ED 23 | It Called Love [END]

Sooji menganggap hidupnya terlalu berharga untuk dipandang sebelah mata, terlalu menyenangkan untuk diratapi, terlalu rumit untuk dianggap remeh. Semua konklusi mengenai tujuan hidupnya di dunia ini tidak pernah terdengar mudah atau gampangan, ia sadar jika hidup di dunia ini berarti harus bersiap untuk mendapatkan ribuan masalah, bermacam halangan, rintangan yang siap menghadang untuk meraih sebuah hal sederhana bernama kebahagiaan.

Dan ia dengan sangat lantang akan mengumumkan pada dunia jika ia telah melewati semuanya, semua proses yang membuatnya berdarah-darah, membuatnya hancur berkeping-keping, membuatnya hampir menyerah untuk terus berjuang namun, membayangkan apa yang akan menantinya di masa depan setelah melewati semua itu, ia menjadi lebih bergairah untuk menaklukannya.

Semua itu hanya demi sebuah hal sederhana bernama kebahagiaan.

Ya, hanya demi sebuah hal sederhana bernama kebahagiaan.

Jika dulu, ia berpikir telah menemukan kebahagiaannya...maka saat ini ia menyangkal pemikiran tersebut. Setelah apa yang terjadi beberapa tahun terakhir, ia menyadari jika apa yang dirasakannya dulu bukanlah sebuah kebahagiaan abadi. Hanya segelintir perasaan melankolis yang memperdayainya hingga membuatnya terlena dan berakhir dengan patah hati.

Jika dulu, ia mengira telah memberikan hatinya kepada pria yang tepat...maka saat ini ia meragukan perkiraan tersebut. Sebab kehidupan telah membuka mata batinnya, untuk bisa melihat siapa pria yang tepat untuknya dan siapa yang bukan, dan Sooji sadar jika mencintainya belum tentu akan membuat pria itu menjadi seseorang yang tepat. Tidak selamanya apa yang kita pilih untuk menjadi tujuan hidup akan selalu berakhir baik, karena ia yakin jika pria itu memang bukanlah pilihan yang tepat untuknya.

Jadi, saat ini Sooji telah memantapkan hatinya. Bukan lagi mencari seseorang yang akan hidup bersamanya selamanya, melainkan menemukan pria yang mungkin tidak akan bisa melanjutkan hidup tanpa dirinya, yang akan terus melambatkan ritme demi menyamakan langkah mereka. Dan untuk yang satu ini, Sooji dengan percaya diri dan berbangga hati akan meneriakkan bahwa ia telah menemukannya.

Menemukan pria yang tepat. Pria yang mampu membuat dirinya merasa begitu dicintai, dikasihi, dan disayangi sepenuh hati. Pria yang telah mengikrarkan janjinya bahwa dia harus hidup bersamanya, selama waktu terus bergulir.

Menemukan cinta yang tepat. Cinta yang membuatnya tidak lagi bertanya-tanya, tidak lagi meragu. Cinta yang saat itu juga langsung membuatnya sadar bahwa inilah yang tepat. Di sinilah tempat yang sebenarnya.

Menemukan hidup yang tepat. Kehidupan yang membuatnya bisa bernafas lebih lega, tanpa dibayangi ketakutan, kecemasan, maupun kebencian ketika mendapati dirinya melakukan kesalahan. Hidup yang membuatnya berani untuk mengambil tanggung jawab atas kesalahan yang diperbuatnya.

Dan Sooji menemukan semua itu dalam satu nama yang berwujud seorang pria tampan yang hatinya dipenuhi oleh kasih sayang.

Pria yang saat ini berdiri jauh di depannya, menatap dengan penuh cinta dan kebanggan akan kehadirannya di sini, dan pria itulah yang sebentar lagi akan menjadi pendamping hidupnya.

Untuk kedua kali, dan ia dapat memastikan kali ini pilihannya benar-benar tepat.

Kim Myungsoo.

Sooji menatap langkah-langkah kecilnya saat melewati kelopak bunga mawar putih yang menyebar di sepanjang lorong, senyumannya terukir kala matanya melirik sebuket bunga yang berisi tiga jenis bunga berbeda. Ketika ia bertanya pada Myungsoo, mengapa harus memadukan Dandelion, Anggrek, dan Baby's Breath? dan Myungsoo memberikannya filosofi ketiga bunga itu sebagai jawaban sehingga membuatnya menangis tersedu-sedu.

