ᴅᴜᴀ
ǝTHirëǝl
• ᴇᴛʜᴇʀᴇᴀʟᴏᴠᴇ •
Seharusnya—seperti yang biasanya terjadi—sebagai anak baru Adriana dapat ikut briefing pergantian sif, berkenalan secara formal dan mendapat sambutan hangat dari seniornya. Namun, alih-alih ikut briefing dan dapat berkenalan, ia justru disuruh mencuci semua peralatan yang belum sempat tercuci oleh Airlangga. Menyebalkan!
"Kamu dipanggil Chef Air, An."
Tepukan pada bahu membuat Adriana kaget dan tanpa sengaja menyipratkan air sabun pada baju putih yang dikenakan laki-laki berusia 25 tahun yang memanggilnya.
"Maaf, Ial."
Adriana panik. Arial, pria yang menjabat sebagai sous chef itu adalah senior Adriana sewaktu di sekolah. Kedongkolannya pada Airlangga membuat seragam Arial yang belum memulai sif menjadi kotor.
"Belum ada satu jam. Kamu sudah buat masalah di dapur saya. Apa kamu berniat membakar dapur ini jika sudah 24 jam?" Pertanyaan bernada sindiran itu keluar dari Airlangga yang kini bersidekap di belakang Arial.
Tanpa ekspresi. Akan tetapi, tatapan Chef de Cuisine berusia 28 tahun itu membuat nyali Adriana kempes serupa balon kehilangan udara.
"Maaf, Chef. Ini salah saya karena tiba-tiba nepuk punggungnya, jadi perempuan ini kaget." Arial memberikan alasan sehalus mungkin.
Demi apa pun, Arial selalu menghindari bermasalah dengan Airlangga. Namun, kali ini ia harus berani mengambil risiko, kitchen butuh cook helper dan Adriana adalah yang terbaik, setidaknya begitu menurut Arial.
Airlangga mendengkus. Seraut air mukanya menjadi semakin sulit dijabarkan ketika ia tertawa pelan dan menggaruk alis kanannya dengan jari telunjuk.
"Ganti baju dan kembali bekerja. Kamu bukan malaikat yang harus membela orang yang tidak kamu kenal. Kecuali ...." Airlangga menjeda ucapannya dan beralih menatap Adriana, "kecuali Anda masuk ke dapur ini lewat jalur nepotisme, Nona Pembawa Masalah."
"Nggak! Mak-maksud saya. Tidak, Chef." Adriana terbata. Siapalah orang di dunia ini yang bisa baik-baik saja jika dihadapkan oleh laki-laki pemilik mata elang yang kini menatapnya tajam.
"Bagus. Karena kalau sampai kamu datang ke sini tanpa kemampuan sedikit pun, saya tidak akan segan-segan mengusir kamu. Ingat. Saya tidak suka ada pengacau di dapur."
Airlangga memasukkan tangan kanannya pada saku celana. Adriana menilai, laki-laki ini pasti sangat percaya diri dengan hidupnya. Terbukti, selama berbicara dengan Adriana, tidak sekali pun Airlangga menundukkan kepala atau sekadar menurunkan tatapan pada lawan bicara.
Ke mana Airlangga yang dulu? Airlangga yang suka mendengarkan orang berbicara, Airlangga yang suka tersenyum ketika bercerita tentang Kota Jakarta. Tatapan Adriana beralih pada bekas luka jahit di kening Airlangga.
Apa luka itu yang membuat sifat Airlangga berubah?
Teman kecil yang selalu Adriana ikuti kesehariannya lewat media sosial selama ini tanpa pernah menyapa. Ternyata, sudah berubah sedemikian besarnya.
"Ikuti saya."
Airlangga melangkah menuju ruang istirahat diikuti Adriana yang berjalan ragu sembari memilin jari.
"Besok jam lima pagi saya minta kamu sudah siap dengan seragam. Tidak ada toleransi keterlambatan barang lima menit. Keseriusan kamu akan saya nilai selama seminggu ke depan."
"Baik, Chef."
Sepatu yang dikenakan Airlangga memutar arah. Tangannya bergerak membuka satu lemari paling pojok dan mengambil pakaian ganti. Sementara Adriana hanya diam mematung hingga Airlangga kembali menatapnya.
"Kamu mau nonton saya ganti baju?" tanyanya dengan kening mengerut.
"Ma-maaf, Chef!"
Adriana membungkuk, buru-buru berbalik dan berlari keluar ruangan tersebut. Wajahnya merah padam mengingat perilaku bodoh di depan Airlangga.
Sungguh. Adriana malu sekarang!
ᴅᴀʀɪ ᴘᴇʀᴛᴀᴍᴀ ᴀᴋᴜ ɴᴜʟɪs ᴅɪ ᴡᴀᴛᴛᴘᴀᴅ, ᴊᴜᴊᴜʀ ɪɴɪ ᴘᴇʀᴛᴀᴍᴀ ᴋᴀʟɪɴʏᴀ ᴀᴋᴜ ɴᴜʟɪs ᴍᴀʟᴇ ʟᴇᴀᴅ ʏᴀɴɢ sᴏɴɢᴏɴɢɴʏᴀ ᴋᴇᴋ ᴀɪʀʟᴀɴɢɢᴀ.
ᴀᴘᴀ ᴋᴇʟᴀᴍᴀᴀɴ sɪғᴀᴛɴʏᴀ ᴀᴋᴀɴ ʙᴇʀᴜʙᴀʜ ᴋᴀʏᴀᴋ ʏᴀɴɢ ʟᴀɪɴ? ᴀᴛᴀᴜ ᴍᴀʟᴀʜ ᴍᴀᴋɪɴ ᴘᴀʀᴀʜ? ᴀᴀᴀᴀᴀᴀ... ᴅᴇᴘʀᴇsᴏᴛ
ʙᴛᴡ ᴍᴀᴋᴀsɪʜ ʙᴜᴀᴛ ᴋᴀʟɪᴀɴ ʏᴀɴɢ sᴜᴅᴀʜ ᴍᴇɴɢᴋʟɪᴋ ᴄᴇʀɪᴛᴀ ɪɴɪ, sᴇᴍᴏɢᴀ ᴀᴅᴀ ʜᴀʟ ʏᴀɴɢ ʙɪsᴀ ᴋᴀʟɪᴀɴ ɢᴏʀᴇɴɢ ᴇʜʜ ᴘᴇᴛɪᴋ ᴅᴀʀɪ ᴄᴇʀɪᴛᴀ ɪɴɪ, ɴᴀɴᴛɪɴʏᴀ.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top