ᴛɪɢᴀᴘᴜʟᴜʜ ᴇᴍᴘᴀᴛ

ǝTHirëǝl
• ᴇᴛʜᴇʀᴇᴀʟᴏᴠᴇ •

Airlangga baru saja akan membuka pakaian saat dering telepon menghentikan aktivitasnya. Sempat berdecak pelan, ia lupa akan janjinya untuk segera menemui Trias di toko oleh-oleh milik keluarga besar itu.

"Ada apa?" tanya Airlangga setelah menempelkan benda pipih pada telinga kanan. Laki-laki itu duduk pada kasur, menyalakan loudspeaker agar Trias bebas berbicara sementara dia melanjutkan aktivitas mengganti baju.

"Lo nggak jadi ke sini?" Itu pertanyaan Trias ketika Airlangga menanggalkan kaus yang dikenakan dan melemparnya pada keranjang pakaian.

"Banyak kerjaan."

"Masa? Trus kapan ke sini?"

Sesaat Airlangga berpikir untuk mengajak Adriana ke sana. Ia teringat bahwa rumah orang tua perempuan itu tidak jauh dari rumah kakeknya. Namun, ketika terlintas kejadian sore tadi, buru-buru Airlangga menggelengkan kepalanya. Belum tentu Adriana mau ia ajak bukan?

"Lang?" Suara Trias kembali terdengar dari speaker ponsel.

"Ha? Nggak tahu. Nanti gue kabari kalau ada waktu. Gue tutup dulu."

Setelah sambungan telepon dari Trias terputus, Airlangga membawa langkahnya menuju kamar mandi. Ada benda asing yang membuatnya tercenung untuk beberapa detik. Laki-laki itu kemudian mengambil benda tersebut, menyimpannya dalam kotak kaca dengan kemungkinan benda itu akan terpakai kembali.

Aku nggak ada sikat gigi, Chef.

Airlangga meloloskan tawa kecil ke udara ketika mengingat tingkah aneh cook helper barunya itu. Oke! Mungkin Airlangga sudah gila sekarang. Kenapa ia merasa rumahnya kosong tanpa kehadiran Adriana? Padahal sebelum ini ia tidak pernah masalah jika harus tinggal sendiri.

Setelah merasa cukup waras, ia memutuskan untuk membersihkan wajah dan kembali ke kamar agar dapat melupakan pikiran gila tentang bawahannya itu. Niat awalnya untuk mengusir lelah dengan mandi terhenti ketika ingatan tentang Adriana menghantui.

Airlangga kembali mengambil ponselnya, diketikan nama Adriana dengan niat menghubungi gadis itu, entah kenapa, Airlangga merasa perlu mengkonfirmasi sesuatu yang ia sendiri tidak tahu itu apa. Akan tetapi, lagi-lagi ia kembali ragu. Ada apa dengannya? Kenapa langkahnya selalu ragu ketika berhubungan dengan Adriana?

Ia menguatkan hati kemudian dengan mantap kemudian menghubungi Adriana. Panggilan pertama gagal karena nomor Adriana sibuk, begitu pula panggilan kedua. Airlangga mengepalkan tangannya ketika timbul sebuah pertanyaan siapa yang tengah dihubungi Adriana? Apakah itu Taufik? Atau Arial? Menyebalkan!

Sepertinya Airlangga harus melewati malam hari ini dengan perasaan bersalah pada Adriana. Sesaat terlintas dalam benaknya, apakah ia harus meminta maaf karena sudah berkata kasar pada Adriana? Tapi bagaimana jika Adriana salah paham?

Seandainya saja ada Ayunda, malaikatnya itu pasti punya solusi yang baik atas apa yang harus Airlangga lakukan.

****

Setelah mengecek pan seared salmon yang dilengkapi dengan kentang kroket. Airlangga menganggukkan kepala kemudian memberi tanda pada waitress untuk mengantarkan pesanan. Fokusnya kembali pada Kitchen Display System, membacakan menu yang tertera dengan suara lantang dan kembali memeriksa sajian yang sudah jadi.

Saat berbalik, tanpa sengaja matanya menangkap potret Adriana yang tengah memberikan sebuah botol kaca pada Taufik. Seharusnya Airlangga biasa saja dengan hal itu, tetapi kenapa ia merasa terabaikan? Sudah begitu, pagi ini Adriana seolah sama sekali tidak menganggapnya ada, perempuan itu selalu menoleh ke arah lain ketika mereka berpapasan.

"Dua beef wiener schnitzel, dua fish and chips dan satu pene carbonara."

"Yes, Chef!"

