ETERNITATE
Cenora tidak pernah ingin dilahirkan dengan rambut ular. Ia benci ketika orang-orang menyebutnya sebagai reinkarnasi Medusa. Karena baginya untuk apa memiliki paras rupawan jika tidak abadi? Bukankah semua itu akan luntur termakan usia?
Hidup di pinggir hutan bersama makhluk-makhluk aneh yang beragam wujudnya sering kali membuat Cenora merasa dunia semakin tidak adil. Seharusnya ia menjadi manusia dan menjalani kehidupan normal, tanpa perlu pusing mendengarkan berbagai komentar mengenai rambut ularnya.
Mereka semua selalu mengatakan bahwa kelahirannya adalah sebuah keajaiban. Selama ribuan tahun sejak kematian Medusa, belum ada lagi gadis berkepala ular yang terlahir. Namun, baginya ini adalah sebuah kutukan.
Saat pertama kali bertanya kepada sang ibu, kenapa semua orang menganggap kelahirannya adalah keajaiban? Ia menyadari jika takdir ini bukanlah hal yang cocok untuknya. Karena Cenora tahu bahwa ia tidak dapat melindungi siapa pun. Ibunya mengatakan jika Medusa adalah seorang dewi penjaga, sosok yang sangat cantik dengan wujud manusianya. Sayang sekali, Medusa bernasib malang karena kecantikan itu sendiri. Meudsa diperkosa oleh Poseidon di kuil Athena sehingga membuat sang dewi geram dan mengubahnya menjadi monster berkepala ular. Pada akhirnya Medusa pun mati di tangan Perseus.
Tidak. Hal itu tidak akan terjadi padanya. Cenora tidak akan mengulang takdir yang sama. Kecantikan ini adalah miliknya dan untuk mencegah hal tersebut, maka Cenora harus menjadi makhluk yang abadi. Terlebih lagi ia juga mengetahui banyak makhluk laki-laki yang tertarik padanya. Berbeda dengan para wanita yang iri dan membencinya. Jika ini terus berlanjut, tak menutup kemungkinan ia akan bernasib sama dengan Medusa.
"Aku menemukannya." Sebuah suara berat mengembalikan Cenora dari berbagai pikiran buruk. Ia tidak tahu sudah berapa lama merutuk sehingga lupa tujuan awal datang ke tempat ini.
"Apa yang kau dapatkan, Teodor?" Cenora menghampiri incubus itu yang sudah meletakkan sebuah buku di meja. Ia menunjukkan salah satu bagian bergambar yang menampakkan rimbunan pepohonan lebat serta sinar bulan berwarna merah yang menyirami hutan tersebut.
Hoia Baciu.
Nama hutan itu tertulis di bawah gambar dan pada halaman berikutnya berisi informasi bahwa bulan merah hanya akan terlihat di sana. Pada bulan Juli dan hanya terjadi setiap dua puluh tahun sekali. Fenomena terakhir muncul tepat dua puluh tahun yang lalu dan itu artinya Cenora tidak perlu menunggu lebih lama, cukup dua minggu lagi. Ia benar-benar tak sabar.
"Kau tidak bisa pergi ke sana, Cenora."
"Apa maksudmu?"
Tentu Cenora tidak bisa menerima ucapan Teodor tanpa alasan yang jelas. Incubus itu jelas tahu hanya dengan pergi ke Hoia Baciu, maka Cenora dapat mewujudkan keinginannya. Jalan menuju keabadian sudah di depan mata, lalu apa lagi sekarang?
"Kita harus buat perjanjian. Aku tidak mau rugi melepasmu ke sana sendirian."
Sial! Cenora melupakan salah satu hal penting. Perjanjian dengan incubus juga termasuk hal yang merugikan. Namun, ia tidak punya pilihan karena satu-satunya makhluk yang bersedia membantu mencari informasi memang hanya Teodor.
"Perjanjian apa? Sepertinya kita tidak pernah membahas ini sebelumnya."
"Jangan pura-pura lupa! Kita memang tidak membahas isi perjanjiannya, tapi kau menyetujui jika aku mengajukan perjanjian. Ingat satu hal, Cenora. Makhluk-makhluk lain tidak akan ada yang memberikan izin padamu untuk pergi ke tempat itu tanpa pendamping. Seperti yang kita ketahui, mereka semua menganggapmu sebagai suatu keajaiban. Dan keajaiban itu tidak boleh lepas begitu saja." Sebuah seringai terukir di bibir Teodor dan Cenora mengerti maksud dari incubus tersebut.
