ᴅᴜᴀʙᴇʟᴀs
ǝTHirëǝl
• ᴇᴛʜᴇʀᴇᴀʟᴏᴠᴇ •
"Sekarang kamu panggang yang lain," titah Airlangga jelas ketika berhasil mengeluarkan alumunium tray dari oven besar.
Adriana dengan cepat memasukkan tray lainnya ke dalam oven kemudian mengulang apa yang Airlangga ajarkan. Sementara pemuda itu sudah berpindah ke station lain untuk mengecek proses komis.
Terakhir ada empat buah tray penuh daging asap berhasil Adriana panggang minus kesalahan. Airlangga tidak banyak berteriak hari ini, sepertinya tengah menahan lelah karena dari kantung matanya, Adriana dapat menebak laki-laki itu mungkin tidak tidur nyenyak semalam.
"Aw!"
Adriana sedikit kaget ketika tanpa sengaja menyentuh tray panas yang ia bawa. Ia lupa di mana meletakan sarung tangan berbahan tebal dan berakhir menggunakan serbet untuk lapisan pelindung tangannya dari tray panas yang baru saja dipanggang.
Airlangga memberikan container berbahan stainless steel pada pramusaji ketika selesai mengecek konsistensi kekentalan saus dan meminta untuk diletakkan pada salad bar.
"Apa bisa kamu sehari saja tidak berbuat ceroboh?" Airlangga menarik tangan Adriana, melihat badan jari kelingking yang sedikit melepuh dan menariknya pada sink. Rasa dingin menjalar pada tangan ketika Airlangga mengalirkan air pada jari yang terbakar.
"Maaf, Chef."
"Kamu tahu? Terlalu sering meminta maaf membuat kata-kata itu tidak berharga." Airlangga mengambil plester dari saku seragam serba putihnya kemudian memasangkan pada jari Adriana.
"Kata ibu saya, seseorang nggak akan jadi lebih rendah dengan meminta maaf." Adriana menolak disalahkan.
Mendengar kata ibu, hatinya disusupi rasa rindu. Sudah satu tahun sejak kepergian Ayunda, dan Airlangga belum bisa menerima jika wanita yang paling disayanginya telah pergi untuk selamanya.
"Kalau begitu berhenti membuat kesalahan. Dengan begitu kamu tetap menuruti kata ibu kamu sekaligus menuruti saya sebagai atasan."
Tautan tangan mereka terlepas--lebih tepatnya dilepas oleh Airlangga--Airlangga melangkah maju meninggalkan Adriana yang masih menatapnya.
Airlangga tidak tahu kenapa, tetapi melihat Adriana seolah mengingatkannya pada sesuatu. Contohnya saja kemarin, setelah melihat Adriana menangis, Airlangga memimpikan Ayunda. Sebuah pesan yang selalu Ayunda sampaikan itu bergaung di telinga Airlangga dan ia tidak suka itu.
"Indonesian food sudah ready, Chef."
Niur menginterupi dari jarak tiga meter, memperlihatkan sebuah panci tinggi besar yang berisikan sayur dengan kuah santan.
Airlangga hanya mengangguk memberi respons, rasanya kali ini ia tidak bersemangat untuk bekerja. Ada apa dengannya? Setidaknya itulah yang ada di pikiran Airlangga.
Niur, Taufik, dan Nindya saling tatap. Tidak biasanya Airlangga terlihat berwajah kusut.
"Ada apa, ya, sama Mas Airlangga?" tanya Niur berbisik ke arah Taufik yang sibuk dengan ikannya.
"Nggak tahu. Batrenya habis mungkin." Taufik menjawab asal ketika membalik ikan yang ada di frypan di depannya.
Apa Adriana salah bicara? Dari raut wajah Airlangga jelas sekali perubahannya ketika Adriana menjawab ucapannya tentang meminta maaf. Akan tetapi, apa yang membuat Airlangga berubah sedemikian rupa. Laki-laki itu bahkan meninggalkan dapur utama setelah dirasa cukup terkendali hingga tamu-tamu berdatangan.
Adriana mengintip, dengan sebuah masker di wajah, Airlangga membantu proses pelayanan omelette untuk para tamu hotel.
Tunggu dulu!
Bukankah tadi Airlangga menyuruh Adriana yang melakukan itu? Kenapa Airlangga melakukannya sendiri? Apakah setelah ini ia akan terkena masalah lagi?
ᴀᴋᴜ ᴛᴜʜ ɴᴜʟɪsɴʏᴀ ᴇɴᴀᴋ ɢɪᴛᴜ, ʟᴀɴɢ ᴋᴀʟᴀᴜ ᴋᴀᴍᴜ ɴɢɢᴀᴋ ɴɢᴏᴍᴇʟ-ɴɢᴏᴍᴇʟ :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top