ᴛɪɢᴀᴘᴜʟᴜʜ ʟɪᴍᴀ

ǝTHirëǝl
• ᴇᴛʜᴇʀᴇᴀʟᴏᴠᴇ •

Sebenarnya sejak pagi Airlangga ingin menghampiri Adriana, bermaksud meminta maaf atas apa yang ia ucapkan kemarin. Itu seharusnya ia tidak katakan secara gamblang, tetapi pikirannya kalut. Ia takut jika Adriana justru berpikir bahwa ia laki-laki yang buruk karena bertindak seenaknya.

Airlangga tidak pernah berjalan tanpa tujuan. Semua rencananya jelas, mulai dari pertama kali ia menapaki bumi Yogyakarta dengan mencari tahu di mana Retno tinggal. Kemudian mencari pekerjaan di kota tersebut.

Banyak yang bilang, orang beruntung akan selalu menang dibanding orang rajin. Ketika Airlangga menerima kabar bahwa d'Amore hotel mencari pengganti Kepala Chef yang resign karena masalah internal, Airlangga langsung menyabet lowongan itu dengan bekal pendidikan kuliner dan pengalamannya sejak bekerja di dapur pelayaran Barcelona.

Airlangga hanya punya waktu satu tahun untuk menemukan Retno sebelum ia kembali ke pelayaran dan memulai hal baru di negara lain tanpa Abikara. Namun, ternyata banyak hal yang membuat rencananya berubah, terutama dalam sisi pekerjaan. Sistem kerja d'Amore sungguh berbeda dengan apa yang Airlangga biasa terapkan ketika di luar. Oleh karena itu, Airlangga butuh konsentrasi selama tiga bulan untuk membersihkan dosa lama di tempat kerjanya.

Sekarang, setelah manajemen waktunya terbuang sebanyak tiga bulan, apakah Airlangga akan mengulur waktu lagi dengan masalah Adriana? Bagaimana dengan rencananya dua tahun ke depan? Apakah semua urutan rencananya harus mundur lagi? Itu berarti, Airlangga harus menyusun rencana ulang bukan?

Terlebih mengorbankan karir demi hal yang belum pasti bukan hal yang Airlangga inginkan. Jika kita mau mencapai suatu tujuan, terutama kita harus tahu terlebih dahulu tujuan kita, baru kita dapat menentukan langkah yang kita ambil. Itu adalah kata-kata Abikara yang selalu diingat oleh Airlangga.

Airlangga bergerak gelisah, perutnya mendadak mual dan kepalanya pusing karena memikirkan apa yang harus ia lakukan. Ada rasa ketakutan dalam dirinya ketika mengingat jika ia harus tinggal lebih lama lagi di tanah Yogyakarta. Apa dia akan bisa menapaki jalan yang sama dengan perempuan yang sudah merebut kebahagiaan Ayunda?

Laki-laki kelahiran Jakarta, 28 tahun lalu itu menjatuhkan kepalanya pada meja yang bertumpuk data stok bahan baku juga beberapa lembar kertas resep baru yang ia aplikasikan pada menu restoran.

Yogyakarta tengah demam makanan pedas--meski makanan khas kota itu memiliki cita rasa manis-- Jadi untuk menyiasati pasar, Airlangga menggabungkan menu pan seared chicken dengan bumbu pedas, seperti sambal bawang dan sambal kecombrang khas Indonesia. Rasa segar ayam yang sudah dimarinasi dengan perasan lemon berpadu dengan sambal yang pedas juga segar membuat pelanggan tahu kemana mereka harus kembali ketika datang ke Yogyakarta.

"Chef Airlangga, apa saya sudah boleh pulang?" Adriana mengintip dari celah pintu yang terbuka. Tadi siang, sebagai hukuman perempuan itu harus memindahkan telur-telur dari peti supplier ke peti yang disediakan khusus oleh d'Amore sebelum pulang.

Tidak ada jawaban.

Adriana tidak akan berani pulang meski jam sudah menunjukkan pukul enam sore karena Airlangga mengatakan akan memeriksa pekerjaannya lebih dulu sebelum ia benar-benar boleh pulang. Namun, ketika Adriana memasuki kantor pribadi Airlangga, ia mendapati Airlangga tengah memejamkan matanya. Makanan yang seharusnya habis tiga jam lalu masih utuh tak tersentuh di meja lain membuat Adriana melebarkan matanya.

