ED 05 | Another Mistake
Sooji terbangun dengan kepala yang sakit luar biasa, kedua matanya mencoba untuk menyesuaikan cahaya dalam ruangan yang tiba-tiba saja terasa begitu menyilaukan. Ia menghitung sampai tiga didalam hati dengan mata terpejam sebelum kembali membuka mata dan langsung menatap langit-langit kamar yang terasa asing baginya.
Ingatannya berpendar untuk mencari tau apa yang telah terjadi hingga ketika ia merasa sebuah pergerakan kecil disampingnya, ia menoleh dengan wajah histeris.
"Brengsek!"
Seketika kejadian yang terjadi semalam langsung menyerbu ingatannya, dimana pria itu datang dengan alibi ingin mengembalikan gelang miliknya, kemudian menerima minuman yang diberikan olehnya hingga kepalanya pusing dan--
"Sial, sial!"
Mata Sooji bergerak mengelilingi seluruh ruangan lalu kembali pada sosok yang terlelap disampingnya, setelahnya ia menatap tubuhnya sendiri yang polos dibalik selimut. Tangisannya langsung pecah ketika menyadari jika semalam mereka kembali melakukannya.
"Dasar pria brengsek," Sooji mengumpat lirih, ia bangkit lalu berlari menuju kamar mandi. Didalam sana ia terduduk dibawah kucuran air shower dan menangis tersedu-sedu.
"Bajingan! Brengsek!"
Sooji sangat membenci Myungsoo, ia tidak mengerti apa yang diinginkan oleh pria itu tapi melihat bagaimana pria itu menjebaknya semalam ia menjadi takut jika Myungsoo akan kembali mengganggu untuk malam-malam berikutnya.
"Demi tuhan aku akan menikah besok." Ia menggosok tubuhnya dengan raut menjijikan, bersyukur karena apa yang terjadi semalam tidak diingatnya. Ia hanya mengingat sampai Myungsoo membawanya ke kamar, selebihnya ingatannya kosong.
Ia tidak ingin menghabiskan waktunya dengan memikirkan malam bersama pria itu, semuanya terasa menjijikan ketika ia kembali mengingat bahwa tubuhnya telah disentuh oleh pria lain selain calon suaminya.
"Sehun, maafkan aku..maaf."
Tigapuluh menit kemudian Sooji keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih segar tapi kedua matanya yang sembab tidak bisa disembunyikan. Ia langsung menatap Myungsoo yang masih tidur lalu mengambil pakaiannya, kali ini bajunya tersimpan rapi di atas sofa jadi ia tidak perlu repot mencari lagi.
Selama mengenakan pakaiannya Sooji dirundung kegundahan, apa yang harus ia lakukan setelah ini? Mengakui kesalahannya pada Sehun atau tetap melanjutkan rahasia ini sampai mereka menikah dan hidup bahagia.
Bahagia?
Sooji tidak yakin jika ia akan bahagia ketika Myungsoo masih berkeliaran disekitarnya. Ia yakin jika pria itu masih akan mengusiknya dan membuat hidupnya berantakan.
"Apa salahku padamu brengsek?" Sooji berdiri diujung ranjang dan menatap Myungsoo penuh kebencian, ia mengepalkan kedua tangannya ketika melihat wajah pria itu sangat damai dalam tidur seolah sebelumnya tidak pernah melakukan satu dosa pun.
Dengan perasaan berkecamuk Sooji melangkah mundur dan berjanji dalam hati bahwa sedetik setelah ia melangkah keluar dari dalam kamar ini, ia akan sangat membenci Myungsoo dan bersumpah tidak akan berhubungan dengan pria itu lagi.
*
Jiwon menyipitkan mata ketika melihat Sooji menuruni tangga dengan wajah tegang, ia sedang menikmati sarapannya saat ini.
"Kau sudah bangun?"
Sooji terlonjak saat mendengar sahutan itu, matanya menangkap sosok Jiwon yang sedang duduk di meja makan dengan setumpuk pancake dihadapannya.
"Jiwon?"
"Ck, kau sungguh tega. Membiarkanku mengusir teman-temanmu dan kau enak-enakan tidur semalam," omel Jiwon, Sooji mengigit bibirnya lalu mendekati wanita itu. Ia melupakan keberadaan Jiwon. Tidak mungkin wanita itu mengetahui apa yang terjadi semalam kan?
