13. Coffea arabica

Keren ya analisis Kakak2 di bab sebelumnya. Kita tunggu cerita lengkap Ayu bbrp bab lagi ya 😘😘

* * *

Erlang menutup koper kecilnya tepat saat Ayu keluar dari kamar mandi. Jangan bayangkan adegan di cerita wattpad, dimana sang perempuan keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk, dengan pose sensual. Karena Ayu justru keluar kamar mandi sudah dengan berpakaian lengkap: celana jeans dan tanktop, serta kemeja di bagian luarnya yang baru setengah dikancingkan. Tidak ada juga pemandangan rambut basah yang dikibas-kibaskan dengan sensual. Karena gadis itu menggulung rambutnya saat mandi dan menjepitnya menjadi bentuk sanggul sederhana.

"Bapak masih disini? Saya kira udah pergi sarapan ke resto," komentar Ayu, ketika bersitatap dengan Erlang. "Biasanya sebelum jam 7, Bapak udah sarapan?"

Erlang yang baru saja menutup kopernya dan duduk di ranjang, terkesiap sesaat. Jika Farah, seseorang yang sudah dikenalnya lebih dari 20 tahun, mengatakan hal itu, itu sangat wajar. Tapi Ayu? Gadis itu baru mengenalnya setahun belakangan ini, itupun bukan hubungan yang intens. Tapi ternyata gadis itu pengamat yang baik.

"Kamu mau sarapan ke resto?" tanya Erlang. "Masih ada waktu sebelum kita ke bandara."

Gadis itu menggeleng. "Temen-temen saya bisa heboh kalau lihat saya baru resign jadi waitress beberapa jam lalu, trus langsung jadi tamu hotel."

"Kamu udah resign?"

"Udah, Pak. Udah siap kabur begini, masa nggak resign dulu. Kan nggak sopan," jawab Ayu. Ia melipat baju yang digunakannya untuk tidur semalam ke dalam tas besar yang terletak di sofa. "Tadi malam saya udah WA bos di club dan di hotel. Trus kirim email pengunduran diri juga. Meski nggak bisa pamit langsung."

Jadi itu yang dilakukan gadis itu semalam di sofa, saat tidak langsung tidur. Gadis itu semalam memang menolak untuk tidur di ranjang Erlang saat Erlang menawarkan diri tidur di sofa. Berkeras, gadis itu tetap ingin tidur di sofa saja, atau lebih baik keluar saja dari kamar itu dan langsung ke bandara.

"Bapak kalau mau sarapan ke resto, sarapan aja Pak."

"Kamu nggak sarapan?"

"Saya mah gampang, Pak." Tapi setelah beberapa detik, ternyata Erlang tidak beranjak. Jadi Ayu menambahkan, "Atau kalau Bapak nggak nyaman ninggalin barang-barang Bapak disini karena ada saya____"

"Bukan itu," putus Erlang cepat. "Saya sudah pesan 2 paket sarapan untuk diantar kesini. Saya sudah menduga kamu nggak mau makan di resto hotel."

"Oh..." Ayu kemudian mengangguk mengerti. "Makasih, Pak."

Dari tempatnya duduk di ranjang, Erlang melihat gadis itu kemudian melangkah ke depan meja rias, duduk disana dan mulai memeriksa wajahnya. Masih terlihat lebam samar di pipi gadis itu, juga luka kecil di pojok bibirnya.

"Masih sakit?" tanya Erlang.

Ayu menatap sosok Erlang dari cermin, dan mengernyit.

"Pipi dan bibir kamu, masih sakit?"

"Oh..." Gadis itu menyeringai kecil. "Cuma sedikit. Lagian, luka seperti ini udah biasa Pak." Gadis itu membuka kotak obat yang semalam Erlang minta dari staf hotel, dan mengaplikasikan obatnya pada tepi bibirnya.

"Udah biasa?"

"Namanya kerja di club, ketemu orang mabuk, sesekali nggak sengaja kena gampar begini mah udah biasa." Setelahnya ia membuka sebuah pouch kecil dan mulai mengaplikasikan make-up di wajahnya. Terutama pada lebam biru di pipinya, ia mengaplikasikan concealer lebih tebal.

"Tapi yang tadi malam, itu bukan nggak sengaja kan?"

Tidak terlalu kelihatan, tapi Erlang menangkap sekilas kekagetan Ayu karena Erlang menanyakan hal itu.

