CHAPTER VII

Kewaspadaanku seketika meningkat. Demang adalah orang kepercayaan Si Langki, mungkin saja dia akan berbuat seperti yang dilakukan rajanya.

Aku tak pernah berniat cosplay jadi rajanya, yang artinya aku tak memiliki motif apapun untuk menyusup ke kekerajaan ini dan berpura-pura menjadi raja. Semua yang terjadi bahkan di luar nalar.

"Jangan khawatir, ini bukan pertama kalinya," ucap Demang santai.

Apa maksudnya bukan pertama kalinya? Apakah sebelumnya ada orang lain yang menyamar menjadi raja? Apakah orang itu masih hidup? Aku semakin merinding.

"Hamba tidak akan menanyakan asal muasal Paduka, karena bagaimana pun sosok yang ada di hadapan hamba tetaplah Paduka Raja Langki."

"Ta-tapi ... kau ...." Lidahku kelu dan otakku nge-lag karena bingung sekaligus takut.

"Saat Paduka Raja Langki mulai menginjak masa remajanya, beliau nekat berburu ke hutan tanpa pengawalan. Dan yang terjadi, para prajurit menemukannya pingsan di goa dekat lembah terlarang."

"Apa dia di serang?" Demang menggeleng.

"Tidak ada yang tau, bahkan Paduka sendiri tidak mengingat apapun. Hanya saja ... ketika beliau sadar, semua mulai merasa aneh."

"Apa ... apa mirip seperti sekarang?" Demang mengangguk.

"Paduka tidak mengenali siapapun, kecuali ibundanya, namun dengan bahasa yang berbeda."

Artinya, sebelum diriku Si Langki pernah bertukar kehidupan dengan orang lain. Ini sangat menarik walaupun sangat tak masuk akal.

Aku tak memiliki ilmu tentang hal gaib atau pengetahuan tentang dimensi lain. Beberapa film yang aku tonton memang ada menceritakan tentang dunia lain, entah dari segi mistis ataupun sains.

Sekarang, bukan itu hal terpentingnya. Yang utama adalah kini identitasku sudah diketahui oleh Demang, lalu apa yang akan terjadi padaku? Jika misal bisa selamat dan Demang menutup rapat mulutnya, bagaimana caranya aku bisa kembali?

"Em ... Demang, aku boleh bertanya?" Demang mengangguk.

"Paduka jangan takut, hamba bukanlah orang yang jahat."

Mau tak mau aku harus percaya saja dulu padanya karena hanya Demang yang tahu dan mungkin dia satu-satunya orang yang bisa menolongku.

"Bagaimana akhirnya rajamu kembali? Maksudku ... bagamaimana caranya aku kembali ke asalku?"

"Tidak ada yang tau."

"Hah?" Aku syok.

Tidak heran Demang tidak tahu karena bukan dirinya yang mengalami, tapi Si Langki. Lalu, bagaimana caranya aku bertanya pada Langki? Aku saja tak tahu dia di mana sekarang. Mungkinkah dia menggantikanku di dunia asalku?

"Tapi ... mengingat kejadian dan hari Paduka tenggelam, hamba memperkirakan jika waktu Paduka kembali masih sangat lama."

"Kapan? Kenapa begitu?" cecarku.

"Menurut perhitungan langit, kemarin adalah munculnya purnama emas. Jika dihitung, kira-kira ..." Demang melipat-lipat jari-jarinya. "Ya ... kemungkinan seribu hari lagi," imbuhnya.

"Se-seribu?"

Itu artinya kurang lebih 2 tahun 7 bulan. Bagaimana aku bertahan selama itu di sini? Cepat atau lambat identitasku pasti akan terbongkar. Demang saja begitu mudah mengenali jika aku bukanlah rajanya. Karakterku dan Si Langki berlawanan, pasti sangat mudah kentara.

"Hamba tidak yakin, tapi ... mengingat kejadian dulu hamba menduga ada kemiripan. Waktu pertukaran hanya bisa terjadi saat purnama emas."

Lemas sudah jiwa dan raga ini. Aku penasaran apa yang terjadi saat ini di dunia asalku. Jika di sana saat ini adalah Langki, apakah dia akan bertemu dengan Wisha-ku? Apa dia akan memperlakukan Wisha di sana dengan buruk?

Tidak!

Itu sangat berbahaya. Jika waktunya nanti aku kembali, aku tak ingin Wisha justru semakin menjauhiku dan menolak keberadaanku yang mungkin sempat berubah menjadi kejam. Sangat mengerikan.

"Paduka ...."

"Tunggu!" Demang terdiam. "Em ... setelah kau tau keanehan ini, kenapa masih memanggilku Paduka?"

Aku harus waspada. Bisa saja ini trik Demang yang mungkin sudah diamanahkan oleh Langki jika ada orang yang menjadi dirinya. Aku tak ingin kehilangan nyawa dengan konyol di sini.

"Hamba adalah pengikut setia Paduka Raja Langki. Artinya, hamba juga harus melindungi Paduka yang sekarang hingga nanti yang asli kembali."

"Apa ... kau tidak berbohong?" Demang menggeleng.

Menelaah, mempertimbangkan, dan mengharapkan keberuntungan berpihak padaku, alhasil aku harus percaya pada Demang. Menghabiskan waktu 2 tahun 7 bulan di dunia asing sangat tidak mudah pastinya, terlebih harus berpura-pura menjadi orang lain.

"Jadi ... menurutmu apa yang harus aku lakukan?" tanyaku.

