ED 04 | Bachelorette Party

Sooji tidak bisa lebih malu lagi ketika ia terbangun dari pingsan di dalam kamarnya sendiri. Mengingat raut penuh percaya diri Myungsoo saat terakhir kali sebelum ia kehilangan kesadaran diri membuatnya resah terlebih wajah khawatir disertai cemas Sehun saat ini membuatnya semakin merasa gundah.

"Kamu tidak apa-apa?"

Sooji bergeming, mendengar pertanyaan itu tapi ia mengabaikan. Dipikirannya masih bertanya-tanya, bagaimana pria itu adalah Myungsoo? Bagaimana mereka bisa bertemu kembali disaat ia dengan sangat yakin bahwa pertemuan kedua tidak akan pernah terjadi setelah malam natal yang lalu. Dan kabar buruknya, ia sudah akan menikah dalam hitungan hari. Apa yang akan Sehun lakukan jika Myungsoo membeberkan apa yang telah mereka lewati malam itu?

Oh astaga! Memikirkan bahwa Sehun akan terluka karena perbuatannya dan membatalkan pernikahan mereka membuat darah diwajah Sooji nenyurut, badannya menggigil dengan panik hingga sentuhan dipundak serta wajah membuatnya menatap nyalang pria didepannya.

"Sayang, apa yang terjadi? Kau sakit?" Sehun tidak menyembunyikan kekhawatirannya, terlebih saat melihat tunangannya hanya diam dengan wajah pias. Ia takut jika anemia Sooji kambuh.

Wanita itu mengerjap, ia mengamati wajah pria yang mencemaskannya saat ini. Oh betapa dia sangat mencintai pria itu dan pikiran tentang berpisah dengannya bukanlah sesuatu yang bisa ia tanggung. Hingga tanpa sadar wajahnya telah basah, ia menangis dalam diam membuat Sehun semakin panik.

"Oh sayang, apa yang sakit? Bicaralah, beritau aku apa yang sakit. Jangan diam seperti ini," Sehun merendahkan tubuhnya mengikuti arah kepala Sooji yang sudah tertunduk dalam tangisan, bukannya diam atau berbicara Sooji malah semakin terisak.

Sehun menghela nafas gusar, ia tidak tau apa yang terjadi pada tunangannya. Selama beberapa tahun saling mengenal ini pertama kalinya ia melihat Sooji menangis tanpa alasan, kalaupun wanita itu sakit dia pasti akan mengeluh padanya, bukan hanya diam seperti saat ini. Merasa jika tangisan wanitanya tidak akan berhenti, Sehun lantas menarik bahu Sooji lalu mendekapnya dalam pelukan hangat. Tubuh Sooji semakin bergetar kala membalas pelukan pria itu.

"Sayang jangan menangis, kumohon," Sehun berbisik pelan diantara helaian rambut Sooji yang menempel diwajahnya, "kau bisa bercerita padaku apapun itu."

Sooji menggelengkan kepala menolak untuk berbicara apapun, saat ini yang ia butuhkan hanya pelukan Sehun untuk membuatnya percaya jika pria itu masih berada disisinya dan tidak akan meninggalkannya.

***

Jiwon menyeringai meneliti penampilan wanita dihadapannya, kedua tangan bersedekap sembari menganggukan kepalanya beberapa kali membuat sang wanita yang ditatap merasa risih lalu mendengkus setelah menyeruput minumannya.

"Berhenti menatapku seolah aku ini makhluk luar angkasa Kim-ssi."

Jiwon menyipitkan mata, sejurus kemudian ia mencondongkan tubuhnya kedepan agar bisa menjangkau wanita diseberangnya, "behenti memanggilku seperti itu Bae Sooji. Aku lebih tua darimu!" Omelnya sembari memberi jitakan di kepala Sooji, wanita itu kembali mendengkus dengan satu tangan mengusap kepalanya.

"Lagipula aku cukup penasaran dengan apa yang terjadi padamu setelah pemotretan kalian."

Sooji memutar bola matanya kesal, "Sehun dan curhatan kolotnya!" Desisnya membuat Jiwon mau tak mau tertawa.

