ED 10 | The Truth

Sehun terbangun saat merasakan sebuah tangan menyentuh wajahnya, dengan mata terpejam ia mengernyit namun sedetik kemudian kedua bola matanya terbuka dan menemukan wajah Sooji sedang memandanginya. Kernyitan halus di keningnya masih tercipa saat memandang istrinya.

"Hei, apa kau terbangun?" Tanyanya kemudian, Sooji hanya tersenyum kecil dan menggeleng, ia masih menyentuh wajah Sehun dan pria itu membiarkannya.

"Aku suka melihatmu terlelap," jawab Sooji dengan suara pelan yang mau tak mau membuat Sehun tersenyum lebar.

"Jadi apa aku harus kembali tidur, hmm?" Pria itu memejamkan matanya, menikmati usapan lembut jemari Sooji di wajahnya. Ia tidak tau sudah berapa lama tapi yang pasti ia sangat merindukan Sooji.

"Aku merindukanmu, sayang."

Sooji tersenyum miris mendengar gumaman Sehun, ia menunduk untuk memberi ciuman singkat di bibir suaminya, "maafkan aku."

Sehun membuka mata dan kembali menemukan binar terluka di mata Sooji, ia tersenyum dan menggeleng meraih wajah istrinya untuk tetap mau menatapnya.

"Tatap aku, sayang," ucap Sehun memohon, ketika Sooji menatap matanya, ia kemudian berucap, "kau tau sudah berapa lama aku menunggu? Aku menunggumu untuk berbicara padaku." Sehun menarik nafas panjang sebelum kembali melanjutkan kalimatnya.

"Au menunggu karena kupikir aku akan menyakitimu dengan memaksa, tapi yang kulihat selama satu bulan terakhir kau semakin tersiksa. Ada apa sebenarnya hmm?"

Mata Sooji berkabut, ia menggeleng masih dengan memandang tatapan penuh cinta dicampur permohonan milik Sehun. Ia tidak akan sanggup menghancurkan harapan di kedua bola mata itu, ia tidak sanggup jika harus menemukan cinta di sana perlahan surut karena kejujurannya.

"Sooji, kau tau aku sangat mencintaimu. Akan kulakukan apapun agar kau bisa berbahagia, kau sangat tau itu," Sehun kembali berucap ketika ia menyadari raut wajah Sooji yang terlihat tidak baik, ia mendekatkan wajah mereka berdua kemudian mulai memberikan ciuman yang sangat pelan dan lembut untuk Sooji.

Sooji terlena oleh ciuman Sehun sehingga airmatanya terjatuh. Mereka masih melanjutkan ciuman tersebut, Sooji bahkan tidak sadar kapan dirinya sudah berpindah posisi berada di bawah Sehun.

Pria itu melepaskan ciumannya dan mereka saling bertukar pandang, ia menatap Sooji penuh kerinduan begitupula istrinya, "kau tidak tau betapa aku merindukanmu, sayang."

Sooji memejamkan mata ketika Sehun kembali menunduk dan memberikan ciuman di seluruh wajahnya, kemudian ciuman itu turun ke leher. Ia menggeliat menyentuh pundak Sehun, mencoba untuk menghentikan pria itu namun, rasa rindu yang membelenggu selama satu bulan ini membutakan indera pria itu.

"Se-hun, berhenti--" Sooji bergumam lirih, sejujurnya ia juga menikmati apa yang dilakukan oleh suaminya, tapi mereka tidak boleh melakukannya. Sekarang bukan saatnya karena ada hal lain yang lebih penting untuk ia katakan saat ini.

"Ku-mohon berhentilah--"

Di saat Sehun sudah melepaskan seluruh pakaiannya, Sooji masih mencoba untuk menghentikan pria itu, tapi seperti sebelumnya, Sehun benar-benar menulikan pendengarannya. Pria itu masih mencumbu tubuhnya dengan begitu intens sehingga membuat Sooji mau tak mau mendesah pasrah.

Ia menggelengkan kepala menolak perlakuan Sehun, bukan ini yang seharusnya ia rasakan ketika Sehun mencumbunya. Seharusnya ia merasa penuh cinta dan bahagia, tapi sekarang yang ia rasakan tidak lebih dari rasa bersalah. Ia tidak ingin melakukannya bersama Sehun malam ini, tidak ketika anak pria lain masih ada di dalam rahimnya.

