ED 06 | Playing Innocent
Sooji menarik nafas panjang sebelum melangkah mendekati pria itu, senyumannya perlahan terbit ketika menyadari bahwa malam ini adalah sesuatu yang telah dinantikannya sejak dulu. Namun itu tidak membuatnya lupa diri atas apa yang telah terjadi beberapa hari belakangan, karena meskipun pemberkatannya berjalan lancar tapi bukan berarti masalah yang ditakutinya tidak memungkinkan untuk terjadi.
Dan tingkat kewaspadaannya semakin meningkat ketika mengetahui bahwa pria yang baru beberapa jam lalu telah berubah status menjadi suaminya-tekankan di kata suami-sedang berbincang dengan manusia yang paling tidak ingin ditemuinya di muka bumi ini. Tetapi ia tidak bisa melakukan apapun disaat orangtuanya berada dalam ruangan yang sama dengannya-mengawasi dengan mata elang hingga langkahnya berhenti tepat dibelakang tubuh kokoh suaminya.
"Sehun." Ia memanggil lembut, berusaha dengan sangat keras untuk mengabaikan lirikan yang diketahuinya berasal dari pria dihadapan suaminya, tersenyum manis lalu tangannya meraih lengan Sehun memandang pria itu penuh cinta.
"Sayang, kau sudah selesai?" Sehun menoleh dan tertegun sesaat mendapati penampilannya yang terlihat lebih santai daripada saat pemberkatan tadi, Sooji telah berganti pakaian dengan gaun malam yang jatuh ditubuhnya hingga menyentuh lantai. Terlihat sederhana namun elegan disaat yang bersamaan karena bantuan butiran permata kecil yang menyelimuti gaun tersebut, sementara Sehun sendiri masih mengenakan setelan yang sama ketika pemberkatan tadi. Ia hanya melepas jas dan rompinya hingga menyisahkan kemeja putih yang melengket dibadannya. Malam ini mereka memang merencanakan resepsi yang terkesan santai namun bermakna, hanya beberapa orang terdekat yang datang sehingga membuat keintiman acara tersebut semakin kental.
"Ya, dan kurasa kita perlu menyapa beberapa teman-temanmu," Sooji memberi saran, menggigit bibir dalamnya takut jika Sehun tau bahwa ia sangat tidak betah jika berada disana saat ini, melihat raut wajah bingung suaminya sejenak membuatnya menahan nafas namun ia menghembuskannya dengan lega ketika pria itu mengangguk setuju.
"Baiklah," Sehun bergumam pelan, lalu ia menoleh untuk menatap pria yang sejak tadi hanya terdiam menyaksikan interaksi mereka, "Myungsoo, aku sangat berharap semuanya selesai dalam waktu dekat," ujarnya pada pria itu membuat Sooji yang mendengar hanya mengernyit bingung. Apa yang diinginkan Sehun dari Myungsoo?
"Jangan khawatir, aku memiliki pegawai yang cekatan." Gurauan Myungsoo membuat Sehun tertawa tetapi tidak memperhatikan jika mata pria dihadapannya sedang tertuju pada sang istri tercinta, "oh ya, selamat untuk pernikahan kalian. Sepertinya aku belum mengucapkan itu sejak tadi."
Tubuh Sooji menegang ketika mendengar ucapan selamat yang terdengar santai dari bibir Myungsoo, memberanikan diri ia akhirnya menatap pria itu dengan raut keheranan. Ia bisa melihat senyum Myungsoo yang terlihat seperti ikut bahagia akan pernikahan ini dan itu membuatnya sedikit bingung. Mengapa Myungsoo turut berbahagia?
"Oh terima kasih Myungsoo. Aku berharap suatu hari nanti kau juga bisa berbahagia sepertiku malam ini," balas Sehun dengan penuh ketulusan membuat Myungsoo meringis, ia tersenyum kecil lalu membungkuk sopan.
"Kalau begitu aku permisi. Tidak baik memonopoli pasangan pengantin baru malam ini."
Setengah terkekeh Myungsoo berbalik untuk meninggalkan sepasang suami-istri tersebut, sebelumnya ia sempat melirik Sooji dan mengangguk kecil seolah tidak pernah terjadi apapun diantara mereka.
Sooji yang menyadari tingkah Myungsoo hanya tercekat. Apa yang sedang dimainkan oleh pria itu saat ini?
