ᴅᴜᴀᴘᴜʟᴜʜ sᴀᴛᴜ
ǝTHirëǝl
• ᴇᴛʜᴇʀᴇᴀʟᴏᴠᴇ •
Setelah kembali ke lantai sembilan Airlangga bergegas masuk ke dalam ruang pribadinya. Tadi, ketika berada di ruang purchasing manager ia sempat kehilangan kendali. Beruntung ada Adriana yang tiba-tiba menerobos masuk dan mengalihkan amarah Airlangga pada laki-laki berusia empat puluh tahunan itu.
Ingat akan satu hal, Airlangga. Ada letupan api dalam diri yang bisa membakarmu, menemukan sumber air yang tepat untuk meredamkannya adalah hal yang perlu kamu lakukan.
Airlangga menggeleng, mencoba mengenyahkan bisikan Ayunda dari telinganya. Lagi-lagi memori tentang Ayunda menyembul ke permukaan ingatan ketika ia berhubungan dengan Adriana. Laki-laki bermata elang itu melonggarkan kancing di bagian leher, udara terasa menyesakkan ketika bayangan akan kepergian Ayunda menerobos matanya.
Airlangga hampir saja meneteskan air mata, untung saja ketukan pada pintu mengalihkannya dari rasa sesak yang tiba-tiba saja membuat ruangannya terasa pengap. Ia mengubah ekspresi menjadi datar dan berdeham beberapa kali sebelum mempersilakan seseorang di luar sana untuk masuk.
Ia mencebik kesal, senyuman yang Adriana tampilkan terlihat menyebalkan di matanya.
"Ada apa?" tanya Airlangga roman minus ekspresi.
"Ini untuk diminum, Chef." Adriana masuk membawa secangkir minuman yang Airlangga tidak tahu itu apa kemudian menendang pelan pintu agar tertutup sebelum bergerak mendekat pada laki-laki yang ia tuju.
Airlangga mengerjap. Ia mengambil alih cangkir yang disodorkan Adriana dan meletakkannya pada meja kaca yang memisahkan mereka. Penghidunya menghirup aroma hangat jahe dari cangkir yang ia lihat berisi teh itu.
"Apa ini?" tanyanya dengan kening mengerut.
"Teh hangat. Masa Chef Air nggak tahu teh?"
Sudah Airlangga bilang bukan berbicara dengan Adriana itu sulit? Mungkin, laki-laki itu lebih memilih berbicara dengan kompor dibandingkan dengan Adriana, karena ia tahu sebuah kompor hanya akan menyala ketika ia meminta, tidak seperti Adriana yang tidak mau berhenti menyala.
"Saya tahu, Adria. Lebih baik kamu bawa ini kembali keluar jika tidak dapat menjelaskan apa yang saya maksud." Airlangga memilih untuk mengabaikan, hari ini ia rasa sangat lelah meski baru satu jam ia berada di lingkungan kerja.
"Ehh? Nggak! Saya becanda, Chef. Ini itu teh jahe, kata ibu saya bagus buat orang yang suasana hatinya tidak baik." Adriana kini menjelaskan agar Airlangga mau menerima teh buatannya. "Saya lihat dari wajah Chef Air seperti sedang ada masalah."
Airlangga sempat terperangah beberapa detik. Digelengkannya kepala guna mengusir bayang yang ada di kepalanya, seolah berusaha menghilangkan sesuatu dari pandangan.
"Chef? Chef baik-baik saja?" Adriana beringsut duduk di samping Airlangga yang menggelengkan kepalanya seraya memejamkan mata. Merasa ada yang aneh, perempuan berusia 23 tahun itu memerangkap wajah Airlangga.
"Chef!"
Sentakan Adriana membuat Airlangga tersadar dan membuka matanya, bergerak mundur ketika mendapati wajah Adriana begitu dekat, ia berusaha menjauhkan diri seperti orang yang tengah kebingungan.
Adriana mengerutkan kening. Ada apa dengan Airlangga? Kenapa laki-laki itu bersikap begitu aneh? Sebenarnya apa yang terjadi dengan Airlangga?
"Sebaiknya kamu keluar dari sini, Adriana."
Adriana melebarkan mata ketika mendapati pengusiran Airlangga. Akan tetapi, yang lebih membuatnya bingung adalah perubahan ekspresi Airlangga, kenapa laki-laki ini seperti dikejar hantu seperti itu?
Jika Adriana boleh jujur, ia tidak suka melihat Airlangga seperti ini. Meski laki-laki itu kini terlihat baik-baik saja dengan mengalihkan pikiran pada catatan-catatan menu yang ia rekap, Adriana tidak dapat dibohongi, ada sesuatu yang Airlangga berusaha tahan.
Tapi, apa itu?
Adriana harus mengetahuinya, karena hanya dengan mengetahui masa lalu Airlangga, ia dapat mengembalikan Airlangga seperti semula.
ʙᴀʙ ʙᴇsᴏᴋ ᴀᴋᴀɴ ʙᴇʀɪsɪ ᴍᴀsᴀʟᴀʟᴜ ᴀɪʀʟᴀɴɢɢᴀ ᴅᴜʟᴜ, sᴜᴘᴀʏᴀ ᴊᴇʟᴀs, ᴋᴇɴᴀᴘᴀ ᴅɪᴀ ʜᴀʀᴜs ᴋᴇ ᴊᴏɢᴊᴀ.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top