"Se--hun," Sooji berniat untuk membentak tapi yang keluar hanya lenguhan panjang, membuat Sehun semakin semangat. Pria itu sudah bergabung bersamanya, tanpa pakaian--yang Sooji sendiri tak tau kapan pakaiannya dilepaskan.

"Se-hun, jangan seperti ini," ia masih berbisik menyentuh pundak Sehun yang menunduk di bawah tubuhnya, kemudian menggelinjang pasrah saat pria itu menyentuhnya.

"Kau menyukainya sayang," ucap Sehun dengan bangga, tapi Sooji menggeleng.

"Tidak, tidak..jangan, ku-mohon--"

Sooji terus meracau dan Sehun semakin melanjutkan aksinya, hingga ketika pria itu bersiap untuk memasuki dirinya, Sooji dengan panik menjerit ketakutan, "aku hamil! Aku sedang hamil!"

Sehun terpaku di tempatnya, ia memandang takjub tubuh Sooji di bawahnya setelah meneriakkan kalimat tadi, untuk sesaat ia hanya terdiam menatap istrinya namun, beberapa detik kemudian ia langsung melotot tidak percaya.

"Kau--kau apa?"

Sooji menangis, ia memejamkan mata lalu menggeleng keras. Seharusnya ia tidak menyakiti Sehun dengan semua ini, ia bisa menangkap bagaimana kedua bola mata Sehun membulat dengan bahagia saat menyadari ucapannya. Seharusnya pria itu tidak perlu merasa senang karena itu bukanlah anaknya. Seharusnya ia--

"Sayang, coba ulang apa yang kau katakan tadi?" Sehun sudah berpindah ke samping tubuh kaku Sooji, ia sudah memakai celana tidur dan menyelimuti tubuh istrinya yang polos. Sementara Sooji masih menangis tanpa suara, perlahan ia membuka matanya untuk menatap Sehun dengan nanar.

"A--ku hamil."

Dan sebuah senyuman langsung merekah di wajah Sehun, ia memejamkan mata sejenak kemudian menjerit bahagia, "kau hamil! Astaga!" Setelahnya Sooji sudah berada dalam pangkuan Sehun, dipeluk sedemikian erat oleh pria itu, dihadiahi ciuman-ciuman mesra di wajahnya, dibisikan kata-kata cinta dan rasa terima kasih. Seharusnya Sooji merasa terenyuh dengan semua itu namun, sekali lagi ia hanya merasakan perasaan bersalahnya semakin memuncak. Tidak lebih dari itu.

"Sehun--"

"Sstt, kau harus tidur," Sehun menyela, membaringkan tubuh mereka berdua dengan tubhh yang masih terkait dalam pelukan, "seharusnya aku percaya dengan Jiwon, dia mengatakan mungkin saja kau sedang hamil." Cerocos Sehun senang tanpa memperhatikan raut terluka di wajah istrinya.

Sebegitu berharapnya kah kau jika ini adalah anakmu?

Sooji meringis, ia menggelengkan kepala kemudian menyandarkan tubuhnya di dada Sehun. Sepanjang malam, Sehun terus berceloteh tentang kehamilannya dan calon anak mereka, semua itu menjadi nyanyian pengantar tidur untuk Sooji.

"Terima kasih sayangku. Aku mencintaimu." Sehun menghentikan ocehannya saat mendengar dengkuran halus Sooji, pria itu tersenyum bahagia mencium pelipis istrinya lalu mengusap perutnya.

"Anakku, baik-baik dalam sini ya. Ayah mencintaimu."

***

Myungsoo tidak berhenti mengomel sepanjang perjalanan, wajahnya tertekuk miring saat memikirkan ke mana tujuannya saat ini. Terlebih celotehan wanita di sampingnya tidak kunjung berhenti, bibir wanita itu sudah seperti ember bocor yang jika tidak disumpal maka tidak akan berhenti mengeluarkan isinya.

Ia sebenarnya tidak menyutujui ide ini, tapi tidak ada yang mampu ia lakukan ketika wanita di sampingnya terus memaksa hingga mengancamnya dengan hal-hal yang remeh namun, anehnya ia merasa terancam oleh ancaman tersebut.