Teodor pasti akan mengacaukan semua rencananya. Ia akan mengatakan kepada pemimpin klan jika Cenora berencana pergi ke hutan sendirian. Terlebih hutan tersebut adalah Hoia Baciu. Sebuah hutan terlarang bagi semua makhluk di dunia.
"Lalu apa maumu?"
Incubus itu menatapnya lama sebelum mulai berbicara. "Aku akan ikut denganmu ke Hoia Baciu. Tidak ada penolakan! Satu lagi. Kau harus menuruti keinginanku selama dalam perjalanan. Kau mengerti maksudku, bukan?"
"Tidak!" Cenora menolak tegas. Ia tidak keberatan jika Teodor hanya ingin ikut pergi, tetapi menuruti keinginannya? Sialan! Tidak akan pernah. Ia sangat tahu keinginan seorang incubus adalah memenuhi hasratnya sendiri. Itu sangat merugikan. "Lagi pula aku bukanlah reinkarnasi Medusa seperti yang mereka katakan. Karena jika benar, seharusnya kau sudah menjadi batu saat ini. Mereka hanya beralasan."
"Untuk apa mereka beralasan?"
Cenora diam. Ia tidak menemukan jawaban dari pertanyaan Teodor. Untuk apa mereka beralasan? Apa untung dan ruginya?
Teodor pun melanjutkan ucapan karena tidak ada tanda-tanda Cenora akan menjawab. "Satu-satunya alasan karena kau adalah reinkarnasi Medusa."
"Kenapa selalu memakai alasan seperti itu? Padahal sudah jelas aku bukan reinkarnasinya!"
"Sekeras apa pun kau menolak, itu tidak ada gunanya, Cenora. Penolakanmu tidak akan mempengaruhi pendapat mereka."
"Terserah!" Cenora sudah malas berdebat dengan Teodor. Ia tidak akan bisa menang sampai lelaki itu mencapai tujuannya.
Cenora tahu kalau Teodor sudah lama menginginkannya. Namun, lelaki itu masih menahan diri hingga saat yang tepat. Sialnya bagi Cenora karena incubus tersebut memanfaatkan tujuannya. Memang makhluk seperti mereka tidak ada yang bisa dipercaya.
"Jadi bagaimana? Kau setuju?"
"Terpaksa."
"Bagus. Aku akan bicara pada pemimpin klan dan menjamin keinginanmu terpenuhi." Teodor meninggalkan Cenora yang kembali mengalihkan perhatiannya pada gambar. Hoia Baciu. Kenapa harus hutan terlarang itu?
Sebenarnya Cenora ragu dengan janji Teodor, tetapi ia juga tidak bisa memungkiri bahwa incubus itu adalah makhluk kepercayaan pemimpin klan. Mudah baginya untuk meyakinkan sang pemimpin agar ia boleh memasuki Hoia Baciu.
Cenora menanti kabar baik dari Teodor, tetapi entah ke mana incubus tersebut. Sudah hampir seminggu ia tidak pernah bertemu atau sekadar berpapasan dengan lelaki itu. Ia pernah bertanya pada salah seorang succubus yang Cenora tahu adalah saudari Teodor, tetapi tidak mendapat jawaban.
Kalau sampai besok incubus itu tidak muncul juga, aku akan pergi sendiri. Cenora sudah membulatkan tekad. Ia tidak bisa menunda keberangkatan lebih lama lagi karena waktu terus berjalan. Terlebih tahun ini merupakan usia terbaiknya, masa ketika semua makhluk merasa dirinya yang tercantik di dunia. Terlepas dari kepala ular, Cenora memiliki bentuk tubuh ramping dan sintal pada bagian yang tepat. Matanya tajam berwarna zamrud, bibir merah tebal, dan hidung mancung. Jangan lupa ada belahan kecil pada dagu dan lesung pipi yang semakin memperindah senyumnya. Ia tidak akan mau menunggu dua puluh tahun berikutnya.
"Merindukanku?" Tak perlu melihat untuk tahu siapa pemilik suara berat itu. Akhirnya makhluk yang ditunggu-tunggu muncul juga. Teodor duduk tepat di sampingnya tanpa mengatakan apa pun lagi.
"Ke mana saja kau?"
Cukup lama tak ada jawaban dari incubus itu dan Cenora memilih ikut diam. Ia hanya menatap lurus ke depan, seakan menerawang sesuatu. Hingga tiba-tiba ia merasakan hawa dingin saat Teodor menggenggam dan meremas tangannya. "Aku akan menceritakan semua nanti. Bersiap-siaplah. Kita akan berangkat malam ini."