"Sayang, ayo-"
Suara Sehun menyadarkannya lalu dengan senyum manis ia mengikuti langlah suaminya untuk menyapa tamu-tamu mereka yang lain dengan berusaha menyampingkan pertanyaan-pertanyaan seputar kelakuan ganjil Myungsoo malam ini terhadapnya.
*
Myungsoo tersenyum kecil sembari memainkan gelas wine yang diambilnya dari salah satu meja di dalam ruangan ini, matanya terus mengawasi dari sudut terjauh. Tidak perlu merasa khawatir seseorang akan mencurigainya karena terus menatap kearah sepasang pengantin baru itu, karena ia yakin para undangan terlalu sibuk dengan urusan mereka sehingga perlu untuk memperhatikannya.
Matanya sejak tadi tidak pernah lepas dari pengantin wanita, sejak pertama kali melihat di gereja ia sudah dibuat terpesona oleh kecantikannya dan malam ini ia kembali dibuat takjub oleh wanita itu. Bagaimana luwesnya Sooji bergerak disamping Sehun ketika menyapa para tamu, seolah tidak ada beban yang ia rasakan dan hanya kebahagiaan yang ada. Ego Myungsoo cukup terluka saat wanita itu berusaha untuk memperlihatkan bahwa dirinya tidak dapat terengaruh oleh kehadiran Myungsoo sendiri.
Tetapi mata tidak pernah berbohong dan Myungsoo bersyukur karenanya. Pasalnya sejak pemberkatan hingga malam resepsi ini, kerap kali ia menangkap basah mata Sooji yang bergerak gelisah memancarkan kecemasan seolah mencari sesuatu yang tidak ia inginkan kehadirannya. Itu cukup menjadi hiburan tersendiri bagi Myungsoo. Melihat wanitanya terlalu waspada, ia hanya perlu menunggu kewaspadaan itu menurun dan boom! semuanya akan meledak secara bersamaan dan tentu saja itu merupakan kemenangan telak untuknya.
"Sepertinya kau begitu terpesona pada Sooji."
Teguran itu membuat Myungsoo mengerjap, dengan gerakan dramatis ia menoleh dan menemukan sepupunya berdiri sambil bersedekap dengan pandangan penuh selidik.
"Ya begitulah. Siapa yang tidak akan tertarik dengan wanita secantik itu?" Jawab Myungsoo dengan acuh, berusaha keras untuk menggambarkan bahwa ia tidak seterpesona tebakan sepupunya. Padahal yang terjadi adalah ia terlalu terpana hingga hampir gila menahan diri disini untuk tidak menarik wanita itu ke dalam pelukannya dan bercinta habis-habisan sepanjang malam.
"Nah, nah aku yakin sekarang kau sedang berpikiran mesum Tuan!"
Myungsoo mendelik, "pergilah Jiwon. Jika kau tidak memiliki teman kencan malam ini, setidaknya jangan menggangguku," ucapnya kemudian membuat Jiwon yang berdiri dengan anggun dihadapannya berubah layaknya banteng marah.
"Kau-" Jiwon mendesis dengan mata melotot tajam, "kapan kau bisa berkata lembut sih? Aku ini sepupumu! Setidaknya carikan pria untukku jika kau tidak ingin kuganggu!" Teriaknya tertahan, Jiwon masih cukup waras untuk tidak menjerit histeris dan membuat mereka jadi tontonan memalukan.
"Akan kuusahakan," gumam Myungsoo kemudian, Jiwon tersenyum miring sesaat kemudian matanya kembali melotot.
"Kau serius?" Ia mengerjap menatap Myungsoo, saat ini wanita itu sudah bertransformasi menjadi kucing betina yang jinak.
"Tentu saja. Kau sepupuku kan?" Myungsoo mengangkat alis, lalu ia tertawa ketika Jiwon mengangguk antusias dengan rona wajah yang tidak dapat disembunyikan.
"Thank you. Kau memang sepupu terbaik!" Jiwon merengsek maju lalu memeluk leher Myungsoo erat, pria itu bergidik lalu dengan sekali sentakan ia menjauhkan tubuhnya dari Jiwon mengakibatkan tubuh wanita itu jadi limbung.