"Mereka pasti bahagia saat melihatmu hadir. Sepanjang tahun kemarin mereka selalu membicarakanmu tau. Bertanya-tanya kenapa kau tidak pernah pulang, apakah diam-diam kau sudah menikah atau masuk dalam penjara karena kebodohanmu. Tapi melihatmu sekarang, sepertinya kekhawatiran mereka memang sia-sia."

Myungsoo berdecih mendengar ocehan panjang itu, ia memilih fokus untuk menjalankan mobilnya daripada harus meladeni kalimat-kalimat wanita itu.

"Kau bahkan membawa kejutan untuk mereka. Memghamili istri or--"

"Jung Soojung!" Myungsoo menyela dengan sebuah bentakan, wanita di sampingnya menoleh padanya dengan kedua alis terangkat, "jangan sekali-kali menyinggung hal itu di depan ayah dan ibuku." Tukasnya tajam.

"Punya hak apa kau bisa menutup mulutku?" Tanya Soojung menantang, ia mengedikkan bahu tak peduli pada ancaman pria itu kemudian melempar pandangannya ke luar jendela.

"Ingat, Ibumu belum tau jika kau sudah tidur dengan--"

"Sial! Kau memang sangat brengsek Myungsoo!" Soojung menghentikan kalimat Myungsoo lalu memukul pria itu dengan kekuatan ekstra, tapi Myungsoo hanya tertawa datar.

"Kau tutup mulut, maka aku juga tutup mulut. Kita impas sayang."

Soojung mendengus, pikirannya melayang ke kejadian dua tahun lalu, ketika ia sedang menghabiskan liburan natalnya di Rusia bersama kekasihnya dan kebetulan bertemu Myungsoo sedang bekerja di hotel yang sama dengan yang di tempatinya. Awalnya ia merasa senang karena bisa bertemu pria itu setelah bertahun-tahun, tapi setelahnya ia menarik ucapannya. Myungsoo dengan kurang ajar, mengatasnamakan keluarga ia meminta duplikat kunci kamar hotelnya untuk masuk ke sana dan memergokinya sedang bercinta dengan mata telanjang. Jangan tanyakan bagaimana perasaannya saat itu, karena ia sempat berpikir untuk melompat dari balkon kamarnya untuk menutupi malu, terlebih Myungsoo juga melihat tubuhnya yang polos.

"Hanya perasaan jijik yang kurasakan saat melihatmu telanjang. Bukan terangsang."

Dan kalimat itu masih teringat jelas dalam benaknya saat ia memarahi serta memaki pria itu karena telah sembarangan masuk ke kamarnya dan melihatnya tidak memakai busana. Myungsoo mengatakan itu dengan eksresi yang sangat mendukung sehingga membuatnya semakin kesal bercampur malu. Hingga saat ini ia tidak berani mengekspos tubuhnya secara berlebiham di hadapan pria itu, karena terlalu malu atas kejadian tersebut.

Ia sebenarnya berharap Myungsoo telah melupakan hal itu, tapi nyatanya ingatan pria itu terlalu tajam untuk melupakannya.

"Kita sudah sampai."

Suara enggan Myungsoo terdengar sehingga membuat lamunannya atas kenangan memalukan di Rusia terpecahkan, ia menoleh pada pria itu kemudian memandang keluar di mana mobil yang di tumpanginya berhenti.

"Welcome home, brother."

*

Myungsoo tidak pernah berpikir jika keluarganya akan berakhir dalam situasi yang aneh seperti ini. Bukan tanpa alasan ia memilih pekerjaan yang membuatnya selalu berpindah negara dalam kurun waktu yang singkat, semua itu ia lakukan agar sebisa mungkin jauh dari rumah. Namun, khusus tahun ini ia tidak bisa menolak, karena pilihannya untuk menetap di Negara ini sepanjang tahun meskipun sama sekali tidak terpikirkan untuk mengunjungi keluarganya.

Hanya karena Soojung sialan yang memaksanya, akhirnya ia berada di sini. Di tengah-tengah kericuhan kedua keluarganya, ia bahkan bisa melihat wajah enggan beberapa saudara laki-lakinya yang ikut bergabung. Hanya Soojung saudaranya yang paling aneh, wanita itu terlihat sangat antusias untuk ikut bergabung.