Akhirnya! Itu berarti mereka sudah mendapat izin dari pemimpin klan, bukan? Cenora ingin bersorak, tetapi ada rasa yang mengganjal hati. Sikap Teodor agak berbeda dari biasanya. Entah apa yang terjadi pada lelaki itu selama seminggu mereka tidak bertemu. Sudahlah. Ia tidak ingin terlalu memikirkan incubus tersebut.
Mereka sudah berpamitan kepada seluruh anggota klan Vest dan mendapat nasihat dari para tetua. Pemimpin klan juga memberi peringatan terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi selama berada di Hoia Baciu. Selama di sana mereka tidak boleh berpisah karena Hoia Baciu disebut juga sebagai hutan segitiga bermuda. Begitu manipulatif dan dapat membuat makhluk-makhluk yang memasukinya hilang seketika.
"Ingat, Teodor! Jangan melepaskan pandanganmu sedikit saja dari Cenora!"
"Aku mengerti."
Sungguh berat bagi mereka untuk melepas Cenora pergi, tetapi tidak ada seorang pun yang bisa mencegahnya. Tekad gadis itu terlalu keras dan keinginannya untuk menjadi makhluk abadi memang harus didukung. Seandainya semua berjalan lancar, mereka pun akan merasa lebih tenang karena tidak lagi harus memikirkan bagaimana jika reinkarnasi Medusa mati? Berapa lama lagi mereka menunggu reinkarnasi berikutnya?
Cenora pernah bertanya kepada sang ibu, apa pentingnya ada makhluk reinkarnasi Medusa dalam sebuah klan? Jawaban yang diberikan ibunya hanya sebatas tentang sebuah anugerah dan prestasi. Jelas ia sampai saat ini masih tidak menerima jawaban tersebut. Apanya yang prestasi? Apakah dirinya dijadikan sebagai ajang pamer makhluk langka? Ah, sudahlah.
Klan Vest berada di bagian barat dan cukup jauh dari Hoia Baciu. Mereka membutuhkan waktu dua hari sampai berhasil tiba di pinggir hutan. Sepanjang perjalanan tersebut tidak banyak hal yang mereka bicarakan dan Teodor belum membahas sedikit pun tentang dirinya yang menghilang selama satu minggu. Cenora memilih tidak bertanya. Ia merasa cukup canggung dengan kondisi ini. Terlebih setelah semalam incubus itu meminta jatah dari perjanjian mereka.
"Kau benar-benar sangat indah, Cenora." Itulah kalimat yang sangat mengganggunya hingga saat ini. Sial. Kenapa ia harus mengingat malam yang panas itu? Tubuhnya bereaksi aneh tiap kali mendengar suara Teodor.
Sebenarnya Cenora sempat menolak keinginan Teodor, tetapi incubus itu terlihat sangat lemah. Ia juga mengatakan selama seminggu menghilang, belum pernah mengisi ulang tenaganya. Entah dorongan dari mana yang membuat Cenora akhirnya menyerahkan diri begitu saja.
"Jangan lepas genggamanku, mengerti?"
"Ya." Cenora hanya menjawab singkat. Ia tahu inilah saatnya ujian utama dimulai. Mereka akan memasuki hutan terlarang dan seperti informasi yang ada di buku, aura kesuraman Hoia Baciu sudah dapat terlihat dari luar.
Pohon-pohon dengan bentuk batang aneh sudah terlihat di tepi hutan. Aroma yang menguar berbeda dari hutan pada umumnya. Tidak ada aroma basah dan segar, lebih ke sesuatu yang menyengat sehingga menimbulkan rasa mual. Mereka bahkan dapat menebak seberapa gelapnya di dalam Hoia Baciu.
"Sepertinya aku tidak akan menyukai petualangan kita di dalam hutan ini," ucap Teodor dengan nada jengkel. Cenora mendengkus sebagai tanggapan, kemudian membeliak saat incubus itu membisikkan kalimat selanjutnya dengan nada menggoda. "Kecuali saat menikmati tubuhmu."
Sial! Incubus dan pikiran kotornya memang benar-benar mengganggu ketenangan Cenora. Walau berusaha mengabaikan, tetapi gadis itu tidak dapat berbohong terhadap reaksi tubuhnya sendiri. Ia pun memilih jalan duluan dan meninggalkan Teodor. Namun, pergelangan tangannya ditahan oleh lelaki itu.