Chef macam apa yang membuang makanan?

Begitu pikir Adriana seraya menggelengkan kepalanya dan mendekati meja kerja Airlangga untuk mengecek apa laki-laki itu baik-baik saja.

"Chef?" Tidak ada jawaban dari Airlangga. Agaknya tidur laki-laki itu terlalu pulas untuk ukuran orang yang tidur bertumpu tangan di meja.

Adriana bergerak ke samping Airlangga, mencari wajah atasannya itu dan mencoba membangunkannya sekali lagi. Adriana mengamati wajah itu, bulu mata lentik Airlangga bergerak samar dan Adriana tergoda untuk menyentuhnya.

Seandainya saja Airlangga ingat akan Adriana, bisa dipastikan hal yang akan Adriana lakukan adalah memeluk laki-laki itu dan mengatakan tepat di telinganya bahwa Adriana sangat merindukan Elangnya. Adriana jongkok dengan berjinjit, mencoba menyejajarkan wajahnya dengan Airlangga sambil berharap bahwa laki-laki itu tidak akan membuka mata dalam waktu lima menit.

Ya ... Adriana hanya meminta waktu Elangnya selama lima menit sebelum laki-laki itu kembali menjadi sosok Chef Airlangga yang galak dan menyeramkan.

Akan tetapi rupanya takdir tidak berpihak padanya, ketika pintu ruangan Airlangga tiba-tiba dibuka dari luar, Adriana yang kaget terjatuh karena posisi tidak seimbang, refleksnya membuat Adriana berpegangan pada tangan Airlangga dan membuat laki-laki itu terseret ke bawah hingga wajahnya membentur meja.

"Chef? Chef Airlangga nggak apa-apa?"

Taufik bergerak mendekat pada sisi depan meja, memastikan ia tidak membuat Airlangga kaget dan terhantuk meja. Kalau iya, sudah bisa dipastikan ia akan menerima amukan oleh Airlangga.

Airlangga ling-lung, mendapati sosok Adriana di bawah mejanya dengan menutup mulut dan ia sempat meringis ketika memegang hidungnya yang baru saja terhantuk meja. Apa hidungnya akan patah setelah ini? Airlangga memencet hidungnya beberapa kali.

"Ada apa?" tanya Airlangga tepat ketika Taufik menundukkan kepalanya.

"Maaf, Chef. Apa boleh saya lanjutkan hukuman besok? Baru saja ibu saya menelepon kalau ada masalah di rumah. Saya janji sebagai gantinya saya akan longshift hingga resto tutup, Chef."

Kata ibu adalah mantra yang sakral diucapkan di depan Airlangga. Ia tersenyum, kemudian mengangguk sebagai jawaban.

"Te-terima kasih, Chef. Saya janji besok akan mempersiapkan untuk longshift ...."

"Tidak perlu, hukuman kamu sudah berakhir. Kamu boleh pulang."

"Serius, Chef? Chef nggak akan pecat saya, 'kan, Chef?" Taufik memastikan. Di usia 26 tahun, laki-laki itu adalah tulang punggung keluarga, gajinya di d'Amore hotel sangat diandalkan untuk membiayai ibu dan pendidikan kedua adiknya. Oleh karena itu, ia tidak boleh kehilangan pekerjaan ini.

"Apa justru kamu mau saya pecat?"

"Jangan, Chef! Baik, saya berjanji saya akan bekerja lebih giat lagi untuk memperbaiki kesalahan saya, Chef," ujar Taufik seraya menundukkan kepalanya di depan Airlangga.

"Saya tidak butuh janji kamu. Lakukan tanpa banyak bicara, dan saya akan lihat prosesnya. Kamu boleh pulang."

"Terima kasih, Chef." Taufik menunduk sekali lagi sebelum pamit keluar dari ruangan Airlangga.

Setelah pintu tertutup, kepala Adriana menyembul, mengintip ke arah pintu dari samping Airlangga. Airlangga memutar bola matanya ketika melihat kelakuan cook helper baru itu.

"Saya baru tahu kalau kamu itu perempuan mesum." Putusan yang keluar dari mulut Airlangga bernada sarkas.

"Enak saja. Saya ke sini tadi itu mau minta izin pulang karena hukuman saya sudah selesai, Chef!" Adriana mengelak, ia menjauhkan diri dari Airlangga yang justru malah menarik lengannya hingga semakin mendekat.

