ED 17 | Not Strong Enough
Myungsoo menatap kosong kamera di tangannya, ini sudah tiga hari pasca perkelahiannya di rumah sakit. Dan selama itupula ia tidak lagi mendatangi Sooji, ada banyak alasan mengapa ia melakukannya. Pertama, orangtua Sooji telah datang dan berada di sana selama 24jam full untuk menjaga, sehingga membuatnya mustahil untuk berkunjung ke sana tanpa rasa curiga dari mereka. Kedua, ia masih belum ingin menampakkan wajah di hadapan Sooji maupun Sehun karena tidak yakin jika perasaannya sudah bisa dikendalikan, ia hanya takut jika akan mengamuk lagi setelah melihat wajah Sehun. Ketiga, pembicaraannya bersama Soojung seputar perasaannya terhadap Sooji masih terngiang dalam ingatannya.
Berbicara mengenai perasaan, Myungsoo sangat yakin jika apa yang dirasakannya saat ini bukanlah cinta. Meskipun tidak percaya, tapi ia jelas tau apa itu cinta. Meskipun banyak menyaksikan kisah cinta yang berakhir tragis di sekitarnya, tapi itu tidak membuatnya buta untuk melihat bagaimana orang-orang tersebut dulunya terlihat begitu sangat mencintai. Salah satu contoh kongkrit adalah Soojung, ia pernah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana adik tirinya itu tidak tidur semalaman demi mendapatkan kabar dari kekasihnya, saat ia bertanya mengapa harus menyiksa diri seperti itu--Soojung hanya menjawab 'karena cinta'.
Contoh kedua, ketika salah satu temannya dari Jerman melakukan sebuah pertunjukan konyol di depan gedung apartemen kekasihnya demi mendapatkan maaf darinya, ia lagi-lagi bertanya mengapa harus berlebihan seperti itu dan ia kembali mendapatkan jawaban yang sama 'karena cinta'.
Myungsoo tau apa itu cinta dan yang dirasakannya terhadap Sooji bukanlah cinta. Ia memang cemas ketika tau bahwa Sooji masuk rumah sakit, tapi tidak sampai membuatnya menyiksa diri dengan tidak tidur sebelum benar-benar bertemu wanita itu. Ia juga sadar jika Sooji membencinya, tapi ia tidak merasa perlu meminta maaf pada wanita itu, karena ia hanya melakukan apa yang ingin dilakukannya. Jadi, bagian mana dari perasaannya yang bisa dikatakan cinta jika jantungnya bahkan tidak berdetak secara berlebihan untuk wanita itu?
Ia berdecak. Itu memang benar bukan sebuah cinta, lantas mengapa ia harus repot-repot memikirkan perkataan Soojung?
"Ah dasar Soojung sialan." Myungsoo berdecak untuk kesekian kali, ia meletakkan kamera di atas mejanya lalu mendesah panjang. Menyandarkan kepala di sandaran kursi lalu memejamkan mata, Myungsoo memijat keningnya yang terasa pening.
Mengapa ia menjadi melankolis seperti ini?
"Hyung--"
Myungsoo mengangkat kepala dan menatap Taehyung yang sudah berdiri di hadapannya sembari berkacak pinggang.
"Apa hubunganmu dengan Yoon Sohee?" tanyanya kemudian, Myungsoo mengernyit mendengar pertanyaan itu.
"Kenapa tiba-tiba kau-"
"Ah jawab saja, apa hubunganmu dengannya?"
"Kami hanya teman, ada apa sih sebenarnya? Apa kau kenal Sohee?"
Taehyung mendengus kesal, ia kemudian melempar sebuah majalah ke atas meja Myunsoo, membuat pria itu memelototinya karena sudah bertindak tidak sopan, tapi Taehyung tidak peduli. Ia terlalu kesal untuk bisa berlaku sopan pada Myungsoo.
"Buka dan baca headline di sana! Kau benar-benar tukang onar!"
Myungsoo mengernyit menatap Taehyung, ia menatap majalah di depan matanya kemudian kembali beralih ke arah Taehyung, "kau sudah seperti sapi bunting! Marah-marah tidak jelas," gerutunya kemudian mengambil majalah tersebut, sesuai instruksi Taehyung ia membuka dan membaca headline news yang ada di halaman pertama.