"Jangan memelukku sembarangan bodoh." Tukasnya kesal, Jiwon hanya terkekeh dan memasang wajah tanpa dosanya.
"Eh ngomong-ngomong kau kemana malam itu? Aku mencarimu kemana-mana tapi kau tidak ada. Kau bahkan tidak pamit denganku." Jiwon berkacak pinggang menanyakan perihal kehilangan Myungsoo saat malam pesta lajang Sooji. Pria itu benar-benar tidak sopan karena main pergi begitu saja.
Myungsoo tersenyum penuh arti lalu bergumam penuh rahasia, "ada urusan penting."
Jiwon mengernyit tidak mengerti, "sepenting apa?"
"Hmm sepenting kau yang masih belum menikah disaat usiamu hampir mencapai 30!"
Dan setelah itu Myungsoo melesat pergi meninggalkan Jiwon yang berusaha mencerna kalimatnya dan ketika wanita itu akhirnya mengerti jika itu adalah ejekan untuknya, Myungsoo telah menghilang. Jiwon hanya menggeram kesal dan berjanji akan membalas perbuatan sepupunya dengan hal yang setimpal.
***
"Loh? Sooji, kau sudah bangun sepagi ini nak?"
Woohee mengernyit bingung ketika melihat penampakan putrinya pagi ini di dapur saat ia hendak membuat sarapan untuk keluarganya, pasalnya semalam acara resepsi baru selesai tepat pukul 11 malam dan pasangan pengantin itu pasti kelelahan.
Sooji dan Sehun memang memilih untuk tinggal di rumah ini dalam beberapa hari ke depan sebelum benar-benar pindah ke rumah baru mereka. Sooji yang memintanya, katanya ia masih membutuhkan sedikit waktu lagi untuk meninggalkan ayah dan ibunya. Jadi semalam setelah resepsi, alih-alih tinggal di hotel mereka memilih pulang ke rumah ini untuk beristirahat.
"Istirahat saja dulu. Kau pasti lelah karena semalam."
Sooji meringis, ia mengerti makna tersirat yang disampaikan oleh Ibunya tapi ia tau jika apapun yang dipikirkan oleh Ibunya tidak benar-benar terjadi, "semalam aku tidur Bu," gumamnya seolah informasi itu adalah sebuah hal yang sangat penting untuk ia sampaikan.
Sesaat wajah Ibunya terlihat terkejut kemudian kembali tersenyum, "kalian terlalu lelah ya?"
"Eum, aku sebenarnya sedang kedatangan tamu," Sooji mengernyit ketika mengatakan alasannya, dari pandangannya ia bisa melihat Woohee tersenyum mengerti dan ia akhirnya menghela nafas panjang.
Karena sejujurnya kedatangan tamu bulanan hanyalah akal-akalannya semata. Semalam ketika Sehun hendak berdiskusi masalah malam pertama mereka ia langsung kalang kabut, beralasan ingin membersihkan akhirnya ia mendekam dalam kamar mandi selama hampir satu jam sehingga membuat suaminya menjadi cemas. Ketika ia keluar, saat itulah Sehun mendekatinya dan bertanya dengan raut khawatir yang berlebihan, untuk sesaat Sooji sangat merasa bersalah pada pria itu tapi ia masih belum berani untuk mengambil resiko sehingga ia menggumamkan kalimat itu dengan sangat lirih.
"Aku datang bulan."
Sehun terkejut, namun kemudian pria itu tertawa dan akhirnya mengerti apa yang dicemaskan oleh istrinya. Dengan lembut ia menarik Sooji ke dalam pelukannya lalu menuntun wanita itu ke arah ranjang mereka, ia masih tersenyum dan entah mengapa itu menyakitkan hati Sooji.
"Tidak apa-apa. Aku masih bisa menunggu, jadi ayo tidur."
Itulah kalimat terakhir yang didengarnya dari Sehun semalam lalu mereka tidur dengan posisi saling berpelukan. Sooji meringis dalam hati, betapa pria yang dicintainya sangat pengertian bahkan disaat ia berbohong. Akhirnya sebelum memejamkan mata ia berdoa, semoga ketakutannya benar-benar hilang dan ia bisa menunaikan kewajibannya sebagai istri Sehun dengan segera.
"Pagi-pagi sudah melamun. Ingat yang semalam ya?"