"Jangan sembarangan, Cenora!"
Teodor kembali menggandeng tangan Cenora dan mulai memasuki Hoia Baciu. Mereka terus berjalan tanpa mengetahui berapa hari yang sudah berganti. Kelebatan hutan itu bahkan bisa menghalangi sinar matahari. Gelap dan begitu banyak suara-suara aneh terdengar. Mereka sering kali merasa tak mengalami kemajuan dan hanya berputar-putar di area yang sama. Padahal baik Cenora maupun Teodor memiliki penglihatan yang bagus, seharusnya mereka tidak terjebak dengan kegelapan di Hoia Baciu. Keduanya berpikir jika hutan ini terkadang mengalami pergeseran dan mengubah pola jalan.
"Inilah kenapa tetua tidak ingin kau pergi sendiri."
Mereka memilih duduk di bawah salah satu pohon lebat untuk menjernihkan pikiran. Sebelum kembali melanjutkan masuk lebih dalam ke hutan terlarang ini, ada baiknya mereka berpikir harus ke arah mana terlebih dahulu. Karena jika hanya berputar-putar tidak jelas, itu membuang waktu dan mereka pun tidak tahu kapan bulan merah muncul.
"Kira-kira sudah berapa hari kita di dalam hutan ini?"
"Jika perkiraanku benar, mungkin sudah hampir empat hari. Seharusnya tidak lama lagi kita sampai ke tengah hutan." Jawaban Teodor membuat Cenora gamang.
Bagaimana jika mereka gagal? Bukankah sia-sia ia mengorbankan tubuhnya juga untuk memuaskan hasrat incubus ini? Bodoh! Kenapa hal itu yang terpikirkan olehnya? Sial! Pikirannya terasa buntu.
"Hei, Cenora." Gadis itu tidak menjawab dan Teodor pun melanjutkan ucapannya. "Mau mendengar ceritaku?"
"Ya."
"Kemarilah, lebih dekat." Teodor menarik gadis itu, kemudian mendudukkan di pangkuannya.
Jika saja Teodor berani melakukannya dua minggu yang lalu, mungkin Cenora akan menolak. Namun, sekarang keintiman ini terasa menenangkan baginya. Beberapa hari yang mereka lewati sangat menggairahkan, seperti tidak ada yang salah. Mereka terasa tepat saat bersama.
"Apakah kau pernah berpikir untuk menjadi manusia?"
Cenora tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Ia memang beberapa kali sempat berpikir akan lebih baik jika menjadi manusia. Namun, tidak ada manusia yang abadi. "Ya, hanya sesaat." Itulah jawaban yang tepat menurutnya.
Teodor mengangguk sebagai tanggapan, kemudian mulai bercerita. "Saat aku menemui pemimpin klan dan mengatakan tentang niatmu memasuki hutan ini, tanggapan yang diberikan tetua sangat dingin. Ia mengatakan jika aku berbohong karena kau tidak pernah terlihat begitu berambisi terhadap keabadian. Bahkan tetua juga menganggapku ingin memilikimu seorang diri. Lucu, bukan?"
"Apa masalahnya?"
"Tepat ketika kau merayakan hari kelahiran tahun ini, pemimpin ingin memamerkanmu pada klan lain. Ia juga ingin memperkenalkanmu sebagai calon pendamping cucu tertuanya."
"Hei! Itu bukan haknya!" Cenora tidak akan terima dijodohkan seperti itu. Ia masih menikmati masa-masa memiliki banyak pengagum. Lagi pula keinginannya belum terwujud. Terlebih lagi dengan cucu tertua pemimpin klan. Ia tidak pernah menyukai Centaurus sejak dulu. Menurutnya makhluk berkuda itu menjijikkan, walaupun memiliki kepala, lengan, dan torso berupa manusia. Lebih baik aku bersama incubus, yang seutuhnya berwujud manusia.
Teodor diam sejenak kemudian senyum merekah di bibir tipisnya. Ia memeluk erat tubuh gadis di pangkuannya. "Aku menentang keinginan pemimpin. Aku juga mengatakan jika tertarik padamu. Maka dari itu cucunya harus bersaing secara sehat denganku. Awalnya aku bisa melihat kemarahan di matanya, tetapi tiba-tiba saja ia menyetujui ucapanku. Selama seminggu kami diuji oleh pemimpin dan pemenangnya yang akan menemanimu memasuki hutan ini."
"Jadi kau pemenangnya?"