Sangat aneh.

"Hyung," Myungsoo menoleh untuk menatap pria yang duduk di sampingnya sejak tadi, pria itu tersenyum tipis lalu memberinya kode untuk segera beranjak dari sana.

"Aku tidak pernah betah saat pertemuan keluarga. Terlalu ribut. Heran kenapa Soojung bisa betah ya?"

Myungsoo mengikuti langkah pria itu menuju ke halaman belakang, diam-diam ia mengangguk setuju. Pertemuan keluarga ini sudah terjadi bertahun-tahun silam, sejak gencatan senjata yang di lakukan ayah dan ibunya akibat perseteruan yang sempat terjadi dan sejak saat itupula ia memutuskan untuk jauh dari rumah.

Ia tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya berada dalam satu ruangan bersama ayah dan ibunya setelah perceraian terjadi.

Semua berawal semenjak ia berusia sepuluh tahun, ketika ibunya membayar seorang guru privat yang bisa mengajarnya di mata pelajaran matematika. Saat itu ia memiliki jadwal les selama tiga jam selama tiga hari dalam seminggu, guru yang disewa ibunya akan datang ke rumah dan mengajarnya. Awalnya ia merasa senang karena bisa belajar dengan santai dan gurunya kelihatan sangat ramah namun, semua pemikiran itu terhempas ketika tiga bulan setelah guru itu mengajarnya, ia menemukan ayah dan guru lesnya sedang bercumbu di teras belakang rumah. Ia masih kecil untuk mengerti apa yang kedua orang dewasa itu lakukan, tapi ia tidak buta dengan kelakuan ayahnya. Sehingga sehari setelahnya ia mengatakan pada Ibunya untuk mengganti guru.

Myungsoo berpikir dengan begitu ayahnya tidak akan nakal lagi, tapi pemikirannya salah karena nyatanya semenjak gurunya dipecat ayahnya semakin sering bertemu wanita itu di luar rumah. Saat mengetahuinya Myungsoo sangat sedih dan ingin mengadu pada Ibunya, hingga suatu hari ketika bel sekolah berbunyi menandakan bahwa mereka sudah bisa pulang, ia berjalan ke parkiran untuk menemui ibunya yang berjanji akan menjemput hari ini. Saat melihat mobil ibunya ia langsung berlari ke sana tanpa memiliki firasat sedikitpun, sampai ketika ia telah tiba tepat di samping pintu mobil, ia merasa ada orang lain dalam mobil itu dan memutuskan untuk berjinjit untuk mengintip melalui jendela.

Apa yang dilihatnya adalah suatu hal yang mampu membuatnya menangis meraung-raung. Ibunya melakukan hal yang sama seperti ayahnya lakukan bersama gurunya. Kali ini Ibunya melakukan dengan guru olahraganya, dengan marah ia menggedor pintu mobil sehingga ibunya dan guru olahraganya kaget karena dipergoki sedang bermesraan.

Setahun setelahnya orangtuanya resmi bercerai tanpa menatap wajah satu sama lain karena mengetahui kedok mereka masing-masing. Myungsoo hanya menatap punggung ayah dan ibunya dengan wajah suram. Saat itu ia tidak memilih untuk tinggal bersama keduanya, melainkan tinggal di rumah kakek dari pihak ayahnya. Kakek yang membesarkannya dengan sangat baik dan penuh kasih sayang sampai ia bisa mendapatkan pekerjaan yang membuatnya bisa terhindar dari dua keluarganya.

Tapi, sekarang semuanya tidak berlaku lagi. Ayah dan ibunya sudah berbaikan sejak lama. Mereka memutuskan untuk mengadakan kumpul keluarga bersama keluarga mereka masing-masing setiap sebulan sekali. Myungsoo tidak kaget saat mengetahui ayahnya menikah lagi dengan guru lesnya dan ibunya melakukan hal yang sama dengan guru olahraganya tanpa kehadirannya karena ia menolak untuk datang saat itu. Berpikir mungkin itu adalah keinginan mereka berdua dan ia tidak bisa melarang.