Sooji tersentak saat sebuah tepukan ringan hinggap dibahunya, ia mendongak dan menemukan ayahnya sedang menatap jail padanya. Ia tersenyum kaku, "ayah mengagetkanku," gerutunya pelan.
"Siapa suruh kau melamun sepagi ini? Apa yang kau bayangkan hmm?"
Sooji tersipu ketika tau apa yang dimaksud oleh ayahnya, ia memukul lengan ayahnya lalu menutup wajah meronanya.
"Aku tidak melamunkan apa-apa, Ayah."
Tuan Bae terkekeh melihat tingkah putrinya seperti seorang gadis remaja yang baru saja ketahuan berciuman dengan pacarnya, memikirkan itu ia tertawa lalu mengusap kepala putrinya dengan sayang.
"Putriku sudah dewasa. Sekarang sudah jadi istri, kebiasaan jeleknya dikurangi dan harus menurut sama suami," pesannya dengan suara rendah, entah mengapa ia tiba-tiba merasa melankolis saat membicarakan pernikahan putrinya, seolah masih belum percaya jika tanggung jawabnya atas Sooji sudah beralih ke orang lain. Disisi lain Sooji menatap Ayahnya terharu, terlalu banyak rasa bersalah yang ia tanggung membuatnya tanpa sadar meneteskan airmata.
"Terima kasih, kau adalah ayah terbaik." Gumamnya lalu berdiri dari kursi meja makan untuk memeluk Ayahnya demi menyamarkan airmata yang sempat terjatuh, Tuan Bae membalas pelukannya.
"Wah ada apa ini? Pelukan di pagi hari dan Ibu tidak mendapatkannya?"
Woohee muncul dari dapur dengan membawa dua gelas kopi untuk suami dan menantunya, kedua ayah dan anak itu seketika melepaskan pelukan mereka lalu menatapnya, Sooji tersenyum cerah diikuti dengan kekehan Tuan Bae.
*
"Kapan kau masuk kantor sayang?" Sooji mendekati Sehun yang sedang duduk santai di sofa, menyaksikan tayangan seputar berita bisnis dalam maupun luar negri. Sehun langsung memeluk pundaknya ketika ia duduk disamping pria itu.
"Dua hari lagi. Apa kau sudah akan kembali ke rumah sakit?" Jawab Sehun tanpa mengalihkan perhatiannya dari tv.
"Hmm, tidak. Aku hanya berpikir apa kita tidak berbulan madu?" Sooji merapatkan tubuhnya didada Sehun lalu mengusap kancing baju pria itu, ia terlihat malu saat mengutarakan hal itu.
Sehun mengernyit lalu menunduk menatap wajah Sooji, ia tersenyum ketika melihat rona merah di wajah istrinya, "ingin berbulan madu di mana sayang?"
"Memangnya kau bisa? Bukankah pekerjaanmu sangat banyak?" Sooji bertanya berusaha untuk terlihat seperti istri yang pengertian, namun Sehun melihatnya tidak begitu melainkan ia terlihat seperti istri yang sedang merajuk.
"Tentu aku bisa mengatur jadwalku jika kau memintanya. Sebelum menikah kita tidak membicarakan hal ini karena kupikir kau tidak mengiginkannya."
"Tidak. Aku menginginkannya!" Sela Sooji, ia mendongak menatap Sehun yang sudah terkekeh geli, "mana ada wanita yang tidak ingin berbulan madu setelah mereka menikah," tukasnya lagi dengan bibir mengerucut, Sehun melihat itu semua dan tanpa aba-aba ia menunduk untuk mengecup bibir manis istrinya. Sooji terlihat terkejut dengan tindakan itu.
"Kau-"
"Apa? Masih malu-malu dengan ciumanku?" Sehun bertanya skeptis namun wajahnya menunjukan jika pria itu sedang tertawa, ia mengusap wajah Sooji ketika tidak ada jawaban dari wanita itu lalu kembali menunduk dan memberi ciuman di bibirnya lagi.
Sooji terlena, ia menaikkan tangannya untuk dilingkarkan ke leher Sehun dan bibirnya secara otomatis terbuka untuk menyambut pria itu. Semakin lama ciuman mereka semakin intens hingga tiba-tiba Sehun menarik diri, menyisahkan mereka yang terengah-engah karena ciuman tersebut.
