita bertemu lagi di Ramadhan tahun depan.
* * *
Erlang memang ingin bertemu Farah. Berkali-kali ia menghubungi Farah, bahkan menggunakan alasan receh seperti oleh-oleh untuk bisa bertemu gadis itu. Tapi tidak dengan keadaan seperti ini. Ketika Farah datang ke rumahnya sore itu, Erlang malah kelabakan sendiri.
Erlang sedang berada di kamarnya ketika bel rumahnya berbunyi. Meski sudah dua pekan Ayu membantu di rumahnya, tapi gadis itu belum pernah keluar rumah untuk membukakan pintu. Gadis itu hanya membukakan pintu untuk Erlang. Sementara jika ada tamu yang datang, tetap Erlang yang membukakan pintu.
Pada bel kedua, Erlang sudah berada di balik jendela ruang tamu. Ia mengintip sekilas sebelum membuka pintu, dan merasa antusias ketika melihat wajah Farah di balik pagar. Ia baru saja hendak membuka pintu rumah ketika ia mendengar suara gemericik dari kamar mandi di dekat dapur.
Astaga!
Erlang baru ingat bahwa ia tidak sendirian di rumah. Terlebih, orang yang tinggal di rumah bersamanya adalah Ayu, teman Farah saat di Bali. Dan membuat Farah salah paham tentu bukan keinginannya. Setelah semua perjuangannya mendekati Farah kembali selama setahun ini, ia tidak akan membiarkan Farah pergi lagi hanya karena kesalah-pahaman. Kesalah-pahaman apapun itu.
Maka dengan langkah cepat Erlang menuju kamar mandi luar dan mengetuk pintunya.
"Ayu! Udah selesai mandi?" tanya Erlang.
Sore itu Ayu baru pulang kerja dari cafe dan seperti biasa ia langsung mandi.
Tidak terdengar jawaban Ayu dari dalam kamar mandi. Alih-alih, suara gemericik air terus berlanjut. Pasti gadis itu tidak mendengar suara ketukan pintu dan suara Erlang.
Sekali lagi Erlang mengetuk dengan lebih tegas, dan menaikkan volume suaranya. Ia berusaha agar suaranya didengar Ayu, dan di saat yang sama berusaha menjaga agar suaranya tidak sampai terdengar keluar rumah.
"Ayu! Please, buka pintunya!"
Suara gemericik air dari shower berhenti.
"Pak Erlang?" suara dari dalam kamar mandi.
"Buka pintunya!"
"Tapi saya belum selesai."
Bel rumah ditekan untuk keempat kalinya. Membuat Erlang makin panik.
Erlang mengetuk dengan tidak sabar. "Bisa udahan dulu mandinya? Please!"
"Saya belum pakai baju."
"Keluar pakai handuk aja! Cepetan!" Kali ini ia tidak lagi memakai nada atau kata-kata meminta tolong. Ia memaksa. "Farah datang!"
Terdengar decakan sebal dari dalam kamar mandi. Tapi untungnya lima detik kemudian pintu kamar mandi terbuka. Menampilkan gadis berwajah kesal, dengan tubuh yang hanya dililit handuk yang hanya bisa menutup hingga beberapa sentimeter di bawah pinggulnya, dan rambut digelung tinggi. Tangannya memeluk pakaiannya yang tidak sempat dipakai, di depan dadanya.
Bahkan meski sedang panik karena kehadiran Farah, Erlang sempat-sempatnya menyadari bentuk tubuh Ayu yang menarik.
Ayu berdecak kesal. Suaranya membuyarkan pikiran ngawur Erlang.
"Maaf ya," pinta Erlang. Berbanding terbalik dengan sikapnya yang rusuh menggedor pintu kamar mandi tadi, kini Erlang berusaha meminta maaf dengan sopan. "Farah datang. Saya nggak mau dia salah paham. Tolong jangan keluar kamar dulu sampai Farah pulang ya. Please, Yu."
Gadis itu memutar bola mata dengan bete. "Saya berasa pelakor yang digrebek istri sah," gerutu Ayu. Tapi toh ia tidak membantah permintaan Erlang. Dengan cepat ia melangkah menuju kamarnya.