"Dandelion, bunga itu terlihat indah sekaligus rapuh, didera angin aja sudah berguguran. Tapi tiap-tiap bibit Dandelion yang terbang dibawa angin akan menjadi tunas untuk hidup kembali, menyiratkan bahwa mereka tidak takut untuk berkelana memulai hidup baru. Seperti kita berdua, setelah terpaan badai dan segala macam rintangan yang telah terlewati, kita telah siap untuk menyambut hari baru. Kebahagiaan kita."

"Anggrek, merupakan bunga yang menyiratkan perjuangan panjang. Sebuah proses yang tidak sebentar bisa memekarkan keindahan dari kelopak bunga Anggrek itu sendiri. Seperti halnya kehidupan kita, untuk mendapatkan kebahagiaan tidak gampang, kita senantiasa perlu melewati proses serta sistem yang berjalan dalam kehidupan untuk mencapainya."

"Dan terakhir, mengapa Baby's Breath? Itu bagian paling favoritku. Jika ada bunga yang tepat untuk melambangkan cinta sejati, kemurnian, dan ketulusan dari cinta abadi, maka Baby's Breath jawabannya. Aku tidak perlu menjelaskan refleksi makna bunga ini terhadap kehidupan kita bukan? Bahwa cintaku murni dan abadi untukmu."

Setelah mendengarkan penjelasan itu, Sooji tidak melakukan apa-apa selain menangis dan terus menangis dalam pelukan Myungsoo. Ia tidak menyangka jika pria itu akan memikirkan dirinya sampai sejauh ini. Semua makna dari bunga-bunga itu benar-benar menggambarkan perjalanan cinta mereka dari awal, semua kesulitan, kebencian, serta kepedihan memberikan hasil yang pasti akan kehidupan mereka di masa depan.

Kini, ia sadar untuk tidak perlu meragu lagi. Semua langkahnya sudah tepat, berdiri di hadapan pria itu adalah suatu keharusan dan keinginannya saat ini. Demi menapaki hidup baru dan menikmati perjuangan panjang yang telah mereka lalui selama bertahun-tahun.

Myungsoo mengulurkan tangan di depannya, tersenyum dengan mata yang menatap takjub serta penuh pesona ke arahnya, dan Sooji tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersipu malu. Ia menerima uluran tangan tersebut, memastikan genggamannya telah erat, sebelum benar-benar melepaskan lengan ayahnya di tangan yang lain.

Hari itu suasananya terasa berbeda dari sebelumnya, ini memang bukan pertama kalinya Sooji berdiri di atas altar, tapi suasana sakral yang menguar dari Kapel yang saat ini menjadi pilihannya untuk mengadakan pemberkatan membuatnya merasa bergetar oleh keharuan. Kapel Sistine, adalah kapel yang terletak di dalam lingkungan Istana Apostolik, kediaman resmi Paus di Vatikan. Sejak era Siktus IV, kapel ini menjadi tempat kegiatan religius dan aktivitas kepausan, dan Sooji merasa sangat terhormat dan luar biasa tercengang saat Myungsoo mengatakan bahwa mereka akan mengucap janji suci di kapel ini.

Mereka memang memutuskan akan menetap permanen di Vatikan, mengadakan pemberkatan di kota inipula, kota yang memiliki sejarah tak terlupakan bagi mereka. Siang itu, keadaan kapel sangat tenang dan khidmat, tidak banyak yang ikut serta menyaksikan pemberkatan tersebut, hanya keluarga besar dan kerabat terdekat mereka dari Seoul maupun di Vatikan ini.

Dan ketika akhirnya perjanjian suci itu bergema mengisi keheningan dalam kapel ini, seluruh darah dari pembuluh nadi Sooji bergetar hebat.

"Di hadapan Tuhan, Imam, para orangtua, para saksi, saya Kim Myungsoo, dengan niat yang suci dan ikhlas hati memilihmu Bae Sooji menjadi istri saya. Saya berjanji untuk setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Saya akan selalu mencintai dan menghormatimu sepanjang hidupku. Saya bersedia menjadi ayah yang baik bagi anak-anak yang akan dipercayakan Tuhan kepada saya dan mendidik mereka. Demikian janji saya demi Allah dan Injil suci ini, semoga Tuhan menolong saya."