"Ke--kenapa?" Tanya Sooji linglung, ia bisa melihat kabut dimata Sehun sebelum hilang digantikan dengan binar frustasi.
"Kapan kau selesai menstruasi?" Tanya Sehun balik, Sooji terkesiap lalu ia merasakan wajahnya memerah. Pria itu sedang menahan diri karena setaunya ia sedang tidak bisa melakukan hal itu, namun kenyatannya bahwa ia dengan bersih.
"Se-sekitar satu minggu?"
Sehun mengernyit tak suka, kemudian pria itu mengusap wajahnya resah, "dan aku harus menahan diri selama itu? Bunuh saja aku sayang!" Ternyata apa yang dikatakan Sehun semalam bahwa dia bisa menunggu tidak bertahan lama, karena nyatanya siang ini pria itu sudah gelisah.
Sooji tersenyum geli ketika melihat wajah frustasi Sehun, ia mendekat untuk duduk diatas pangkuan pria itu dan memeluk lehernya. Geraman kecil terdengar dari bibir tipis suaminya namun ia dengan acuh mengabaikan hal itu.
"Kau terlihat menggemaskan suamiku," gumamnya dengan kerlingan menggoda, Sehun mendengkus saat kedua tangannya memeluk pinggang Sooji.
"Tunggu seminggu lagi dan kau akan mendapatkan balasan karena telah menggodaku Nyonya."
Sooji terkekeh lalu kemudian mencium pipi Sehun, "aku akan menunggu." Ia mengedipkan mata jail sebelum mundur dan menjauhi Sehun yang hendak menciumnya kembali, pria itu menggeram namun tidak mengejarnya yang sudah berjalan menjauh karena pria itu sadar bahwa mengejar Sooji sama saja dengan menyiksa dirinya sendiri karena tidak dapat menyalurkan hasratnya pada istri cantiknya itu.
"Dan jangan lupakan rencana bulan madu kita suamiku."
Sehun menghela nafas sesaat kemudian dua tersenyum cerah. Bulan madu terdengar sangat menjanjikan dan berpikir jika ia dan Sooji akan memiliki sangat banyak waktu untuk dihabiskan berdua saja membuatnya bersemangat.
"Jiwon pasti tau destinasi bulan madu terbaik," gumamnya pelan lalu meraih ponselnya untuk menghubungi sahabat yang selalu bisa diandalkannya.
***
Myungsoo melangkah ringan menyusuri koridor yang saat ini sedang ramai, ia tidak pernah berpikir jika pada jam makan siang rumah sakit akan terlihat lebih ramai dari apa yang dibayangkannya. Setaunya ini adalah waktu-waktu untuk para pasien serta pegawai disini istirahat tapi yang dilihatnya sekarang adalah beberapa perawat hilir mudik dengan papan cacatan dalam dekapan mereka, beberapa dokter yang terlihat serius membaca kertas-kerta putih dan pasien yang terlihat terlalu bersemangat untuk sekedar bersenda gurau dengan sesama pasien lainnya.
Pemandangan yang cukup tidak biasa namun ia mengabaikan itu ketika matanya menangkap plang yang menunjukkan bahwa ia akan memasuki kawasan khusus anak-anak.
Senyumnya makin lebar ketika melihat suasana disana ternyata lebih sepi dari koridor sebelumnya, ia berdecak puas atas keputusannya memilih jam yang tepat.
"Hm, permisi?" Myungsoo langsung mencegat seorang perawat yang baru saja keluar dari salah satu bangsal, gadis itu mengernyit menatapnya namun kemudian mengulas senyum.
"Ada yang bisa saya bantu pak?" Tanyanya sopan, Myungsoo mengangguk lalu mengedarkan pandangan ke beberapa titik.
"Apa kau bisa menunjukkan ruangan dokter Bae padaku?"
"Dokter Bae?" Perawat itu bertanya sebelum berpikir dan ia mengangguk, "mari ikut saya."
Myungsoo tersenyum puas, mengikuti sang perawat yang berjalan menuju tangga, "ruangan para dokter ada dilantai 3 gedung ini dan lift kami sedang rusak jadi kita harus menggunakan tangga." Jelas perawat itu tanpa ditanya.