Erlang mengecek kamar mandi yang ditinggalkan Ayu, memastikan tidak ada jejak-jejak perempuan di kamar mandi itu, sebelum berlari ke luar rumah dan membukakan pintu pagar untuk Farah.
"Kamu kenapa nggak ngomong dulu bahwa mau kesini?" sambut Erlang ketika pintu terbuka. Ia berusaha terlihat tenang.
"Maaf Om. Ini kebetulan nggak ada lembur di kantor, jadinya mumpung bisa mampir kesini, sekalian."
Erlang melangkah masuk, membuat Farah ikut melangkah mengikutinya.
"Lagi sibuk ya Om? Baru bangun tidur sore, atau mau pergi ya?"
"Nggak kok. Masuk, masuk!" kata Erlang cepat. Ia tidak menjawab pertanyaan Farah barusan. Alih-alih, membukakan pintu rumahnya lebih lebar agar Farah masuk.
"Nggak usah Om. Aku di teras sini aja. Cuma mau ambil oleh-oleh Om aja."
"Ya tapi masuk dulu. Aku ambil dulu oleh-olehnya di dalem."
"Aku disini aja, ga apa-apa, Om."
"Kamu takut sama aku?" tanya Erlang, tidak bisa menutupi ekspresi tersinggung dan terluka. "Apa aku semenjijikkan itu sampai kamu nggak mau lagi masuk ke rumahku? Padahal dulu kamu bisa bebas menjelajah kemana-mana di rumah ini. Apa___"
"Iya, Om, aku masuk," potong Farah cepat, dengan wajah tidak enak hati. "Makasih, Om."
Farah baru saja akan mendudukkan diri di ruang tamu ketika Erlang menarik tangannya masuk lebih jauh ke ruang tengah, tempat Farah biasa menghabiskan waktu dengan Erlang setiap ia ke rumah ini.
"Di rumah ini, kamu nggak pernah jadi tamu, Farah!" Erlang menyindir tajam.
Setelah menarik Farah ke ruang tengah dan memaksanya duduk di sofa di situ, Erlang kembali berdiri untuk mengambil oleh-oleh untuk Farah yang disimpan di kamarnya.
Ketika menuju kamarnya, sekilas ia melirik kamar Ayu. Memastikan gadis itu aman dan diam di dalam kamar.
"Mbok Nah kemana Om? Kok tadi Om sendiri yang bukain pintu?" tanya Farah ketika melihat Erlang keluar dari kamarnya membawa sebuah paper bag.
"Mbok Nah nggak kerja disini lagi," jawab Erlang sambil melangkah menghampiri Farah. "Mbok Nah sudah sepuh. Sudah kerja disini, ikut Papa Mamaku sejak lama. Sekarang katanya mau istirahat di kampung."
"Lho? Aku baru tahu. Udah lama Mbok Nah mudik?"
"Dua bulan lalu. Kamu sih, udah nggak pernah kesini lagi," sindir Erlang. "Padahal dulu selalu kesini kalau aku nyoba resep baru. Sekarang nggak pernah lagi mau kesini kalau aku minta tolong testing makanan baru."
Farah nyengir kecut disindir seperti itu.
"Waktu itu aku mau mampir kesini buat ambil oleh-oleh, Om larang," balas Farah. "Takut aku dateng pas rumah lagi berantakan?"
Erlang tidak menjawab.
"Tapi rumah Om nggak berantakan kok ini. Udah dapet pengganti Mbok Nah?"
Lagi-lagi Erlang tidak menjawab. Ia langsung duduk di samping Farah dan menyerahkan paper bag yang tadi diambilnya di kamar kepada gadis itu.
Farah menerima paper bag itu dan mengucapkan terima kasih. Ia membukanya dan mendapati sebuah dress batik Bali di dalamnya.
"Yaudah Om, aku pulang ya," kata Farah kemudian.
"Hei!" Serta merta Erlang meraih pergelangan tangan Farah. "Kok langsung pulang? Makan malam dulu disini. Kita udah lama nggak masak bareng. Ya?"
Sesuai dugaan Erlang, Farah langsung menolaknya. "Maaf Om, Mama pasti udah masak."
"Nanti kita masak banyak. Sebagian kamu bawa pulang. Ya?"