"Maaf." Hanya itu yang bisa ia gumamkan.
"Tidak masalah, aku tau kau lelah. Semalam saat menyadari kau tidak ada aku mencari kekamarmu-" tubuh Sooji menegang kaku mendengar itu, Jiwon kekamarnya itu berarti dia melihat apa yang terjadi-
"Tapi kamarmu terkunci, kupikir kau kelelahan jadi aku membiarkanmu tidur dan kembali kebawah untuk mengusir mereka semua." Jiwon tetap melanjutkan kalimatnya tanpa menyadari wajah Sooji yang pias.
"Ya, a-aku sangat lelah semalam. Terima kasih Jiwon," ujar Sooji pelan, ia merasa sedikit lega. Setidaknya hal ini masih bisa ia rahasiakan dari siapapun.
"Sama-sama," Jiwon menjawab santai, "Myungsoo juga kurang ajar! Dia pulang tanpa pamitan, ckck."
Mata Sooji membeliak kaget, ia mengalihkan pandangan kemana saja asal bukan ke arah Jiwon, ia sedang tidak ingin membahas pria itu saat ini, "uhm, aku lapar. Bisakah aku mendapatkan pancake?"
Jiwon tersadar jika hanya dirinya yang sarapan disini lalu memanggil pengurus Villa untuk menyiapkan sarapan Sooji.
"Setelah dari sini kau harus banyak istirahat. Besok pernikahanmu, Sehun jelas tidak ingin melihat pengantinnya berwajah kusut."
Pesan Jiwon setelah mereka menyelesaikan sarapan, Sooji tersenyum dan dengan terburu-buru bangkit untuk meraih Jiwon bersamanya.
"Aku mengerti. Jadi kita bisa pulang sekarang kan?" Tanyanya, ia takut jika Myungsoo sudah bangun dan bertemu Jiwon. Pria itu pasti akan memberitahu apa yang terjadi semalam dan pernikahannya bisa-bisa terancam.
"Ya ya. Baiklah kita pulang." Jiwon menggerutu, tidak mengerti mengapa Sooji terlihat sangat tergesa-gesa tapi ia tetap memenuhi permintaan wanita itu.
Sooji menatap Villa milik orangtuanya dari balik spion mobil Jiwon, ia mendesah panjang dan berharap jika pria itu tidak akan muncul lagi dikehidupannya.
***
"Taehyung, apa mereka sudah tiba?"
Taehyung tidak bisa menahan dirinya untuk tidak melongo ketika melihat Myungsoo baru saja melewatinya sembari melemparkan pertanyaan itu, wajah shocknya berhasil membuat Myungsoo berhenti dan menatapnya aneh.
"Kau kenapa? Seperti habis melihat hantu saja." Myungsoo menegurnya membuat Taehyung mengerjapkan matanya.
"Oh tentu! Sekarang aku sedang melihat hantu," serunya secara tiba-tiba membuat Myungsoo tertawa, "astaga! Siapa sebenarnya kau?" Taehyung melotot melihat tawa Myungsoo yang berderai.
"Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi denganmu."
"Kau tidak mengerti? Tentu! aku saja tidak mengerti. Apa kau sadar jika pemotretan akan dilaksanakan sau jam lagi? Dan lihat, kau sudah ada disini jauh sebelum waktunya!"
Myungsoo mendengkus, "kau ini aneh. Aku terlambat kau marahi, giliran aku datang lebih awal kau omeli. Jadi aku harus bagaimana?"
Taehyung memutar bola matanya. Ia semakin tidak mengerti mengapa Myungsoo bisa berubah secepat ini. Biasanya pria itu selalu serius dalam segala hal tapi hari ini, ia malah datang dan menertawainya. Sungguh aneh.
"Kau yang aneh Hyung!"
"Sudahlah, bukankah lebih bagus jika aku datang cepat?" Myungsoo mengibaskan kedua tangannya lalu meninggalkan Taehyung yang masih keheranan di lobi studio.
"Ck, ada-ada saja anak itu." Myungsoo bergumam pelan, ia kemudian memasuki ruangannya. Hari ini ia hanya punya satu model yang perlu ia foto untuk keperluan salah satu majalah fashion ternama ibukota.