"Di hadapan Tuhan, Imam, para orangtua, para saksi, saya Bae Sooji, dengan niat yang suci dan ikhlas hati memilihmu Kim Myungsoo menjadi suami saya. Saya berjanji untuk setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Saya akan selalu mencintai dan menghormatimu sepanjang hidupku. Saya bersedia menjadi ibu yang baik bagi anak-anak yang akan dipercayakan Tuhan kepada saya dan mendidik mereka. Demikian janji saya demi Allah dan Injil suci ini, semoga Tuhan menolong saya."

"Atas nama Gereja dan di hadapan para saksi, segenap umat Allah serta hadirin sekalian, dengan ini saya menegaskan bahwa pernikahan yang telah diresmikan ini adalah pernikahan yang sah menurut hukum Gereja dan sah pula menurut Negara. Semoga sakramen pernikahan ini menjadi sumber kekuatan dan sumber kebahagiaan bagi saudara Kim Myungsoo dan Bae Sooji mulai saat ini dan selama-lamanya. Semoga kalian berdua diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa, dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus."

"Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu apa yang telah dipersatukan Allah jangan diceraikan manusia."

Sooji tidak mampu menahan isak tangisnya ketika sang Imam besar menyatakan bahwa mereka telah bersama. Sah secara agama dan hukum, lalu kemudian ia merasakan sebuah genggaman di lengan yang membuatnya berdiri menghadap ke arah Myungsoo. Wajah pria itu terlihat sangat emosional, rasa haru dan bahagia sangat terlihat di sana membuat Sooji ikut melebur bersama keharuan yang terasa menyenangkan itu.

"Sooji," Myungsoo bergumam ketika membuka kerudung yang memisahkan pandangannya dari wajah Sooji secara langsung, ia tersenyum puas. Wajah Sooji tidak pernah mengecewakannya, "aku telah berjanji untuk mencintaimu seumur hidupku. Bersediakah kau menerima janjiku?"

Tangisan Sooji semakin deras mendengar permohonan tersebut, ia tidak peduli jika make-upnya berantakan karena wajahnya sudah bersimbah airmata, ia tidak peduli jika wajahnya terlihat jelek, karena yang diyakininya Myungsoo akan tetap mencintainya meskipun wajahnya telah mengeriput jelek.

"Ya, aku mau, Myungsoo."

Senyum keduanya terukir, kemudian Myungsoo mendekatkan wajah mereka dan memberikan kecupan ringan di bibir Sooji, sebagai tanda hubungan suci yang terjalin di antara keduanya.

*

"Tadi itu sangat indah..."

Sooji tersenyum ketika Jiwon berdiri di hadapannya dengan airmata yang menggenang, tanpa menunggu lebih lama, Sooji langsung menarik tubuh Jiwon ke dalam pelukannya.

"Terima kasih Jiwon," bisiknya terharu, Jiwon mengeratkan pelukannya.

"Aku berharap ini adalah kebahagiaan yang benar-benar kau cari." Jiwon melangkah mundur, mengusap wajahnya lalu tersenyum lebar. Ketika matanya melirik ke arah pria yang berdiri tak jauh dari Sooji, ia kemudian mendengus.

"Bajingan yang beruntung, heh?"

"Aku tersanjung atas pujianmu, sepupuku sayang." Myungsoo menyahut dengan senyuman manis. Ia menolak untuk bersikap sarkastik untuk membalas sindiran yang diterimanya malam ini, ya khusus malam ini karena ini adalah malam terbahagia dalam hidupnya.

Jiwon berdecak melihat wajah menyebalkan Myungsoo, "Sooji, katakan saja padaku jika dia berbuat macam-macam. Aku tidak akan segan-segan memotong...."

"Sstt," Myungsoo mendesis tajam menatap Jiwon, ia menarik Sooji untuk merapat ke tubuhnya lalu mendaratkan ciuman mesra ke pelipis istrinya itu, "aku menjanjikan kebahagiaan Sooji seumur hidupnya. Keep my words, Jiwon."

Dengan kalimat itu, Jiwon akhirnya memberikan senyum penuh kepercayaan pada Myungsoo. Menepuk pundak pria itu kemudian mengundurkan diri untuk membiarkan mereka menyapa tamu lain.

"Jiwon masih terlihat cemas, kupikir dia masih belum percaya padaku," bisik Myungsoo dengan suara pelan ke telinga Sooji. Mendengar itu Sooji hanya terkekeh pelan.