"Bertahanlah sebagai Paduka Raja Langki."

"Hanya itu?" Demang mengangguk.

Apa aku harus bersikap kejam dan arogan? Itu sangat bukan diriku. Bagaimana aku menghadapi ratu dan para selir? Di duniaku saja aku bukanlah pria hidung belang, namun di sini justru punya 1 ratu dan 3 selir tersisa.

Memang nenurut cerita Demang rajanya tidak akan dan tidak pernah meniduri para selirnya. Cukup melegakan, jika itu harus dilakukan aku tidak bisa membayangkan. Aku takut saat kembali nanti malah punya penyakit kelamin.

Mengerikan!

Namun bukan itu hal terpenting sekarang. Demang saja bisa dengan mudah menebak jika aku bukanlah raja yang asli, kemungkinan yang lain juga akan menyadarinya. Jadi, aku harus belajar dan mengetahui setiap ciri dan tingkah laku Si Langki.

"Demang, apa kau bisa memberitauku semua kebiasaan rajamu?"

Sejenak Demang terdiam, tatapannya intens seakan sedang menyelami maksud dan tujuanku. Namun pada akhirnya dia mengangguk dan setuju menuntunku supaya semirip mungkin dengan tingkah Langki.

"Saat hujan mereda, hamba akan memberitaukan semuanya."

"Kalau sekarang bagaimana?"

"Ampun, Paduka ... untuk sekarang Paduka memiliki waktu bersama Selir Singka."

"Apa maksudmu aku harus ... itu ...." Aku tak enak hati mengatakannya.

"Paduka tau apa yang harus dilakukan."

Biasanya, sepasang hawa dan adam dalam satu ruangan di kala hujan turun dengan deras nan syahdu, maka akan terjadi sesuatu yang diinginkan. Apalagi berstatus suami istri, meskipun ada hubungan lain yang menjadi latar belakangnya.

Terlebih, aku bukanlah Langki yang asli, dan aku tak tahu bagaimana rupa Singka. Kalau dia cantik, bohay, putih, mulus bagaimana? Aku ini pria normal yang tak dipungkiri pasti akan terpancing.

"Demang, apa tidak bisa ditunda saja?"

"Apa yang membuat Paduka takut?"

"Kau tau ... aku bukan rajamu yang asli, bagaimana kalau aku ...."

"Paduka ... anggap ini adalah awal menjadi Paduka Raja Langki. Keintiman raja sudah diatur oleh protokol kerajaan, namun apa yang terjadi kemudian adalah keputusan Paduka sendiri."

"Di atur?" Demang mengangguk polos.

Sungguh di luar dugaan. Apa di masa ini ada sabun? Jika tidak, itu berarti para pria di sini sangat kuat iman. Mau menyalurkan hasrat saja harus menunggu aturan, biarpun sudah berstatus suami istri. Luar Biasa.

"Baiklah, Paduka. Sepertinya Selir Singka sudah datang. Hamba undur diri," ucap Demang seraya membungkuk sopan.

Perlahan, Demang mundur dan pada akhirnya hilang dari hadapanku. Jantungku berdegup, gugup dan bingung menghadapi situasi yang tiba-tiba.

Hujan di luar semakin membuatku merinding. Jika pasangan normal sudah pasti bergelut mesra nan manja di atas ranjang. Tapi Singka berstatus masih kerabat Langki meskipun kini menjadi selirnya.

Argh! Aku bingung.

Tiba-tiba suara seseorang mengalun meminta izin untuk memasuki kamarku. Mendadak suaraku parau, badanku panas dingin, dan tentu saja bulu kudukku merinding.

"Masuklah ...." ucapku gugup.

Derap langkah halus terdengar seakan berirama mengirimi degup jantungku yang semakin menderu. Aku belum siap saat ini, tapi nyatanya keberadaanku di sini memang bukan di waktu yang tepat.

Aku memilih menunduk untuk menghindari hal-hal yang mungkin saja bisa membuatku kehilangan kendali. Namun menunduk lebih tepat untuk menyembunyikan kegugupanku.

"Paduka ...."

Suara Singka begitu lembut nan halus. Konon, para gadis bangsawan memiliki paras yang cantik dan anggun. Berbeda dengan gadis di duniaku, mereka cantik karena dempulan riasan dan berlomba menjadi langsing demi mendapatkan perhatian.

Tidak!

Aku tidak boleh tergoda. Selama ini Langki begitu melindungi Singka dan para selir lainnya walau dengan keputusan yang ekstrim menurutku.

"Paduka ...." Sekali lagi suaranya mengalun.

Tapi ... tunggu!

Ini pertama kalinya aku bertemu Singka, pun kemarin dia hanya mengirimkan makanan, bukan menyerahkan langsung. Tapi mengapa suaranya terdengar tidak asing?

"Paduka, apa anda merasa kurang sehat?"

Benar! Suara itu sangat familiar dan sekarang aku semakin penasaran. Satu sosok terlintas di benakku, apakah itu mungkin?

"Paduka, apa anda bu---"

"Wisha?" Aku tertegun.

Rasa penasaranku membuat kepalaku sontak mendongak. Sungguh tak ku sangka, Wisha, gadis yang selama ini aku dambakan berdiri di hadapanku dengan penampilan anggun.

Apa ini nyata? Tidak! Ini pasti salah.

Harusnya Singka yang menemuiku, kenapa Ratu Wisha yang muncul? Apa ini?

Aku pasti berhalusinasi.

~o0o~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top