"Laki-laki yang semalam memang niat mukul kamu kan? Dia siapa?" lanjut Erlang, bertanya hati-hati. "Kalau memang kejadian nggak sengaja dipukul tamu kelab itu sudah biasa, kenapa kamu mesti kabur begini?"

Tangan Ayu yang sedang menutup kemasan concealer menggantung sedetik. Tapi kemudian dengan wajah datar, ia melanjutkan kegiatannya. Nampak tidak berniat menjawab pertanyaan Erlang.

Wajah Ayu tampak tampak lega ketika bel kamar Erlang berbunyi. Dengan cekatan ia berlari ke kamar mandi. Ia yakin bahwa yang membunyikan bel adalah petugas room service yang membawakan sarapan yang dipesan Erlang. Dari kamar mandi, ia bisa mendengar Erlang meminta makanan diletakkan di meja yang berada di dekat jendela. Setelah tidak ada lagi suara dari dalam kamar, dengan asumsi petugas room service sudah keluar kamar, barulah Ayu keluar dari kamar mandi.

"Sarapan," kata Erlang, menoleh pada Ayu yang keluar dari kamar mandi.

Ayu mengangguk. "Makasih Pak."

Setelah melihat Erlang duduk di kursi di depan jendela, Ayu menghampirinya. Gadis itu memerhatikan satu nampan lain yang tidak diambil Erlang, yang terletak agak jauh dari tempat lelaki itu duduk.

"Saya nggak tahu kamu minum kopi atau teh. Jadi saya pesenin dua-duanya," kata Erlang, menjelaskan mengapa di nampan untuk Ayu tersedia dua minuman -- tiga, dengan air mineral.

"Makasih udah dipesenin, Pak," kata Ayu. "Tapi saya nggak minum dua-duanya."

"Hmm?"

"Maksudnya, saya nggak minum kopi dan teh kalau mau berpergian jauh. Kalo hari-hari biasa sih minum."

"Kenapa?"

"Karena kopi dan teh mengandung kafein yang punya efek stimulansia dan diuretik," jawab Ayu. Gantian, sekarang dia ingin membalas kuliah tentang teh semalam.

"Hmm?"

"Nanti saya deg-degan dan pengen pipis mulu. Males bolak-balik toilet kalau lagi di perjalanan."

Tanpa bisa dicegah, Erlang mengulum senyum mendengar jawaban Ayu.

Ayu kemudian melirik nampan Erlang. "Bapak minum kopi? Kopi saya buat Bapak aja, mau nggak?"

"Oh, yaudah," jawab Erlang. "Sekalian tehnya sini. Daripada mubadzir."

"Tapi Bapak nggak ada gastritis kan? Soalnya kafein meningkatkan sekresi asam lambung. Nanti makin parah gastritisnya."

Erlang menggeleng. Mendapat jawaban itu, Ayu memindahkan cangkir kopi dan teh dari nampannya ke meja tempat Erlang makan. Kemudian gadis itu mengangkat nampannya dan melangkah pergi.

"Eh? Mau dibawa kemana?" tanya Erlang kaget. Ia pikir gadis itu akan duduk di hadapannya dan makan bersamanya.

"Saya makan disitu aja ya Pak? Sambil dandan," kata Ayu, seperti meminta ijin.

"Oh...." Hanya itu yang dikatakan Erlang sebagai respon atas pertanyaan itu. Ia membiarkan Ayu pergi membawa nampan sarapan ke meja rias.

Selama beberapa menit berikutnya Erlang menikmati sarapannya dalam diam. Sesekali ia memandang keluar jendela, menikmati pemandangan pantai dari kamarnya di lantai 5. Kali berikutnya ia mencuri-curi pandang pada Ayu yang sedang menyuap sarapan sambil... mengeriting rambut?

Ngapain mengeriting rambut? Ini cewek centil banget ya, mau kabur aja masih sempet dandan.

Gadis itu tadi mengeluarkan hair curler nya dari dalam tas besarnya. Ternyata dia adalah jenis gadis yang suka berdandan.

"Kamu kenapa dipanggil Ayu?" tanya Erlang, setelah beberapa lama, ketika separuh sarapannya habis.

Tadi malam, Erlang sudah menanyakan hal itu. Tapi gadis itu tidak menjawabnya. Sehingga pagi ini tiba-tiba Erlang merasa penasaran lagi dengan jawaban dari pertanyaan tersebut.

