ᴅᴜᴀ ᴘᴜʟᴜʜ ᴇɴᴀᴍ

ǝTHirëǝl
• ᴇᴛʜᴇʀᴇᴀʟᴏᴠᴇ •

"Itu lobster, Chef."

Airlangga menoleh sekilas dari aktivitasnya memeriksa lobster hidup yang akan menjadi bahan menu utama malam ini. Arial mengerjapkan mata, alis sebelah kirinya berkedut samar melihat Adriana yang sekonyong-konyong datang dan bergabung dengan mereka.

"Wuih! gede banget!" Tangan Adriana terulur meraih lobster yang bergerak di tangan Airlangga.

Tangan Airlangga praktis terangkat, memperlihatkan lobster besar dengan kaki-kaki yang bergerak dan mencipratkan air pada wajah ketiganya. Instruksinya pada Arial terhenti sejenak ketika Adriana menghampiri. "Jika respons kakinya cepat, artinya kualitas lobster ini masih baik. Tapi jangan sampai lupa memeriksa bagian cangkangnya, harus keras seperti ini."

Arial dan Adriana kompak mengangguk ketika Airlangga mengetukkan jari telunjuknya pada cangkang lobster. Setelahnya, laki-laki itu kembali menyimpan lobster pada styrofoam berisi air dengan suhu dingin.

"Apa ada stock yang kurang? Karena cuaca buruk, pengiriman mungkin sedikit terlambat tapi kita punya beberapa safety stock untuk mencegah itu semua. Seharusnya itu tidak menjadi masalah."

"Benar. Tidak ada masalah, Chef." Arial memberi laporan sesuai yang ia tahu.

Mereka berdiri dan keluar dari ruang penyimpanan bersuhu dingin itu. Setelah menjarak dari Airlangga, buru-buru Arial menarik Adriana menuju ruang restroom.

"Kamu mau cari masalah sama Chef Air, ya?" tanyanya sarat akan nada khawatir.

Mendengar itu, mau tidak mau Adriana menciptakan kerutan di dahi, menatap heran pada Arial yang tengah menatapnya khawatir karena bersikap aneh di hadapan Airlangga.

"Masalah apa? Memang aku kenapa toh?" Adriana mendongak, menatap Arial seolah menantang kakak kelasnya saat tingkat sekolah menengah atas itu dengan wajah yang merasa tidak berdosa.

"Ya itu! Kamu kesambet apa toh, An? Jadi aneh begitu. Dari kemarin ganggu-ganggu Chef Air terus. Disemprot baru tahu rasa kamu nanti."

Adriana menghela napas, safety shoes yang ia gunakan memutar arah, berjalan meninggalkan Arial—juga beberapa karyawan lain yang menguping—menatapnya bingung.

Aji Saka menatap bingung, laki-laki berusia 30 tahun itu melihat Adriana masuk ke dalam ruang pribadi Airlangga tanpa mengetuk pintu. Belum sempat Aji Saka meloloskan sebuah pertanyaan pada cook helper baru itu, pintu ruang pribadi Airlangga sudah tertutup rapat.

"Kenapa toh, Mas?" Niur penasaran, sore ini memang semua station tidak begitu sibuk, hanya menyiapkan bahan-bahan untuk persiapan makan malam juga melayani pesanan yang masuk melalui room service.

"Ana itu masuk ke dalam kandang singa mau apa? Mau cari masalah apa dia?" Aji Saka bertolak pinggang seraya menggelengkan kepala.

"Ana curang ini! curi gebetan aku!" Niur mencebik. Bibirnya dimajukan sebagai tanda merajuk pada perempuan yang jelas tidak melihatnya.

"Ngawur!" Aji Saka mendorong kepala commis II itu pelan dan menunjuk ruangan Airlangga dengan penjepit yang biasa ia gunakan untuk menjepit daging ketika Adriana keluar dari ruangan itu.

"Ana! Sini kamu!"

Aji Saka melambaikan tangan. Adriana yang merasa dibutuhkan sesegera mungkin mendekat, senyumnya terpatri indah sebelum terpekik karena mendapat cubitan dari Niur.

"Kamu mau ngegodain Chef Air, ya!"

"Nggak!" Adriana mengeraskan suaranya ketika merasa tertuduh.

"Bohong!"

"Terus kenapa kalau aku bohong? Kalau aku dekat-dekat sama Chef Air kenapa memangnya?" Adriana menantang. Dalam pikirnya, untuk saat ini, hanya Adriana yang dekat dengan Airlangga, memangnya itu salah?

"Nggak boleh! Chef Air itu gebetan aku tahu! Dia calon suami aku."

Aji Saka melemparkan tatapan tidak percaya pada Niur. Begitu pula Adriana, dan entah kenapa perkataan sembarangan—setidaknya begitu menurut Adriana—yang dikatakan Niur membuat ia kesal setengah mati.

Perempuan itu lantas maju menghampiri Niur kemudian menempuk pelan pundaknya. "Sabar, ya? Kayaknya Chef Air mulai tertarik sama aku."

Niur mati-matian menahan kesal, tangannya terkepal kuat dan mendorong Adriana kasar. Untung saja ada Aji Saka di sampingnya, kalau tidak, mungkin Adriana sudah jatuh.

"Nyebelin banget sih kamu!"

Adriana tidak terima dan membalas perbuatan Niur, sempat terjadi pekelahian kecil antara mereka hingga Aji Saka yang berada di tengah-tengah menjadi korbannya. Taufik mencoba melerai ketika Adriana dan Niur saling menjambak satu sama lain.

Sementara Nindya yang bingung harus berbuat apa, ia berlari ke depan pintu ruangan Airlangga untuk menghentikan perkelahian itu.

Serupa menekan tombol pause, kegiatan mereka terhenti ketika mendapati Airlangga berdiri tidak jauh dari mereka bersama dengan Nindya di belakangnya.

Sepertinya tidak akan ada hari tenang untuk Airlangga barang sehari saja.

Selamaaat malam teman-temaaaan :)
Aku jujur bingung mau nulis apa di sini, jadi aku ucapkan selamat malam saja 😭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top