ᴅᴜᴀ ᴘᴜʟᴜʜ ᴛᴜᴊᴜʜ
ǝTHirëǝl
• ᴇᴛʜᴇʀᴇᴀʟᴏᴠᴇ •
Airlangga bukanlah orang yang suka membandingkan. Baginya, setiap orang atau pekerjaan pasti punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun, ketika dihadapkan dengan situasi menjengkelkan seperti sekarang, Airlangga akan dengan lantang ia merindukan suasana kerjanya yang lama.
Setelah keributan yang diciptakan Adriana, Niur, Aji Saka. Airlangga harus mengepalkan tangannya erat untuk menahan buncahan emosi yang siap meledak kapan saja di kepalanya. Masalahnya sudah banyak, dan harus mengurusi masalah tidak penting ini? Rasanya Airlangga ingin melempar semuanya dari lantai sembilan saat ini juga.
"Taufik, tolong hidupkan deep fryer dengan dua ratus derajat."
Taufik membelalak, entah kenapa ada yang aneh dengan titah Airlangga saat ini. Meski setelahnya laki-laki itu menyalakan deep fryer tanpa berani menyuarakan rasa penasaran.
"Ubah menu hari ini. Kita punya tiga daging goreng tepung yang siap dihidangkan untuk para tamu." Ucapan Airlangga membuat Taufik yang tadi menyalakan deep fryer terhenti karena mendapati sebuah nada sindiran.
"Sebetulnya apa yang ada di otak kalian, ha!"
Suara yang keluar dari tenggorokan Airlangga membuat semua staf kitchen terjingkat. Beberapa pelayan menitip dari balik tembok kemudian bersembunyi ketika laki-laki bermata elang itu menoleh.
"Jika kalian sudah tidak betah berada di sini, jangan sungkan! Saya dengan senang hati mencari pengganti kalian!" Dada Airlangga naik turun, garis hijau tercetak samar di keningnya.
Sepatu yang dikenakan Airlangga memutar arah, dan dengan isyarat meminta ketiga mengekori di belakang. "Taufik, bersihkan semuanya. Saya tidak mau ada sedikit pun yang tahu perihal ini."
"Baik, Chef."
Setelahnya mereka mengekori Airlangga hingga ruangan pribadinya. Airlangga duduk di sofa panjang, sementara yang lain masih berdiri dengan kepala menunduk seolah menyesali perbuatannya.
"Ada masalah apa?"
Tanpa meminta ketiganya duduk, Airlangga membuka percakapan. Bola matanya menyorot tajam pada tim yang seharusnya kini tengah sibuk mempersiapkan makan malam, tetapi harus berhenti karena kericuhan.
"Sebetulnya ini karena Chef Air." Tanpa diduga Aji Saka menyalahkan Airlangga.
Yang disalahkan mengerutkan kening. "Kenapa jadi salah saya?"
"Bukan salah Chef, tapi karena Chef. Mereka berdua berdebat soal merebut Chef Air."
Oke! Otak Airlangga mungkin akan berpikir untuk mantap melempar dua perempuan itu dari atas gedung d'Amore. Memang mereka pikir Airlangga barang yang dapat di perebutan begitu? Atau, memangnya tidak ada hal lain yang lebih penting dari ini?
"Memang kalian pikir saya barang yang bisa kalian perebutkan begitu? Atau kalian anggap saya ini hewan peliharaan yang bisa kalian akui kepemilikannya?! Bukan!"
Airlangga menggebrak meja kaca di depannya, beberapa kertas berjatuhan ke kaki Aji Saka, Adriana, Niur ketika Airlangga mengamuk.
Sejujurnya, Airlangga ingin sekali membuat kedua perempuan itu keluar dari pekerjaannya saat ini juga, tetapi Airlangga masih butuh Adriana untuk mencari perempuan yang sudah merebut kebahagiaan Ayunda dan aneh rasanya jika Airlangga hanya memecat Niur. Oleh karena itu, untuk kali ini, biarkan Airlangga bersabar sedikit lagi.
Dan soal kisah romansa, Airlangga belum pernah memikirkan itu sama sekali. Dulu sekali, Ayunda pernah bercerita bahwa ia dan Abikara menikah karena perjodohan, dan Ayunda mengatakan bahwa ia akan menemukan perempuan yang tepat untuk Airlangga.
Namun, sekarang Ayunda sudah tidak ada, itu berarti selamanya Airlangga tidak akan tahu siapa perempuan yang ditemukan oleh Ayunda. Terlebih, rasa takut merayap dalam hatinya jika kelak ia akan menyakiti perempuan seperti Abikara menyakiti Ayunda.
Dan dengan pilihan itulah, Airlangga mencoba menghindar dari segala rasa yang datang padanya, kemudian lebih memilih mengeraskan ego demi mencapai tujuannya. Ya ... hanya sebentar lagi.
"Bersihkan pakaian kalian. Saya anggap kejadian ini tidak pernah terjadi, dan soal yang bahasan kalian soal kepemilikan saya. Ingat satu hal. Siapa saya."
Pernyataan itu mengartikan bahwa Airlangga tidak ingin masalah ini dibahas lagi. Ketiganya menunduk sebelum pamit keluar dari ruangan pribadi Airlangga.
Adriana menoleh, menatap Airlangga seolah mencari sesuatu yang mengganjal dari nada suara laki-laki berusia 28 tahun itu. Mungkin, perkataan sombong Airlangga hanya untuk menutupi sesuatu. Adriana jelas tidak tahu itu apa, tapi ia dapat merasakannya.
Airlangga ini ajaib, tokoh cerita novel itu biasanya nolak perjodohan loh, Lang. Kamu malah nunggu :(
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top