Ayu menatap Erlang melalui cermin di hadapannya. "Karena.... kenapa nggak?" jawab gadis itu, enteng.

"Sejak kecil, kamu dipanggil Ayu? Bukan Eugenia? Atau Nia?"

"Nanti kayak penulis cerita ini dong."

"Hah?"

Ayu menyeringai sinis. "Bercanda, Pak."

Erlang bingung menanggapi Ayu. Yang barusan itu bercanda? Apa karena beda usia mereka sangat jauh sehingga Erlang tidak paham dengan gurauan barusan?

"Kamu juga nggak dipanggil Ranu? Atau Padma?"

Ayu kembali menyeringai sambil mengangkat bahu. "Wah, nggak cocok buat orang desa kayak saya, Pak."

"Bukan gitu maksud saya...."

Bagi banyak orang, soal nama bukanlah hal sensitif. Tapi bagi Ayu, sepertinya dia tidak nyaman Erlang membahas soal namanya.

Eugenia Ranupadma...

Itu bukan nama yang sangat unik. Tidak juga terlalu antik. Tapi tetap saja Erlang sempat kaget membaca nama lengkap Ayu di KTPnya.

Dari sedikit cerita Farah, Erlang berasumsi bahwa Ayu bukan berasal dari keluarga dengan tingkat finansial yang baik. Buktinya gadis itu bekerja dua kali lebih keras untuk mengumpulkan uang, yang menurut Farah, untuk keluarganya. Tapi nama gadis itu bukan seperti nama seorang anak dari keluarga sederhana di sebuah desa. Orangtuanya pasti bukan orang desa biasa, setidaknya cukup terpelajar, sehingga memiliki ide untuk memberi nama gabungan bahasa asing dan bahasa Jawa yang... cantik dan elegan seperti itu.

"Itu diambil dari nama dokter yang bantu ibu saya melahirkan. Dokter Eugene," kata Ayu, setelah meminum air mineralnya. "Karena nama saya dilafalkan yujinia, jadi saya ambil kata Ayu dari situ."

Erlang menatap Ayu yang menjelaskan tentang namanya. Dia merasa ada yang aneh dengan penjelasan itu. Tapi apa ya?

Gadis itu membereskan peralatan makan di nampannya, dan menggeser nampan itu lebih ke pinggir meja rias. Sepertinya ia sudah menghabiskan sarapannya.

Setelah itu dengan jemarinya ia fokus menyisir helai-helai rambutnya yang kini menjadi bergelombang. Kali itu Erlang terpukau menatap sosok di depan cermin itu. Sedikit perubahan model rambut ternyata bisa mengubah citra gadis itu menjadi terlihat lebih dewasa.

Setelah mematut diri di cermin dan merasa puas, gadis itu mencabut kabel catok rambutnya, menggulungnya, lalu memasukkan ke tasnya.

"Saya udah siap, Pak," kata Ayu, menoleh pada Erlang sambil meraih kancing kemejanya.

"Eh?" Erlang yang sejak tadi mencuri pandang pada gadis itu, ketika tiba-tiba Ayu menoleh padanya, jadi salah tingkah. Apalagi melihat jemari gadis itu pada kancing kemejanya, seperti gadis itu akan membuka kemejanya yang memang baru dikancingkan sebagian.

Tapi ternyata gadis itu justru mengancingkan sisa kancing kemejanya yang belum dikaitkan, hingga kini tanktopnya tertutup sepenuhnya dengan kemejanya. Ayu kemudian menarik topi dari dalam tasnya. Dengan cepat menggelung ke atas rambutnya yang kini berombak, dan memakai topinya.

"Saya udah siap berangkat," lanjut Ayu, ringan. "Tapi kalau Bapak masih sarapan, santai aja Pak. Saya santai-santai dulu nyari kosan buat di Jakarta nanti."

Kemudian Ayu menghempaskan diri di sofa dan kembali fokus dengan ponselnya.

Sementara itu Erlang menatap gadis itu dengan bingung.

Buat apa catok rambut kalau toh rambutnya digelung dan ditutup topi???


* * *

Erlang menatap Ayu yang menjelaskan tentang namanya. Dia merasa ada yang aneh dengan penjelasan itu. Tapi apa ya?

Kira2 apa yang aneh ya? Adakah Kakak2 yg aware? Tp ini jawaban dari teka-teki ini masih lamaaaaa, masih beberapa bab ke depan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top