"Tidak masalah." Jawab Myungsoo sekenanya, ia tidak akan lelah hanya dengan mengayuh kaki untuk naik ke lantai tiga. Ia cukup punya stamina jadi itu tidak jadi masalah untuknya.
Ketika mereka sampai ke lantai 3, koridor itu terasa lebih sunyi dan langkah Myungsoo terus mengikuti perawat yang mengantarkannya ke sebuah pintu diujung koridor yang berlabel 'Bae Sooji - Dokter Spesialis Bedah Anak'. Myungsoo tidak bisa menahan wajah antusiasnya ketika perawat itu meninggalkannya disana, ia menarik nafas sebelum mengetuk pintu-well ia masih perlu untuk berlaku sopan dengan mengetuk pintu kan?
"Aku sedang tidak ingin makan Joori."
Myungsoo tersenyum, menatap wanita itu disebrang ruangan tengah sibuk dengan beberapa hal diatas meja, jas putihnya terlihat menggantung pasrah disalah satu gantungan khusus yang berada tak jauh dari meja sehingga menyisahkan kemeja berwarna pink mudah dan itu membuat Myungsoo menatapnya penuh minat.
"Joori aku--"
Myungsoo tersenyum lebar, "akhirnya kau mau mengalihkan pandanganmu," tegurnya membuat Sooji yang duduk ditempatnya menegang kaku. Kedua mata bulatnya mengerjap tidak percaya lalu dengan defensif wanita itu langsung berdiri.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanyanya murka, bukannya takut Myungsoo malah terkekeh, tanpa diizinkan pria itu melangkah masuk lebih dalam setelah sebelumnya ia menutup pintu ruangan itu. Ditempatnya Sooji semakin waspada, ia melirik ke arah telepon di atas meja dan berpikir berapa banyak waktu yang ia butuhkan untuk menelpon pihak keamanan?
"Percayalah kau tidak membutuhkan pihak keamanan untuk mengusirku," Myungsoo menatap geli, sementara Sooji sudah melotot.
Darimana dia tau pemikiranku?
"Well, aku tidak tau jika dokter di rumah sakit ini kurang ramah," cetus Myungsoo lagi, benar-benar menikmati pemandangan dihadapannya, dimana Sooji berdiri kaku dan menatap waspada sekaligus marah kepadanya, "apa kau tidak berniat mempersilahkan aku duduk?"
"Kau bukan tamu ataupun pasienku," desis Sooji geram, "keluar dari ruanganku!"
Myungsoo tertawa, "oh tidak semudah itu sayang," tanpa menunggu ia akhirnya duduk di depan meja Sooji, masih memandang geli wanita yang belum juga mengendurkan sikap kakunya.
"Duduklah dulu, kita perlu berbicara mengenai beberapa hal."
"Tidak ada yang perlu kubicarakan. Keluar!" Bentak Sooji membuat Myungsoo menggeleng samar, "keluar dari sini Kim Myungsoo."
"Tidak akan. Sudah cukup satu minggu untukmu, sekarang giliranku."
Sooji menahan nafas. Ia salah menduga ketika berpikir Myungsoo sudah tidak akan mengganggunya lagi karena seminggu terakhir semenjak pernikahannya, pria itu sama sekali tidak menunjukkan gelagat untuk mencari masalah dengannya. Tapi semua praduganya hancur begitu saja ketika pria itu berada diambang pintu ruangannya beberapa menit yang lalu dan saat ini pria itu sudah menatapnya penuh tuntutan.
Hei! Siapa yang seharusnya menuntut siapa disini?
Sooji menggeram, ia menarik nafas perlahan lalu menghembuskannya. Sejenak memejamkan mata lalu membukanya, ia menatap Myungsoo datar setelah lebih tenang.
"Apa maksudmu?" Tanyanya kemudian, ia sebenarnya sangat bingung dengan perilaku Myungsoo. Suatu hari dia terlihat begitu terobsesi namun dihari lain pria itu malah bersikap acuh dan hari ini, Myungsoo kembali menjadi pribadi yang misterius sehingga Sooji sulit untuk menebak apa yang sebenarnya telah direncanakan dalam otak pria itu.
"Bagaimana dengan makan siang?" Sooji mengepalkan kedua tangannya. Hah! Tentu saja pria itu tidak akan menjawab pertanyaannya. Ia mendengkus kesal.
"Aku sibuk dan tidak ingin makan siang denganmu."
