ᴛᴜᴊᴜʜ

ǝTHirëǝl
• ᴇᴛʜᴇʀᴇᴀʟᴏᴠᴇ •

Ketika semua orang sibuk dengan station masing-masing, Adriana tetap bersiaga. Suasana dapur utama akan selalu sibuk ketika jam menunjukkan pukul dua belas siang. Sesekali ia berlari pada tempat penyimpanan untuk membantu mengambil frypan atau saucepan yang dibutuhkan.

Namun, ada yang berbeda kali ini. Suasana dapur terdengar hening—bukan hening secara harfiah—melainkan tidak adanya suara Airlangga yang berteriak terhadap hal apa pun. Sepertinya hari ini dapur mereka akan damai, setidaknya untuk satu hari.

Bahkan ketika hendak memarinasi potongan salmon. Derap langkah safety shoes yang dikenakan Airlangga terdengar kentara ketika laki-laki itu berlari ke station untuk mengambil olive oil—alih-alih meminta Adriana yang notabene sebagai cook helper untuk mengambilnya.

"Ini, Chef."

Gerakkan Adriana membuat Airlangga yang hendak menggapai frypan ukuran 26 CM terhenti.

"Bantu yang lain," kata Airlangga tanpa melihat Adriana. Ia tidak mengatakan apa pun, tetapi bahasa tubuhnya seolah memberi isyarat jika ia tidak suka Adriana berada di dekatnya.

Adriana masih memperhatikan ketika laki-laki itu memanaskan frypan tanpa bantuan minyak. Tangannya dengan telaten meletakan potongan salmon yang sudah dimarinasi oleh olive oil.

Adriana menarik napas dalam-dalam, mencoba menghidu aroma salmon dengan rakus.

"Apa kamu tidak punya kegiatan lain selain mengawasi saya?"

Suara yang keluar dari bibir Airlangga masuk ke dalam telinga Adriana ketika tangannya mengangkat potongan salmon untuk proses resting.

"Ma-maaf, Chef."

"Ambilkan butter."

"Baik, Chef."

Adriana berlari ke penyimpanan, mengambil butter untuk segera diberikan pada Airlangga.

"Ini, Chef." Adriana mengulurkan tangan yang berisi butter seraya membungkuk.

"Ambil piring," titah Airlangga jelas, meski pria itu sibuk dengan air perasan lemon, bawang putih, butter dan lemon zest yang menyatu di dalam pan-nya.

"Baik, Chef!"

Tanpa aba-aba. Adriana menyodorkan piring ukuran besar. Rupanya, sejak tadi Adriana sudah menyiapkan piring yang akan Airlangga butuhkan.

Dengan tatapan serius. Airlangga mulai melakukan platting dengan sentuhan akhir daun parsley.

"Cantik, Chef. Pasti enak." Adriana berkomentar tanpa sadar.

"Saya tidak butuh komentar kamu."

Airlangga melengos pergi. Meninggalkan Adriana yang sudah mencebik kesal karena sikap bodohnya. Memang apa yang Adriana pikirkan? Airlangga akan mengucapkan kata terima kasih karena sudah dipuji begitu?

Langkah Adriana lincah, kepalanya menoleh saat Nindya memanggilnya untuk membantu. Setidaknya, Adriana bisa melupakan rasa malu atas sikap Airlangga tadi.

"Bantu aku, Ana. Bawa ini ke microwave."

Nindya memberikan satu wadah dengan lapisan alumunium foil berisi kentang pada Adriana tanpa arahan. Adriana pikir tugasnya cukup mudah karena microwave memiliki pengatur waktu yang akan berbunyi jika ia tinggal. Jadi ia bisa membantu Aji Saka menyiapkan olive oil untuk steak yang sedang ia siapkan.

Namun, ketika ia kembali dari ruang penyimpanan. Ia mendapati Airlangga di depan microwave, matanya menyorot tajam seolah ingin menguliti Adriana saat ini juga. Nindya ada di sebelahnya dengan kepala setia menunduk dan tangan yang mengepal.

Adriana hampir saja menjatuhkan botol olive oil ketika tiba-tiba saja Airlangga melemparkan wadah yang ia masukan ke dalam microwave ke lantai.

"Apa yang kamu pikirkan ketika memasukkan alumunium foil ke dalam microwave?! Apa kamu benar-benar ingin membakar dapur ini!"

Adriana mematung. Seluruh station menghentikan aktivitas ketika mendengar teriakan Airlangga. Bahkan, beberapa waitress datang saling saling menyalip, mengintip tragedi apa yang sedang terjadi kali ini.

"Keluar dari dapur ini sekarang juga!"

"Ta-tapi, Chef."

Dan air mata lolos dari kedua mata Adriana. Ia tidak menyangka akan mendapat perlakuan kasar seperti itu dari Airlangga.


Kalian ada yang bisa nebak menu apa yang dimasak Airlangga?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top