Airlangga hanya diam dan langsung mengambil posisi untuk mengecek saute station yang belum selesai. Adriana yang hendak memberikan pan mundur beberapa langkah, menyodorkan sauce pan pada Rizal, saucier yang sedang diberi arahan oleh Airlangga secara hati-hati.

Airlangga menoleh, melirik tajam pada Adriana yang bergerak mundur perlahan kemudian kembali pada section utama, menghampiri dan bersembunyi dibalik Nindya yang mulai risi ketika mendapati pelototan Airlangga.

"Kamu ada buat salah apa lagi, An?" Suara Nindya dibuat sekecil mungkin.

"Memangnya aku cuma bisa buat salah apa? Hari ini aku belum buat salah." Tanpa sadar Adriana berbisik di telinga Nindya.

"Ya sudah, pura-pura nggak lihat saja." Nindya memberi saran.

"Adria, kalau kamu mau bergosip nanti setelah selesai shift!" Airlangga memperingatkan. Dia gerah sendiri ketika mendapati Adriana menjauh seolah-olah ia adalah hantu dengan wajah yang sangat menyeramkan.

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Airlangga ketika berhasil menghampiri keduanya.

"Nggak ada, Chef." Adriana menjawab dengan gugup yang kentara.

"Nggak ada? Jadi sejak tadi bibir kamu sedang apa? Baca mantra?"

"Iya." Adriana hanya mengiyakan pertanyaan Airlangga sembari memilin jari.

"Ana, bisa tolong ambilkan bahan beef untuk wiener?" Suara Aji Saka menginterupsi. Butcher berusia tiga puluh tahun itu tidak tega melihat Adriana berada dalam posisi serba salah.

Adriana mengangguk pelan sebagai tanda pamit pada Airlangga dan bergerak menuju penyimpanan, mengambil daging yang dibutuhkan untuk wiener schnitzel dan memberikannya pada Aji Saka. Butcher yang sedang sibuk dengan grill itu memberikan Adriana sebuah palu daging.

"Ini. Kamu pukul beberapa kali, kemudian tusuk-tusuk dengan garpu yang ada di sana." Aji Saka menunjuk tempat penyimpanan utensil.

Perempuan berusia 22 tahun itu tampak antusias, memukul dengan kekuatan yang ia kira cukup beberapa kali dan menusukkan ujung garpu di beberapa titik. "Setelah ini, Chef?"

"Oleskan ini pada daging kemudian tunggu selama sepuluh menit." Taufik memberikan satu buah container stainless berisi air perasan lemon, garam juga merica.

"Coba kamu tanyakan Asri, apa saus schnitzel-nya sudah siap?" Taufik memberi titah sebelum kembali pada fish and chips yang sejak tadi ia buat.

Setelah beberapa saat, hidangan yang dibuat Aji Saka dan Taufik selesai, Adriana antusias dengan hasil yang ia antarkan. Terlihat, senyumnya terkembang apik ketika Taufik memberikan fish and chips untuk dicek oleh Airlangga.

"Dua beef wiener schnitzel, fish and chips dan pene carbonara siap, Chef." Adriana meletakkan fish and chips yang ia bawa pada meja stainless di depan Airlangga.

"Di mana saus tar-tarnya?"

"Ehh?"

"Kamu mau pelanggan kita makan fish and chips tanpa saus tar-tar?" Suara Airlangga terdengar hingga seisi kitchen.

Adriana berada paling depan, menunduk takut pada atasan yang sejak tadi ia hindari itu, dan sekarang ia justru berhadapan secara langsung dengan amukannya karena lupa memberikan menambahkan saus tar-tar yang sebelumnya diberikan oleh Asri. Taufik lebih responsif, ia maju ke depan dan mencoba mengakui kesalahannya.

"Maaf, Chef. Saya akan ...."

"Akan apa? Pastikan kamu tidak melampiaskan keteledoran kamu pada orang lain! Apa hidangan ini harus menunggu saus dan disajikan saat dingin? Pelanggan tidak membayar untuk makanan yang tidak layak!" Suara Airlangga kembali terdengar keras. "Kamu tahu kesalahan kamu?"

Taufik mengangguk kaku. Ia salah, dan ia sadar Airlangga tidak akan diam saja menerima permintaan maaf dengan tangan terbuka.

"Saya akan minta maaf langsung pada pelanggan, Chef."

"Tidak perlu! Yang harus kamu lakukan adalah, bersihkan kesalahan kamu dengan benar, dan jangan sok jadi pahlawan kalau kamu belum dapat menyelamatkan diri kamu sendiri." Kalimat 'sok jadi pahlawan' yang diucapkan Airlangga begitu ditekankan.