"Dia hanya terlalu peduli padaku Myungsoo, jangan khawatirkan dia. Dia sepenuhnya setuju aku bersamamu dibandingkan bersama pria lain."

"Bersama pria lain? Ckckck, tentu saja itu bukan gagasan yang terdengar baik."

Mereka saling melempar tatapan lalu tersenyum lebar. Myungsoo menundukan wajah untuk mencium pucuk hidung Sooji yang membuat wajah wanita itu langsung memerah.

"Kau tidak tau seberapa besar kebahagiaanku malam ini, sayang," gumamnya penuh damba.

"Aku lebih luar biasa bahagia, suamiku." Sooji membalas, mengusap rahang bawah Myungsoo dan menatap pria itu penuh cinta.

Setelahnya mereka kembali melebur bersama para keluarga dan kerabat yang merayakan pernikahan mereka di rumah singgah milik Silvia.

***

"Kau sengaja melakukannya?"

Sooji berbicara dengan sorot menuduh kepada Myungsoo hanya bisa menggaruk tengkuk serta terduduk kikuk di atas ranjang, pria itu mengedip-ngedip beberapa kali sebelum bangkit mendekati istrinya.

"Sayang, kau tau kamar ini bersejarah untuk kita," ucapnya dengan suara memelas, Sooji hanya bersedekap membuang wajahnya.

Ia tidak habis pikir, bagaimana Myungsoo bisa membawanya ke hotel dan kamar yang sama di mana pertama kali mereka menghabiskan malam bersama waktu itu? Sooji mengira jika Myungsoo akan membawanya ke salah satu hotel romantis di Roma setelah acara pernikahan mereka di rumah singgah, tapi pria itu malah mengelak dengan mengatakan sudah terlalu malam dan malah membelokan mobil ke pinggiran kota untuk check in di Hotel ini.

Awalnya ia tidak menyadari, nanti ketika menginjakan kaki di dalam kamar itu, semua ingatan tersebut langsung berkelabat dalam ingatannya dan Sooji menjadi luar biasa kesal.

"Ini hari pernikahan kita Myungsoo," Sooji mengeluh, menyerah untuk mengabaikan pria itu dengan berdiri menghadap ke arahnya, "seharusnya kita menghabiskannya di tempat terbaik...bukannya.."

"Sayang," Myungsoo menyinggungkan senyumannya, ia menarik tubuh Sooji mendekat padanya lalu mencium bibir wanita itu dengan cepat, "bagiku inilah tempat terbaik," lanjutnya membuat Sooji memberikan tatapan jengah kepadanya.

"Kamar ini yang membuatku yakin bahwa kau adalah pilihanku. Tanpa alasan yang jelas, ketika aku melangkahkan keluar dari kamar ini malam natal empat tahun yang lalu, aku sudah memutuskan bahwa kau adalah orangnya. Kau yang kupilih untuk menjadi pendampingku."

Mata Sooji berkilat sedih saat mendengar penjelasan Myungsoo, ia tidak menyangka jika pria itu memang memikirkannya sejak hari itu. Tidak tau bahwa Myungsoo benar-benar serius telah memilihnya.

"Aku mencintaimu Myungsoo," bisik Sooji serak lalu mejatuhkan tubuhnya dalam pelukan kokoh Myungsoo.

"I do love you, more." Myungsoo mencium Sooji dengan penuh perasaan, "jadi apa kau mengizinkanku menciptakan sejarah baru dalam hidup kita di kamar ini, untuk kedua kalinya?"

Sooji tersenyum cerah dan mengangguk yakin, membiarkan dirinya digiring Myungsoo ke atas ranjang, tempat mereka akan memadu kasih sepanjang malam ini.

"Empat tahun sayang, selama itu untuk kita bisa kembali berada di sini," Myungsoo berbisik pelan, mencium seluruh wajahnya penuh cinta, memujanya dengan sentuhan-sentuhan lembut dan menggairahkan. Untuk sesaat Sooji menahan nafas namun, detik berikutnya ia telah memasrahkan diri terhadap kekuasaan Myungsoo. Pria itu telah mengambil alih segala akal sehatnya.