"Yoon Sohee, benarkah telah memiliki kekasih?"
"Apa-apaan ini?" Myungsoo berseru kaget ketika melihat fotonya bersama Sohee terpampang tepat di bawah judul besar tersebut, ia ingat foto tersebut--saat mereka menghadiri acara launching produk kosmetik malam itu, di mana ia berperan sebagai kekasih pura-pura dari Sohee. Ia sama sekali tidak menyangka jika ada reporter yang mengambil gambar mereka.
"Itu seharusnya yang kutanyakan, Hyung! Apa-apaan berita itu?"
Myungsoo memijat pelipis setelah melempar majalah itu kembali ke atas meja, ia tidak perlu membaca artikel tersebut sampai selesai karena hanya melihat foto yang menampakkan wajahnya dengan sangat jelas saja ia sudah menebak akan sekacau apa beberapa hari ke depan. Ia menatap Taehyung dengan pandangan jengah.
"Aku harap kau bisa membereskan masalah ini tanpa melibatkanku."
Taehyung melotot tidak percaya ketika mendengar penuturan tersebut, "aku tidak salah dengar kan, Hyung?"
"Tentu saja tidak. Aku hanya malas berurusan dengan para pemburu gosip," balas Myungsoo dengan kernyitan halus di keningnya, "lagipula sebagai asistenku, jadi sudah sewajarnya jika kau yang mengurus masalah ini, bukan?" lanjutnya lagi yang membuat Taehyung tiba-tiba merasa pening.
Pria muda itu menghela nafas panjang, "kau tau ini tidak semudah itu. Apalagi Yoon Sohee salah satu model yang paling tersohor di sini, tidak mungkin para wartawan akan bisa memerima begitu saja--"
"Taehyung, berhentilah berceloteh. Lebih baik kau segera memberikan konfirmasi mengenai kebenaran berita ini, aku tidak suka jika namaku muncul di kolom gosip." Myungsoo menyela kalimat Taehyung.
"Memangnya kalian benar tidak ada hubungan apa-apa?" alih-alih melaksanakan perintah Myungsoo, pria itu malah mengajukan pertanyaan kemudian kembali berujar, "dari yang kulihat di foto itu, kalian terlihat mesra dan bisa kupastikan jika foto itu bukanlah sebuah rekayasa."
Myungsoo memutar bola matanya kesal, "asli ataupun tidak, foto itu bukan urusanmu Taehyung, kau hanya perlu mengatakan bahwa berita ini tidak benar. Hanya itu dan tugasmu selesai."
"Sudah kukatakan tidak semudah itu Hyung!"
"Apanya yang tidak mudah hm? Hubungi reporter yang memuat berita ini dan katakan pada mereka jika aku dan Yoon Sohee tidak berkencan. Case closed," ujar Myungsoo merentangkan tangan sembari menjelaskan, ia menatap Taehyung dengan remeh seolah merendahkan pria itu karena hanya melakukan konfirmasi saja susah.
"Iya kalau mereka terima. Kalau tidak, bagaimana?"
"Itu terserah mereka, yang pastinya aku sudah mengatakan tidak."
Taehyung menghempaskan kedua tangannya di udara, ia menarik nafas banyak-banyak seolah pasokan oksigennya habis karena berdebat dengan Myungsoo, "mereka bisa menimbulkan masalah baru, Hyung! Akan banyak berita-berita lain yang muncul jika bukan kau sendiri yang turun tangan. Kau jangan berlagak seperti tidak tau, ini bukan pertama kali kau terjun di dunia entertainment."
"Dengar, aku ini seorang photographer bukan entertainer. Lagipula jika mereka kembali mengeluarkan berita yang tidak-tidak, aku hanya perlu menuntut dengan tuduhan pencemaran nama baik. Once again, case closed."
Taehyung mengangkat tangan tanda menyerah, ia menggeleng pasrah dengan kelakuan Myungsoo, "terserah kau saja Hyung. Aku akan melakukan semampuku, jika keluar berita tentangmu yang lebih buruk maka jangan katakan bahwa aku tidak memperingatimu."