Adriana tahu bahwa itu tentang Taufik yang beberapa kali membelanya di depan Airlangga. Perempuan itu menelan ludah, tanpa berani menyuarakan apa pun yang bersarang di kepalanya meski itu hanya sebuah permintaan maaf.

Airlangga memutar arah, mengatakan pada waitress bahwa ia akan menemui pelanggan secara langsung atas kesalahan yang dibuat bawahannya. Beberapa waitress mengangguk kaku, sedikit takut jika habis itu mereka akan terkena imbasnya juga.

"Maaf, ya, Chef. Karena sibuk bantu aku, Chef Taufik jadi kena marah Chef Air." Adriana meringis penuh sesal. Menangkupkan kedua tangannya di depan mulut hingga Taufik tertawa.

"Bukan salah kamu, kok. Memang aku yang salah karena nggak ngecek sausnya sudah jadi atau belum. Kamu nggak ada salah." Taufik tersenyum. Ia tidak ingin Adriana merasa sungkan jika meminta bantuannya. Terlebih, ketika Taufik merasakan bahwa Airlangga memang bersikap berbeda jika itu tentang Adriana.

"Aaa ... tapi aku beneran nggak enak. Harusnya aku juga mastiin sausnya sebelum diantar ke Chef Air." Adriana menunduk pelan di depan Taufik. Sebelum hidangan diberi garnish seharusnya Adriana tidak lupa memberikan saus tar-tar seperti instruksi yang diberikan Taufik.

Laki-laki berusia 26 tahun itu tertawa renyah, tangan besarnya mengelus puncak kepala Adriana pelan sebelum kembali ke station untuk memperbaiki hidangannya yang salah. membuang semua garnish, mengganti piring, memberikan saus putih pelengkap fish and chips kemudian memberikan sentuhan garnish terakhir.

"Chef, sebagai permintaan maaf bagaimana aku traktir angkringan di alun-alun malam ini?" Adriana menawarkan voucher tidak langsung sebagai rasa sungkannya. Ini kesalahannya, sudah seharusnya Airlangga marah pada Adriana, bukan pada Taufik saja.

Airlangga kembali dengan wajah kusut. Melihat Adriana tersenyum lebar pada Taufik, ditambah tawaran makan malam itu semakin membuat amarahnya hingga mencapai puncak. Kenapa juga sebuah kesalahan harus diapresiasi? Jika ada orang yang harusnya diapresiasi, itu adalah Airlangga, karena ialah yang menerima omelan pelanggan atas kesalahan yang Taufik buat.

"Mana hidangannya?!"

"Ini, Chef." Tangannya terulur ke depan dengan piring yang sudah siap dengan dua fish and chips.

Seharusnya Taufik mendapat sebuah hukuman, bukan sebuah apresiasi seperti yang Adriana berikan. Laki-laki itu mendengkus sebal atas apa yang ia sendiri tidak tahu sebabnya. Namun, yang menjadi kejutan adalah ketika Airlangga menghampiri Taufik dan mengatakan.

"Sebagai hukumannya, hari ini kamu longshift sampai jam delapan malam."

Tidak ada kata lain yang dapat Taufik ucapkan selain persetujuan. Commis asal Sleman manatap Adriana yang mengerucutkan bibirnya kala mendengar ucapan Airlangga. Rencananya untuk membayar kebaikan Taufik gagal karena Airlangga.

Dasar Chef menyebalkan!

sᴀᴜᴄɪᴇʀ : ᴄʜᴇғ ʏᴀɴɢ ᴍᴇɴᴀɴɢᴀɴɪ ʙᴀɢɪᴀɴ ᴛᴜᴍɪs

ᴜᴛᴇɴsɪʟ : ᴘᴇʀᴀʟᴀᴛᴀɴ ᴋᴇᴄɪʟ

sᴀᴜs ᴛᴀʀ-ᴛᴀʀ : sᴀᴜs ᴍᴀʏᴏɴᴇs ʏᴀɴɢ sᴜᴅᴀʜ ᴅɪᴏʟᴀʜ ᴅᴇɴɢᴀɴ ʙᴀʜᴀɴ sᴇᴘᴇʀᴛɪ ᴛᴇʟᴜʀ ʀᴇʙᴜs, ᴘᴇʀᴀsᴀɴ ʟᴇᴍᴏɴ, ʙᴀᴡᴀɴɢ ʙᴏᴍʙᴀʏ, ᴘᴀʀsʟᴇʏ, sᴜsᴜ ᴋᴇɴᴛᴀʟ ᴍᴀɴɪs, ɢᴀʀᴀᴍ ᴅᴀɴ ᴍᴇʀɪᴄᴀ.

ɢᴀʀɴɪsʜ : ʜɪᴀsᴀɴ ᴍᴀᴋᴀɴᴀɴ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top