Myungsoo duduk dikursinya lalu mengambil map yang berisi data mengenai model yang akan ia potret, seperti kebiasaannya sebelum melakukan pekerjaan, ia akan mempelajari beberapa data mengenai kliennya. Itu ia lakukan hanya untuk tau siapa yang akan dia foto.
"Yoon Sohee?" Myungsoo mengernyit saat membuka data mengenai model hari ini, "namanya mirip dengan mantan kekasihku," gumamnya pelan kemudian ia tertawa terlebih ketika ia melihat foto di profil wanita itu. Myungsoo berseru terkejut sekaligus senang karena perkiraannya ternyata benar.
"Astaga! Dia memang mantanku!"
*
"Hai!"
Wanita itu mengernyit tidak senang dengan sapaan sok akrab itu kemudian ia menoleh dan menatap pria yang sedang tersenyum ke arahnya.
"Maaf?" Gumamnya datar, ia sama sekali tidak menyukai orang-orang yang bertindak seolah-olah telah mengenal dekat dirinya. Itu mengganggu.
"Astaga, wajahmu tidak berubah ya?"
Wanita itu mengangkat alis tidak mengerti, ia masih melemparkan tatapan tidak senang pada pria itu, "aku tidak mengenalmu jadi jangan menegurku sok akrab begitu."
Pria itu terkesiap sejenak kemudian tertawa, "yeah, Yoon Sohee dan kesombongannya. Tidak pernah berubah hmm." Kedua alisnya naik-turun seraya memberikan kerlingan menggoda pada wanita itu. Ia berdecak ketika wajah wanita dihadapannya masih terlihat datar.
"Oh ayolah, apa kau melupakanku? Kim Myungsoo?"
Sohee mengernyit, nama itu tidak asing untuknya hingga ketika melihat senyum tipis pria itu, ia terperanjat, "astaga! Myungsoo? Kau Myungsoo?" Wajahnya langsung berubah histeris ketika menyadarinya, pria itu mengangguk yakin.
"Oh astaga, berapa lama kita tidak bertemu? Dan apa yang kau lakukan disini?"
"Woah slow down. Sepertinya tadi kau terlihat ingin memakanku," sindir Myungsoo membuat Sohee tersenyum malu, "sepertinya sangat lama sehingga membuatmu melupakan wajahku."
Sohee terkekeh, "siapa suruh kau jadi setampan ini. Seingatku kau sangat jelek saat sekolah dulu," kelakarnya membuat Myungsoo ikut tertawa.
"Tapi dulu kau menyukai pria yang kau katai jelek ini."
"Ya begitulah. Kesalahan masa remaja." Sohee memutar bola matanya, "jadi apa yang kau lakukan disini?" Tanyanya lalu menatap sekitar Myungsoo.
"Aku yang akan memotretmu," jawab Myungsoo dengan terselip nada bangga membuat mata Sohee melotot tidak percaya.
"Kau menjadi fotografer? Serius?"
"Tentu. Kau tidak percaya? Mari kita buktikan."
Myungsoo menepuk tangannya sekali lalu mendorong Sohee untuk segera masuk ke wardrobe dan mengganti pakaiannya. Ia sudah tidak sabar untuk memperlihatkan keahliannya dibelakang lensa kepada wanita itu.
"Kau selalu mengejek hobiku dulu. Sekarang lihat aku sudah menjadi fotografer profesional."
Sohee tertawa, "aku percaya, aku percaya," ucapnya sebelum menutup pintu wardrobe, meninggalkan Myungsoo yang hanya berdecak pelan.
***
Sooji menarik nafas dalam, ia memandang pantulan dirinya melalui cermin. Wajahnya sudah terlihat memukau dengan bantuan make-up serta tatanan rambutnya yang dibuat serapi mungkin sehingga tidak ada satu helaipun yang terlihat mengganggu keindahan wajahnya. Sooji menepuk gaunnya sekali lalu menarik nafas panjang untuk kesekian kalinya.
Ia langsung menoleh saat pintu ruangan itu terbuka.
"Apa kabar pengantin kita hari ini?"
Sooji tersenyum kecil ketika Jiwon mendekat dengan raut antusias diwajahnya. Wanita itu terlihat cantik dengan gaun pas badan berwarna putih gading dengan hiasan renda yang mengelilingi dada hingga punggungnya, mutiara-mutiara kecil yang tersusun rapi dilingkar lehernya membuat penampilan Jiwon semakin memukau. Wanita itu adalah bridemaid tercantik yang pernah Sooji temui.