Myungsoo tersenyum puas dan mengangguk, "Deal." Ia mengulurkan tangan ke arah pintu, sebuah pengusiran halus darinya dan Taehyung sangat menyadari hal tersebut.
"Tanpa kau suruh aku juga pasti akan keluar!" Tukasnya marah, kemudian berbalik melangkahkan kakinya menuju pintu.
"Oh ya, Taehyung...hubungi manajer Yoon Sohee dan katakan aku ingin bertemu artisnya siang ini," ucap Myungsoo untuk terakhir kali sebelum Taehyung benar-benar keluar dari ruangannya.
***
"Ckck, kurang ajar...dasar playboy kelas kakap, aku berharap kau segera mendapat karmamu."
Sooji tersenyum kecil menyaksikan Jiwon mengumpat kepada majalah yang saat ini dia baca, ia mengintip sedikit, tapi tidak dapat melihat siapa yang menjadi topik dalam artikel yang telah membuat Jiwon seperti kebakaran jenggot saat ini.
"Siapa sih yang kau sumpahi itu?" tanyanya kemudian, Jiwon menghentikan aktifitas membacanya lalu mendongak menatap Sooji yang masih duduk di atas ranjang sembari mengamatinya.
"Ah, kau harus tau ini Sooji. Pria itu benar-benar bajingan," Jiwon kembali berdecak, ia mendekati Sooji dengan membawa majalah tersebut dan memperlihatkannya pada Sooji, "lihat, dia tidak tau malu. Sudah punya pacar, tapi masih mengejar-ngejarmu. Tunggu sampai aku bertemu dengannya! Akan kupecahkan kepalanya."
Sooji membaca artikel yang disodorkan oleh Jiwon dan ternyaya sedari tadi yang disumpahi oleh wanita itu adalah Myungsoo. Seperti yang dikatakan oleh artikel tersebut kalau Myungsoo tengah menjalin kasih bersama salah satu model papan atas negri ini. Ia kemudian melihat wajah wanita yang digadang-gadang sebagai kekasih Myungsoo dan menganggukan kepalanya.
"Dia cantik," gumamnya tanpa sadar membuat Jiwon langsung melotot kepadanya.
"Apa kau bilang? Cantik? Astaga Sooji! Kau tau wanita itu pacar Myungsoo kan?"
"Iya, lalu kenapa?" Sooji menutup majalah tersebut lalu menatap Jiwon dengan kedua alis terangkat, "aku tidak mengerti mengapa aku tidak boleh mengatakannya cantik hanya karena dia adalah kekasih Myungsoo."
Jiwon mengatupkan bibirnya rapat, ia terlihat salah tingkah untuk beberapa saat namun, kemudian ia berdecak, "bukankah dia itu mengejarmu?"
"Jiwon, lupakan saja masalah itu. Tidak ada hubungannya denganku jika dia punya kekasih atau tidak," ujar Sooji, meminta kesediaan Jiwon untuk benar-benar melupakan masalahnya dan Myungsoo kemarin, "tolong jangan ciptakan kondisi seolah-olah aku dan Myungsoo sedang berada dalam sebuah hubungan. Aku punya suami, kau ingat kan?"
Jiwon akhirnya mendesah, meraih majalah di tangan Sooji kemudian menyingkirkannya, "maafkan aku, aku hanya merasa kesal karena pemberitaan ini. Aku tau, kau mencintai Sehun."
Sooji tersenyum mendengar hal itu.
"Tapi kau belum memaafkannya kan? Karena insiden bayi itu--"
"Aku masih butuh waktu Jiwon. Aku memang mencintai Sehun, tapi setiap melihat wajahnya aku selalu saja teringat hari di mana dia menyodorkan pil itu padaku tanpa rasa bersalah sedikitpun. Aku sakit hati saat mengingatnya," cerita Sooji dengan wajah terluka, Jiwon mengangguk mengerti lalu mengusap lengan wanita itu.
"Aku mengerti. Gunakan waktumu sebanyak mungkin dan jika sudah waktunya, kau bisa memanggil Sehun kapan saja."