"Oh sayang, itu melukai harga diriku," gumam Myungsoo dengan alis berkerut, Sooji memicingman matanya lalu menggeleng.
"Pergi Myungsoo. Aku benar-benar muak melihat wajahmu."
Myungsoo menatap Sooji dan menemukan binar kebencian dari mata wanita itu, ia tersenyum kecil sebelum akhirnya berdiri dari tempatnya, ia menepuk pahanya beberapa kali sebelum kembali menatap Sooji.
"Aku hanya datang untuk melihat keadaanmu," ucapnya dengan suara rendah, Sooji masih memberinya tatapan permusuhan, "dan melihat sikapmu sekarang, kupikir kau masih baik-baik saja."
"Apa maksudmu?" Sooji kembali bertanya, mengapa pria itu mengatakan seolah-olah ia tidak akan baik-baik saja dalam waktu dekat. Bukannya menjawab Myungsoo malah melangkah lebar untuk mendekatinya lalun dengan gerakan secepat kilat tanpa sempat Sooji menghindar, pria itu mendaratkan sebuah ciuman yang basah dan dalam diatas bibirnya.
"Aku merindukanmu." Bisik Myungsoo sebelum berbalik dan meninggalkan Sooji yang berdiri mematung ditempatnya dengan amarah yang luar biasa.
"Berani-beraninya kau menciumku!"
Sooji murka, ia meraih apa saja yang ada didekatnya kemudian melempar ke arah pintu, dimana pria itu menghilang tadi.
CONTINUED.
Hai~ lama ya? Wkwk maapin.
Aku mau curhat boleh ya?
Sekarang tuh aku udah gk ada motivasi lagi untuk nulis, entahlah aku juga kurang ngerti motivasi yang seperti apa yang kubutuhkan 😩 komentar kalian sudah lebih dari cukup untuk aku tapi entah mengapa aku malah semakin sulit untuk mengeksekusi ide-ideku yang tumpah ruah. Menurut kalian motivasi yang secara real dan gk sekedar omong doang itu apa sih? Komentar kah? Voting kah? Atau apa?
Karena sejujurnya kalau aku liat sekarang jumlah voting yang cerita-ceritaku dapatkan semakin hari semakin berkurang. Aku bukannya permasalahkan kuantitas disini, tapi aku lebih fokus pada kenyataan yang mengatakan bahwa semakin lama ceritaku semakin berkurang peminatnya. Mungkin itu juga salah satu alasan kenapa aku menjadi tidak mampu untuk kembali seperti yang dulu.
Dan mengenai mengapa ceritaku menjadi sepi peminat--aku kembali berpikir, apa kualitas tulisanku memburuk sampai-sampai banyak yang sudah tidak tertarik atau memang selera mereka semakin tinggi sehingga meninggalkan tulisanku? Atau storyline yang aku punya kurang menarik?
Apa yang kalian senangi? Cerita cinta cowo sempurna yang kaya sama cewe miskin? Badboy sama nerd girl? CEO dan sekertarisnya? Sahabatan jadi cinta? Atau yang sering kalian temukan di list cerita terlaris wattpad? Kalau jawaban kalian sama dgn pilihan diatas maka aku angkat tangan karena sejujurnya genre-genre itu sudah bukan seleraku lagi. Dan karena aku lebih memilih menantang diri dengan storyline yang out of the box (ini pengakuan salah satu pembaca mengenai storylineku) daripada harus bergelimangan viewers atau votes dengan alur crita yang itu-itu saja tanpa membuatku bisa berkembang.
Well, tanpa sadar aku sudah menjawab pertanyaanku sendiri di paragraf kedua 😶 dan mungkin hanya segelintir orang yang memiliki selera bacaan yang bermutu dan itu adalah kalian-kalian yang masih betah nongkrong disini 👍 aku bukannya mau sombong tapi aku bangga dengan tulisanku, seburuk apapun karena aku tau itu adalah murni hasil dari imajinasiku aku merasa patut untuk memujinya sesekali di hadapan kalian 😊😊😊
Dan yah, curhatanku kepanjangan. Jadi aku akan berhenti disini sebelum ada yang nyirnyir bilang notes aku lebih panjang dari isi cerita 😂
Bye~ thankyouu~ 😗😗😗😗😗
[01/07/17]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top