"Aku baik." Jawabnya dengan suara pelan namun tidak dapat menyembunyikan getaran disana, Sooji tanpa sadar meremas kedua jemarinya.
"Hei, jangan gugup. Semua akan berjalan lancar. Oke?" Jiwon berdiri disampingnya lalu meremas pundaknya dengan lembut, memberi tatapan yang menenangkan untuknya namun mereka berdua tau jika tindakan itu tidak cukup untuk membuat kegugupan Sooji sirna.
Sejak semalam hingga pagi ini ia sudah dihatui oleh kegundahan akan kelancaran pernikahannya. Semua orang mengatakan bahwa ia hanya terkena sindrom pra-nikah, jadi tidak perlu mencemaskan apapun karena apa yang ditakutkannya sama sekali tidak berdasar. Namun yang tidak diketahui oleh mereka semua adalah Sooji bukan hanya merasa cemas akibat sindrom pra-nikah--seperti yang mereka katakan, tapi kegusarannya didominasi oleh rasa ketakutan akan terbongkarnya rahasia yang ia miliki. Takut akan kehadiran Myungsoo yang mungkin saja akan menghancurkan pernikahannya, dan itu bukan hanya sekedar kecemasan tak berdasar.
"Sooji, relax. Sehun sudah menantimu di altar, jadi hilangkan semua keraguanmu dan bersiaplah untuk meraih kebahagiaanmu."
Jiwon menunduk lalu memeluknya dengan erat, mengalirkan rasa hangat yang membuat tubuh Sooji perlahan lebih santai. Tapi tetap saja ketakutan itu masih bersarang di dalam hatinya.
"Terima kasih Jiwon. Kau selalu ada disaat aku membutuhkan seorang teman."
Jiwon tersenyum, "bukankah kita memang adalah teman? Atau kau saja yang selama ini tidak menganggapku," tukasnya dengan memasang wajah cemberut, dan untuk pertama kalinya setelah tiga hari Sooji dapat tertawa tanpa paksaan. Ia menarik kedua tangan Jiwon dan menggenggamnya erat.
"Kau adalah sahabat terbaikku. Jangan ragukan itu," ucapnya dengan sangat yakin sehingga semburat kebahagiaan terpancar dari wajah Jiwon. Mereka berdua kemudian bergeming dalam keheningan yang menegangkan.
Menanti ayahnya untuk menjemput adalah sesuatu yang sangat mendebarkan, saat ini pikiran Sooji sudah menerka-nerka kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi dan ia terus meyakinkan dirinya agar siap menerima semua itu. Ia bukannya pesimis, tapi selalu ada kemungkinan terburuk dalam segala hal yang kita perbuat dan saat ini Sooji hanya mencoba untuk berpikir realistis.
Namun jika memang apa yang ditakutkannya selama ini tidak terjadi dan pernikahannya tetap berjalan lancar, maka ia patut bersyukur atas kebahagiaan yang diterimanya. Mengingat dalam beberapa menit lagi ia akan resmi menjadi pasangan hidup dari pria yang dicintainya dihadapan Tuhan, ia merasa jantungnya kembali berpacu dengan cepat.
Rasa gugup dan ketidaksabaran akan penyatuan hati mereka membuatnya menunggu dalam perasaan antusiasme yang berlebihan. Sooji bahkan merasakan kedua tangannya basah oleh keringat akibat kegugupannya yang terlampau besar.
Dan ketika suara derit pintu melenyapkan kesunyian dalam ruangan itu, Sooji dapat merasakan kinerja jantungnya tidak lebih baik dari sebelumnya. Ia menarik kedua sudut bibirnya saat melihat ayahnya dengan gagah masuk untuk menjemput dirinya.
Jiwonlah yang pertama kali berdiri lalu menggiring Sooji agar mendekati ayahnya. Mereka bertiga saling melempar senyum pengertian.
"Putriku yang cantik, apa kau sudah siap?" Tanya Yongjun pada putrinya dengan tangan terulur kedepan menanti jemari lentik itu untuk meraihnya. Sooji tersenyum lebar, tanpa menunggu waktu ia menggenggam tangan ayahnya yang terbuka dihadapannya.
"Aku siap."