Sooji tersenyum tipis, ia menghela nafas panjang hampir seminggu ia berada di rumah sakit dan selama itupula ia tidak tahan jika bertatapan lama dengan Sehun, bahkan saat orangtuanya berada di sini, ia masih enggan untuk melirik pria itu. Luka di hatinya belum sepenuhnya sembuh dan melihat wajah Sehun hanya akan membuat lukanya semakin besar.
*
"Eomma, aku ingin pulang."
Wohee menatap putrinya dengan kening berkerut, "tentu saja nak, kita akan pulang sebentar lagi," ujarnya mengusap lengan Sooji, pagi ini ia diberitahu oleh dokter bahwa Sooji sudah bisa pulang dan menjalani perawatan pasca operasi di rumah.
"Bukan, maksudku pulang ke rumah kalian." Sooji menunduk sembari meremas kedua jemarinya dengan erat, "aku ingin pulang ke rumah ayah."
Wohee menghela nafas sebelum mengusap lengan atas Sooji, ia menatap anaknya penuh pengertian, "Sooji, kau sudah memiliki rumahmu sendiri nak. Pulanglah bersama suamimu--"
"Eomma--" Sooji mengangkat wajah lalu menatap ibunya dengan pandangan nelangsa, "aku hanya butuh waktu...kumohon."
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kalian tidak memberitahu ibu hmm? Kalau memang kau ada masalah dengan Sehun, ya harus diselesaikan jangan seperti ini nak."
Wohee memang tidak mengetahui masalah yang sedang dialami putrinya, ia hanya tau jika Sooji telah keguguran. Dipikirnya Sooji hanya sekedar terlalu sedih sehingga belum mau menegur Sehun selama di rumah sakit, tapi mendengar sendiri bahwa putrinya tidak ingin pulang ke rumah suaminya, membuatnya yakin jika masalah yang ada lebih daripada itu.
"Ceritanya sangat rumit, Eomma. Kumohon, aku tidak ingin pulang ke rumahku." Sooji kembali meminta, melihat keadaan putrinya yang sangat frustasi akhirnya mau tak mau Wohee mengangguk setuju. Mungkin setelah di rumah ia bisa mendapatkan jawaban dari putrinya.
Beberapa selang kemudian pintu kamar terbuka dan Sehun muncul di sana, ia tersenyum kepada Wohee dan Sooji sebelum berjalan mendekat.
"Ibu, Sooji, kita bisa pulang sekarang. Aku sudah mengurus semuanya," ujarnya saat berdiri di sisi ranjang Sooji, "semuanya sudah dikemas?"
"Sudah," Wohee menyahut, ia menatap Sehun dengan pandangan menyesal, "Sehun, maafkan ibu, tapi Sooji ingin pulang bersama ayahnya," ujarnya membuat kening Sehun berkerut heran, pria itu kemudian menatap Sooji yang sudah memalingkan wajah darinya.
"Sayang, kau ingin pulang ke rumah ayah?" tanyanya dengan suara pelan, Sooji tidak menjawab melainkan hanya mengangguk, "aku bisa mengantarmu ke sana. Kita akan ke rumah ayah setelah mengantar barang-barangmu di rumah kita."
Kali ini Sooji menggeleng, ia menoleh menatap Sehun yang menatapnya penuh harap, "aku tidak ingin pulang ke rumah kita. Aku ingin ke rumah ayahku, tanpa dirimu."
Wajah Sehun tiba-tiba menegang ketika mendengar itu, sesaat kemudian pandangannya menjadi lega, "baiklah, kalau begitu aku akan menemanimu di rumah ayah."
"Oh Sehun, sudah kukatakan jika aku ingin pergi tanpamu. Tolong jangan membuat ini menjadi lebih sulit." Tegur Sooji, kemudian ia beranjak turun dari ranjang, mendekati ibunya untuk menyuruh memanggil ayahnya. Ia ingin pulang sekarang.
Sementara Sehun hanya berdiri di tempatnya dengan kedua tangan terkepal, masih menatap ranjang kosong yang tadi di tempati oleh Sooji. Melihat itu, Wohee langsung mendekati Sehun, menepuk pundak pria itu dengan lembut.