Sekarang ia mendapatkan banyak adik, Soojung--anak bawaan dari istri baru ayahnya, Jongin--anak bawaan dari suami baru ibunya dan ia memiliki Minsuk dan Minki anak kembar yang berusia 18 tahun dari Ibunya, dan Sechan bocah berusia 10 tahun dari ayahnya. Memikirkan memiliki orangtua aneh saja sudah membuatnya pusing, apalagi ditambah lima adik yang sama anehnya membuatnya bisa mati berdiri.

"Tapi sepertinya Soojung berhasil menyeretmu ke sini ya?" Jongin--pria yang mengajaknya kabur dari ruang tengah bersuara untuk menghentikan lamunannya tentang kemalangan yang terjadi di keluarga ini, pria itu memberi kerlingan menggoda pada Myungsoo.

"Hanya karena aku berada di Seoul dan dia mengancamku," jawab Myungsoo kemudian ikut bergabung bersama pria itu.

"Wah, kau mempan di ancam juga ya? Kupikir kau pria yang kebal dari segala ancaman."

Myungsoo hanya mendengus, "kau sama saja dengan Soojung. Kalian memang berjodoh!"

Senyum di wajah Jongin terbit saat mendengar ucapan Myungsoo, "kau tau sekali Hyung. Kami memang berjodoh," ujarnya percaya diri membuat Myungsoo hanya menggelengkan kepala.

"Lagipula wajar kau merasa terancam. Siapa suruh sih menghamili istri orang."

Myungsoo langsung menoleh dengan tajam untuk menatap pria yang hanya berbeda dua tahun di bawahnya, "siapa yang memberitahumu?" Tanyanya kesal, melihat senyuman Jongin ia langsung menggeram kesal, "Jung Soojung! Awas saja kau."

Jongin tertawa melihat kemarahan Myungsoo, ia menepuk pundak pria itu kemudian berucap, "tidak ada yang salah dengan itu Hyung. Asal kau memang mencintainya, aku akan mendukungmu untuk merebutnya."

"Cinta?" Myungsoo mengulang ucapan Jongin, dari segala kata yang tercetus dalam kalimat pria itu ia hanya tertarik dengan kata 'cinta'. Bagaimana bisa Jongin berpikir jika dirinya sedang mencintai wanita itu?

"Iya cinta. Kau mencintainya kan sampai mati-matian mengejarnya?" Jongin membenarkan, "jangan heran, aku tau semua ceritanya. Dari Soojung tentu saja."

Myungsoo terdiam, dia mencintai Sooji?

Alisnya berkerut dalam untuk beberapa detik lalu kemudian ia tertawa terbahak-bahak. Asumsi tentang mencintai itu sangat konyol, ia jelas tidak mencintai wanita itu dan tidak akan pernah mencintai siapapun. Menurutnya cinta hanya sebuah kata klise yang bisa membuat kehidupannya hancur, sudah banyak hubungan yang berantakan atas nama cinta, salah satunya orangtuanya. Mereka berdua saling mencintai dulu, tapi kemudian perlahan-lahan cinta itu dimakan usia sehingga keduanya memilih untuk berselingkuh dengan dalih sedang mencari cinta lain. Sangat klise.

"Kau sangat lucu adikku. Tidak ada kata cinta dalam kamus hidup Kim Myungsoo."

Setelah mengatakan itu Myungsoo beranjak masih dengan keadaan yang tertawa, meninggalkan Jongin dengan wajah cengo memandang punggungnya, hingga pria itu menghilang di balik pintu.

"Kau akan mendapatkan karmamu Hyung."

CONTINUED.

Diatas adalah sepenggal kisah suram keluarga Myungsoo. Aneh ya? Yep! Seperti sifat Myungsoo yang juga aneh, kadang dingin--kadang hangat--kadang panas. Bisa dikatakan karakter Myungsoo yang berubah-ubah seperti itu merupakan andil dari kedua orangtuanya. Semoga kalian mengerti maksudku 😆

Dan ini hanyalah sebuah fiksi, jika ada yang tersinggung dengan keadaan keluarga Myungsoo tolong jangan di masukan dalam hati 🙏

Jadi gimana selanjutnya? Sooji berhasil gk buat singkirin bayinya? Gimana reaksi Sehun kalau tau anak itu bukan anaknya? Dan apa Myungsoo beneran gak cinta Sooji? Ayuk main tebak"an lagi 😆😆

See you next part 🙌🙌🙌🙌

[02/08/17]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top