"Saya nggak percaya. Coba kita tanya Taufik, tentang apa yang ia pikirkan jika dia tahu kamu ada di bawah meja saya." Airlangga menantang, sudut bibirnya tertarik sebelah seperti meremehkan Adriana.

Mau diletakkan di mana wajah Adriana kalau sampai Taufik tahu dia tengah memperhatikan wajah Airlangga dari dekat? Bisa-bisa seluruh d'Amore hotel melabeli Adriana sebagai perempuan mesum.

"Kamu nggak menjawab. Berarti dugaan saya benar." Airlangga bergerak dramatis, meneliti pakaiannya dari seragam hingga celana. "Kamu apakah saya, Adriana? Kalau saya kenapa-kenapa kamu harus tanggung jawab."

"Apa sih, Chef! Memangnya aku berbuat apa?" Sungguh, dibandingkan Airlangga siang tadi, Adriana lebih takut berhadapan dengan Airlangga mode aneh seperti ini. Wajahnya memerah, menahan malu akibat ditatap sebegitu intens oleh Airlangga.

"Mana saya tahu kamu berbuat apa? Lagi pula memang apa yang otak kamu pikirkan, haa?" Airlangga mendorong pelan kening Adriana dengan telunjuknya. "Dasar perempuan dengan pikiran mesum."

Memang siapa yang bertindak mesum lebih dahulu?

Adriana ingin sekali membalas perkataan Airlangga dengan ucapan yang ada di hatinya itu, tetapi ia urungkan, ia ingat sudah berjanji untuk menganggap itu tidak pernah ada. Oleh karena itu ia mengerucutkan bibirnya.

Ini aneh, Airlangga masih ingat setengah jam lalu ia tengah merasa pusing memikirkan langkah apa yang harus ia susun jika waktunya habis sebelum menemukan Retno. Namun, melihat bibir Adriana yang mengerucut seperti sekarang agaknya membuat Airlangga sedikit melupakan niatnya membalas Abikara dan Retno.

"Yang saya maksud adalah tanggung jawab tentang ini." Airlangga menunjuk hidungnya yang mulai memerah. "Kamu harus saya balas atas perbuatanmu ini!"

"Ja-Jadi Chef Air mau pukul saya? atau mau benturin saya ke meja sampe hidung saya hampir patah juga?" Adriana memastikan. Airlangga tidak mungkin tega, 'kan?

Anggukkan yang menjadi jawaban Airlangga membuat Adriana melebarkan matanya. Bagaimana rasanya? Pasti akan sakit sekali jika itu dilakukan dengan sengaja. Terlebih, Airlangga adalah laki-laki, sudah bisa dipastikan kalau kekuatan Airlangga lebih besar dari Adriana.

"Sini kamu!"

"Jangan, Chef." Adriana mundur dua langkah, mencoba menjauh dari Airlangga yang masih setia duduk di kursi beroda empatnya.

"Sini! Kamu itu harus dikasih hukuman agar berpikir dua kali untuk ganggu tidur saya."

Mau tidak mau Adriana mendekat, perempuan itu menempelkan pinggangnya pada meja kerja Airlangga sembari meringis. Ia berjongkok, kemudian memejamkan mata, bersiap menerima pukulan Airlangga sebagai hukuman.

"Jangan keras-keras, Chef!" Adriana memperingatkan.

Airlangga hampir saja menggelak tawanya ketika melihat ekspresi di wajah Adriana. Laki-laki itu kemudian berpikir untuk memberi hukuman lain pada cook helper berusia 22 tahun itu. Namun, niat Airlangga terhenti ketika ketukan pintu dari luar mengganggu.

Airlangga mengubah ekspresinya menjadi datar, sementara Adriana membuka matanya ketika Airlangga memintanya berdiri. "Kamu boleh keluar, Adria." Hanya itu yang diucapkan Airlangga sebelum menyuruh yang di balik pintu untuk masuk.

Arial menoleh, saat berpapasan dengan Adriana di bibir pintu. Timbul banyak pertanyaan di benak Arial tentang kenapa Adriana bisa ada di sini? Bukankah seharusnya perempuan itu hanya pamit pulang? Ada hubungan apa Airlangga dengan Adriana sebetulnya?


Cieee Arial udah mulai kepo nih :v
Ayoo Air, teguhkan hatimu untuk melupakan dendam heheheheee ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top