Yongjun dapat merasakan kegugupan putrinya, mulai dari nada suaranya yang ringkih, tangannya yang berkeringat dan tubuhnya yang sedikit bergetar. Membuatnya tersenyum maklum lalu menarik Sooji untuk masuk ke dalam dekapannya.
"Sstt it's gonna be alright, darling."
Sekujur tubuh Sooji bergetar mendengar bisikan ayahnya, ia sangat ingin menangis tapi menahannya. Alhasil dengan menggigit bibir agar air matanya tidak terjatuh, Sooji hanya mengangguk patuh. Ia percaya dengan ayahnya. Semuanya akan baik-baik saja.
Semua akan baik-baik saja.
Ia saja perlu melangkah keluar dari ruangan ini bersama ayahnya dan Jiwon yang mengiringnya, menghampiri Sehun yang telah menunggu didepan altar dan semuanya akan berakhir bahagia.
Pernikahannya akan baik-baik saja.
Ya, semuanya akan baik-baik saja bukan?
***
Myungsoo tersenyum kecil. Sesuai janji, ia yang akan menjadi fotografer dalam pernikahan ini. Ia melirik sang pria yang sedang berdiri tegak di atas altar untuk menanti pengantinnya, wajah bahagianya tidak dapat disembunyikan dan itu membuat Myungsoo meringis dalam kepedihan atas pria itu.
Ia menjadi tidak sabar untuk kedatangan pengantin wanita dalam gereja ini, menyaksikan wanitanya berjalan menuju altar dan ia menanti disudut yang mungkin tidak disadari oleh orang-orang tapi jelas akan terlihat oleh wanita itu dan dia akan mendapatkan apa yang ia inginkan.
Sampai ketika nyanyian gereja terdengar, Myungsoo menegakkan badan dan siap membidikkan kameranya ke arah pintu masuk. Ia menunggu dengan perasaan yang berdebar, hingga ketika sosok itu masuk jemarinya dengan lincah menekan tombol bidikan di atas kamera sehingga ia berhasil menangkap beberapa foto yang mengagumkan.
Merasa cukup dengan apa yang ia dapatkan, Myungsoo menurunkan kameranya lalu menatap sosok itu secara langsung. Pupilnya membesar saat menangkap wajah cantik itu, berjalan dengan ketegangan yang tidak kentara--namun beruntungnya ia bisa membacanya. Ia tersenyum menyadari itu. Kehadirannya masih sangat berpengaruh pada wanita itu.
Myungsoo melarikan pandangannya keseluruh tubuh wanitanya yang sama memukaunya dengan wajah bak bidadari itu, dibalut dengan gaun pengantin berwarna putih membuat kehadirannya semakin bersinar, lalu tiba-tiba saja ia merasa puas. Ia adalah lelaki pertamanya dan bersumpah jika dirinya juga yang akan menjadi lelaki terakhir untuk wanita itu.
Senyumnya semakin merekah saat langkah wanita itu semakin dekat, dan ia akan menanti dalam keheningan. Menunggu hingga waktunya tepat sampai ia dapat merebut wanitanya. Wanita yang seharusnya menjadi miliknya sejak awal.
Semuanya akan berubah sesuai dengan apa yang telah ia rencanakan sebelumnya. Sebentar lagi.
Myungsoo hanya perlu menunggu sebentar lagi untuk mendapatkan Sooji dalam pelukannya kembali.
CONTINUED.
Hai, maaf lama 😅
Aku cuma mau kasih sedikit note. Pertama masalah karakter Myungsoo, jujur disini aku tidak punya konsep mengenai karakternya, beda dengan cerita-cerita sebelumnya. Disini aku buat karakter dia itu mengikuti alur cerita yang ada, jadi kalau kalian menemukan sikap myungsoo yang berubah-ubah ato gk sama dgn karakter awal dia, itu bukan suatu keanehan ya..tapi memang disini karakternya aku bikin seperti itu, free.
Kedua, kira-kira Sohee jadi apa disini hayo? Antagonis ato protagonis?? 😈
Ketiga, pernikahannya dikit lagi, jadi ato gk??
Terakhir, ada yang ngerasa cerita ini time slipnya terlalu cepat? Atau merasa alurnya itu kurang mendetail?
Itu aja. Bye🙋
Btw gk usah nanya kapan update ya. Aku akan update ketika ceritanya sudah siap dan ketika aku mau 😌
[19/06/17]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top