Butuh waktu bertahun-tahun untuk Sooji bisa menyadari keberadaan Myungsoo untuknya, dua tahun untuk menyembuhkan segala luka yang separuhnya ditorehkan oleh pria itu, dan satu tahun untuk bisa membalas cinta tulus yang diberikan Myungsoo kepadanya. Dan saat ini, mereka sudah berada pada kondisi di mana cinta itu adalah saling memberi, bukan hanya menerima.
Dengan ini, Sooji telah meyakinkan diri, bahwa Myungsoo dan cinta yang mendatanginya secara perlahan adalah sebuah keajaiban yang datang di tengah-tengah kekacauan hidupnya.

Myungsoo adalah cahaya terang yang meneranginya, membimbingnya untuk menapaki kehidupan baru.

Tidak perlu kata-kata, kencan di tempat romantis, ataupun sentuhan-sentuhan menggairahkan, karena Sooji tau, hanya dengan kehadiran pria itu di sisinya tanpa melakukan apapun saja, hidupnya telah terasa sempurna.
.
.

"Jadi kau ingin anak berapa, sayang?"

"Dua?"

"Bagaimana kalau empat?"

"Tubuhku akan semakin melar kalau harus melahirkan empat anakmu."

"Tidak apa-apa, kau tetap mempesona dengan tubuh melar."

"Gombalanmu murahan!"

"Aku berkata serius sayang, jadi empat ya?"

"Ya sudah, kalau begitu tergantung..."

"Harus ada syaratnya? Hanya untuk memiliki anak?"

"Mau tidak?"

"Jadi tergantung pada apa?"

"Hmm, tergantung seberapa banyak yang bisa kau berikan sebagai imbalan."

"Dasar pamrih."

"Ya sudah, dua kalau begitu."

"Eh eh, tidak...baiklah, aku akan memberikanmu apapun."

"Contohnya?"

"Lipstik Channel keluaran terbaru?"

"Terlalu murahan."

"Tas Louis Vuitton?"

"Masih murah."

"Hmm..bagaimana kalau pengabdianku sebagai pemujamu seumur hidup?"

"Bisa dipertimbangkan."

"Beserta cintaku. Kau pasti tidak akan menolak."

"Hmm, lumayan."

"Baiklah, tawaran terakhir. Aku akan memberikanmu anak-anak yang cantik dan tampan yang super dan tanpa cacat sedikitpun."

"Sempurna."

"Kau menolak cinta dan pengabdianku karena tampang anak-anak kita?"

"Yeah, itu yang dinamakan cinta sesungguhnya sayang."

"Dasar sinting."

"Dan kau mencintai wanita sinting ini."

"Fine, aku memang mencintaimu."

THE END.

Finally end...sebelum digorok aku minta maaf memang ya 😂 udh ada peringatan kan kalo momen myungzy gk bakal bnyak tpi tajam 😅 (gua ngomong apa?)

Khusus cerita ini, aku itu paling seneng baca komen" kalian 😂 semuanya pada menarik dan lucu"...apalagi kalo udah bagian tebak-tebakan, beuh pasti ricuh banget 😆 tpi seneng....di part kemarin jg seneng spam komen kalian bejibun 😅 klo bisa di part terakhir ini spam komennya di tambahin lgi 😃 enak gitu baca komen" absurd kalian~

Dan warning terakhir dari aku, gk bakal ada ekstra/epilog/chapter-chapter lainnya ya. Aku gk suka buat ekstra part soalnya 😂 menggangguk esensi cerita 😃 (gua ngomong sok profesinal)

Btw kalian emang bebal ya 😑 kemarin diminta vote salah satu malah pilih dua, bahkan ada yg mau semua ckckck 😩😩😩 angkat tangan gua kalau kalian main keroyok kyk gini 😅 tpi yg lebih parah malah nanya yg pling banyak 'anu'nya, dasar otak mesum!!! 😒😒😒 tobat gua hadepin reader mesum kyak kalian 😭😭 Dan gue yakin critaku gk bakal laku lgi krena gk ada enaenanya 😅😢😩

Dan yg terakhir makasih bnyak~ yg udah ngikutin dari awal sampe akhir, yg baca di awal" doang terus brhenti tengah jalan krena bosan, yg baca akhir" aja krena malas...dan yg ttp sabar menunggu mskipun kabar aku kadang gk jelas 😆😆😆😍😍 big thank and love for you guys 🙌🙌🙌

Dan terima kasih krena masih percaya sama aku, kalian para readerku yg setia 😙😗😉😁

Sampai jumpa di FF baru~

[23/08/17]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top