"Sehun, maafkan Sooji nak. Dia hanya butuh waktu, ibu akan menelponmu segera jika dia sudah ingin pulang," ujarnya membuat Sehun mengerjap lalu berbalik menatap ibu mertuanya, ia tersenyum kecil dan mengangguk.
"Aku titip Sooji, Bu."
Setelah mengucapkan itu Sehun langsung keluar dari kamar tanpa melirik ke arah Sooji sedikitpun, kemudian Wohee mendekati anaknya dan memberikan omelan panjang.
"Kau ini, sebenarnya apa salah Sehun sampai kau mengabaikannya? Itu dosa nak, kalian sekarang telah menikah bukan hanya pacaran saja. Kalau ada masalah harus cepat diselesaikan, jangan memendamnya dan membuat masalah lain. Lihat tadi wajah Sehun seperti apa, dia terlihat terkejut dan sedih saat kau mengabaikannya."
Sooji tersenyum miris mendengar ocehan ibunya, ia menggelengkan kepala, "seharusnya kau membelaku, aku ini anakmu," gumamnya tak kentara namun, Wohee dapat mendengarnya.
"Meskipun kau anakku, aku tetap akan memarahimu jika kau melakukan kesalahan. Bagaimana kau bisa berlaku seperti ini terhadap suamimu?"
"Eomma, kau tidak tau apa yang dilakukan Sehun-"
"Ibu memang tidak tau, tapi tingkahmu sudah berlebihan nak. Ingat seorang istri harusnya mematuhi suami, bukannya malah--"
"Dia yang memberiku obat itu," sela Sooji kemudian dengan suara sepelan mungkin, Wohee mengangkat alisnya bingung.
"Obat apa?"
"Aku keguguran karena mengkomsumsi obat penggugur kandungan, bukan karena terjatuh," suara Sooji kini terdengar bergetar, sementara Wohee terkesiap di tempatnya.
"Peng-penggugur kandungan? Bagaimana bisa?" Wohee tidak bisa menahan rasa terkejutnya saat mengetahui penyebab sebenarnya atas keguguran putrinya.
"Sudah kukatakan, Sehun yang memberikan obat itu kepadaku."
Wohee kembali terkesiap, ia mengerjap tidak percaya, bagaimana bisa Sehun melakukan semua ini, terlebih itu terhadap calon anak mereka?
"Sudah kukatakan ceritanya rumit, Bu. Jadi kumohon berikan aku waktu untuk menenangkan diriku," lanjut Sooji lagi saat tidak mendapatkan respon dari ibunya. Ia kemudian melirik Wohee yang ternyata sudah bersimbah airmata di tempatnya, menghela nafas panjang kemudian mendekati ibunya dan memeluk tubuh itu dengan erat.
"Maafkan aku, Eomma. Maaf..." gumamnya pelan, Wohee masih menangis dan tidak dapat berkata apa-apa saking terkejutnya atas apa yang telah terjadi, Sooji menepuk pundak ibunya saat ia juga berhasil meneteskan airmata namun, tidak sebanyak ibunya.
"Aku benar-benar belum sanggup kembali pada Sehun, hatiku masih terasa sakit saat di dekatnya. Aku harap Eomma mengerti dengan keadaanku dan kumohon izinkan aku pulang bersama kalian," bisik Sooji dengan suara lirih, pelukannya semakin mengerat saat merasa Wohee menganggukan kepalanya.
"Iya putriku, kau boleh pulang bersama kami. Pulanglah nak," jawab Wohee diantara isakannya, hatinya juga ikut terasa sakit saat ini. Membayangkan dirinya berada di posisi Sooji membuat hatinya terluka, harus kehilangan anak yang belum sempat dilahirkan dan memiliki suami yang telah tega melenyapkan anaknya sendiri membuat Wohee yakin jika putrinya memang tidak akan sanggup menghadapi semua ini.
Sooji tidak sekuat itu untuk terus berada di sisi Sehun, meskipun harus mengatasnamakan cinta.
CONTINUED.
[16/08/27]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top