"Ya, begitulah. Karena jika tidak, mungkin aku akan mengamuk sebab makhluk lain yang menjadi pendampingmu. Bisa kau bayangkan?" Cenora mengangguk sebagai jawaban. Ia pun tidak bisa membayangkan jika harus memasuki Hoia Baciu bersama makhluk lain, bukan Teodor. Mungkin ia tidak akan menikmati malam-malam panas seperti yang dialami beberapa hari ini.
"Kenapa kau tertarik padaku?" Teodor tidak memberi jawaban, ia hanya mengecup bahu terbuka Cenora. Gadis itu pun tidak menuntut jawaban. Ia kemudian bangkit dan mengulurkan tangan. "Ayo, kita lanjutkan."
Mereka kembali berjalan, saling bergandengan seolah tak ingin dipisahkan oleh apa pun. Cenora merasa mereka semakin dekat dengan tujuan, begitu pula dengan Teodor. Pohon-pohon lebat semakin banyak menjulang. Suara-suara aneh pun semakin terdengar lebih jelas dan keras sehingga membuat keduanya harus menutup telinga dengan tangan masing-masing.
Sebuah sinar kemerahan mulai terlihat tak jauh dari tempat mereka. Keduanya berjalan sambil menutup telinga. Mereka hanya terus berjalan dan fokus pada pandangan masing-masing. Cenora kini berada tepat di tengah hutan—sebuah area berbentuk lingkaran sempurna yang tidak ditumbuhi tanaman apa pun—dengan bulan merah yang menyinarinya. Ia ingat jika Hoia Baciu memang memiliki satu area yang disebut sebagai zona mati.
"Hei, Teodor! Kita sampai." Nada suaranya begitu riang, tetapi Cenora tidak mendengar tanggapan sedikit pun dari Teodor. Ia pun menoleh ke belakang dan tak menemukan lelaki itu. Sial! Mereka terpisah. Kenapa harus di saat seperti ini? Pandangannya mengitari area sekitar, tetapi Teodor tak terlihat.
Cenora tak mungkin menginggalkan tempat ini. Ia memilih menunggu sampai Teodor datang. Sebentar lagi, ia yakin bulan merah ini akan bereaksi. Menurut buku yang dibaca, ketika jarum jam menunjuk tepat pada tengah malam, sinar itu akan menebarkan kekuatan magisnya. Khusus bagi wanita berkepala ular sepertinya, wujud Cenora akan berubah menjadi manusia normal.
"Cenora."
Ia sudah sangat hafal dengan pemilik suara tersebut. Cenora hanya tersenyum dengan pandangan lurus mengarah pada sinar bulan merah. Sebentar lagi. Ya, keinginannya akan terkabul.
Cenora dapat merasakan kedua tangan dingin Teodor memeluk tubuhnya dari belakang. "Kau tahu? Semua ceritaku tentang persaingan dengan centaurus adalah nyata. Aku tidak ingin ada orang lain yang memilikimu, tetapi sepertinya pemimpin klan masih bersikeras terhadap tujuannya. Terlebih keluargamu beserta makhluk lainnya pasti mendukung pemimpin. Aku tidak tahu harus melakukan apa untuk memilikimu seutuhnya. Aku mencintaimu, Cenora." Gadis itu dapat merasakan ketulusan dari ucapan Teodor. Ia senang mendengarnya karena ternyata perasaan mereka sama.
"Aku juga men ...."
Ucapan Cenora terhenti dan tubuhnya merosot dalam pelukan Teodor. "Maafkan aku, Cenora. Aku tidak sanggup mendengarnya darimu, Sayang. Maafkan aku." Air mata lelaki itu mengalir deras seiring dengan penyesalannya.
Kenapa aku selalu ditakdirkan untuk membunuhnya? Dulu Perseus dan sekarang Teodor. Apakah kami tidak akan pernah bisa bersama? Ia memandang tangan yang berlumuran darah beserta sebuah benda kecil seukuran kepalan tangan yang direnggut dari Cenora. Jantung milik wanita yang dicintainya.
Hingga akhir tidak pernah ada keabadian bagi Cenora. Takdirnya sama seperti Medusa dan yang lebih menyakitkan gadis itu mati di tangan lelaki yang dicintainya.
"Mari bertemu kembali di kehidupan berikutnya sebagai manusia biasa. Aku mencintaimu."
TAMAT
Footnote:
Incubus: Iblis laki-laki yang senang melakukan hubungan seksual untuk menambah energi
Succubus: Iblis wanita yang melakukan hubungan seksual untuk menyerap energi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top