"Nggak usah Om. Makasih. Nanti ngerepotin."
"Far...." Erlang mengerang.
"Maaf ya Om. Aku langsung pulang aja ya."
Farah melepaskan genggaman tangan Erlang, lalu meraih ponselnya dan membuka aplikasi ojek online.
"Aku antar aja."
"Nggak usah Om. Ini aku udah mau pesan ojol kok."
Erlang menghembuskan nafas berat. Akhirnya ia hanya bisa pasrah membiarkan Farah memesan ojek online.
Farah.....
Dulu Farah tidak pernah seperti ini. Mereka bisa ngobrol berjam-jam sambil memasak dan makan bersama. Mereka main game atau nonton tv bersama. Tidak jarang Erlang sadar bahwa gadis itu sengaja terus mencari topik percakapan agar kebersamaan mereka berlangsung lebih lama. Tapi kini, gadis itu terlihat sekali tidak nyaman berlama-lama bersamanya.
Bahkan setelah mengalami penolakan berkali-kali selama Farah di Bali, hal itu tidak membuat perasaan Erlang lebih mudah menerima penolakan sekali lagi. Ia tetap kecewa. Tetap sakit hati.
Di hadapannya Farah tampak duduk dengan gelisah. Matanya fokus pada layar ponselnya. Sepertinya ia kesulitan menemukan ojek online.
"Om, aku ijin ke kamar mandi ya," kata Farah tiba-tiba.
"Oh iya," jawab Erlang singkat.
Kemudian Farah langsung menghambur ke kamar mandi dekat dapur. Saking buru-burunya, ia meletakkan begitu saja ponselnya di meja, di hadapan Erlang. Tentu saja dengan lirikan sekilas, Erlang bisa melihat aplikasi ojek online terbuka di layar ponsel Farah, dengan tanda masih muter-muter belum menemukan driver,
Erlang baru saja akan menyandarkan tubuh di sofa tempatnya duduk, ketika ia mendengar ponsel Farah bergetar. Getaran yang bergesekan dengan meja itu menimbulkan suara yang menarik perhatian Erlang.
Awalnya Erlang hanya bermaksud melirik nama penelepon, agar nanti dapat memberi tahu Farah bahwa ada seseorang yang menelepon saat dirinya di kamar mandi. Tapi saat melihat nama penelepon di layar ponsel Farah, Erlang tidak bisa lagi hanya sekedar melihat.
Attar? Attar menelepon Farah? Jadi mereka masih saling berhubungan?
Tiba-tiba saja, tanpa benar-benar memikirkan akibatnya, atau menimbang bahwa itu perbuatan yang melanggar privasi Farah, Erlang nekat menerima panggilan telepon itu.
"Assalamualaikum, Sayang. Udah nyampe rumah ya?"
Sayang? Attar memanggil Farah "sayang"? Memang mereka ada hubungan apa?
"Halo. Mau bicara dengan siapa?" tanya Erlang memastikan. Pasti lelaki ini hanya salah sambung kan?
"Ini hp Farah kan?!" tanya lelaki di seberang. Nada suaranya meninggi.
"Iya," jawab Erlang singkat. Jantungnya serasa mencelos.
"Ini siapa?"
"Erlang."
"..."
"Farah di rumah saya. Dia sedang di kamar mandi."
"Baik. Kalau gitu, nanti saya telepon lagi. Terima kasih."
"Ada hubungan apa Anda dengan Farah?" tanya Erlang menahan geram.
Tapi jawaban Attar berikutnya membuat Erlang makin berang. "Apa hubungan Anda dengan Farah sehingga berhak bertanya begitu pada saya? Saya calon suaminya."
Calon suami?
CALON SUAMI?!
Jadi selama ini ternyata Farah sudah punya hubungan khusus dengan Attar? Sudah berapa lama? Kenapa Farah tidak jujur mengatakan? Apa gadis itu merasa senang sudah berhasil mempermainkan perasaannya?
Bangsat!
* * *
Kuis:
1. Apa yang terjadi pada Farah setelah kejadian ini?
2. Apa yang terjadi pada Erlang setelah kejadian ini?
3. Apa yang terjadi pada Attar setelah kejadian ini?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top