"Hei jangan salahkan kekasihmu. Dia hanya punya aku yang bisa digunakan untuk berkeluh kesah atas perilaku ajaib tunangannya," Jiwon berhenti untuk tertawa lalu ia melanjutkan, "lagipula Sehun terlihat sangat khawatir saat itu. Jadi apa yang terjadi sebenarnya?"

Sooji terpekur, menatap Jiwon yang sudah melipat tangannya di atas meja seraya menanti jawaban. Ia menarik nafas sejenak sebelum bertanya, "dia menyuruhmu untuk menginterogasiku ya?"

Jiwon mengangguk pasti.

"Dia yakin kau tidak akan memberitau apapun kepadanya jadi pertolonganku adalah alternatif terakhir," kemudian senyum diwajah Jiwon redup, ia menatap Sooji lama sebelum kembali bersuara, "aku tau kau memikirkan pernikahan kalian. Beberapa temanku juga terlihat stress dihari menjelang pernikahan mereka, tapi kau tau sendiri seberapa besar Sehun mencemaskanmu."

Sooji mengangguk mengerti, ia tau sedalam apa perasaan Sehun padanya dan begitupun sebaliknya. Justru karena tau perasaan itu, ia menjadi semakin gamang. Seminggu telah berlalu dan dalam minggu ini pernikahannya akan dilaksanakan, ia tidak bisa menahan diri untuk terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi nanti. Meskipun sampai hari ini Myungsoo memang tidak menunjukkan sikap apapun didepannya, tapi bukan tidak mungkin jika pria itu merencanakan sesuatu. Selama tujuh hari terakhir dia selalu dihantui oleh pemikiran buruk mengenai hari pernikahannya.

Bagaimana jika Myungsoo berada disana dan merusak pernikahanku?

Bagaimana jika Myungsoo memberitahu Sehun sesaat sebelum pemberkatan?

Bagaimana jika Myungsoo mengancamku untuk melakukan hal yang tidak-tidak kepadanya?

Dan bagaimana--

Sooji menggelengkan kepalanya, terlalu banyak kata bagaimana yang tertanam dibenaknya saat ini sehingga ia tidak bisa menemukan satupun titik terang. Ia mengusap wajahnya frustasi lalu menunduk mengabaikan kehadiran Jiwon yang mengamati semua tingkah lakunya dengan kedua alis yang terangkat.

"Kau benar-benar terlihat kacau Sooji." Tukas Jiwon membuat Sooji mau tak mau mengangkat wajahnya dan menatap wanita itu, "aku tidak tau apa sebenarnya masalahmu tapi demi Sehun, bisakah kau sedikit lebih rileks dan percaya bahwa pernikahan kalian akan berjalan lancar?"

Sooji meringis, sejak satu minggu yang lalu juga ia ingin melakukan itu. Ingin mengabaikan kehadiran Myungsoo secara tiba-tiba dengan segala kenangan dimalam natal yang berusaha untuk ia lupakan, ia juga ingin percaya bahwa pernikahan mereka akan baik-baik saja. Ia dan Sehun akan mengucap janji suci itu, mereka akan hidup bahagia setelah pemberkatan. Tapi, semua hanya tinggal harapan. Sooji nelangsa saat mengingat bahwa kapan saja bom itu bisa dijatuhkan tepat diatas kepalanya dan memikirkan jika Sehun akan membencinya membuatnya tidak bisa menolak untuk tidak frustasi karena pemikiran tersebut.

Jiwon menatap wajah Sooji yang tidak lebih baik dari sebelumnya sebelum ia berseru tertahan, "astaga kau benar-benar tidak tertolong!"

Sooji hanya tersenyum kecut. Ia tau tidak akan ada yang bisa mengembalikan kepercayaan dirinya sebelum pria yang bernama Kim Myungsoo itu musnah dari muka bumi ini dan berhenti mengusik pikirannya.

"Aku sudah memutuskan Sooji. Mau tidak mau kau harus melakukannya."

Alis Sooji bertaut mendengar kalimat itu, ia menatap Jiwon bingung, "melakukan apa?"

Jiwon berdecak.

"Kita akan mengadakan pesta lajang untukmu."

"Pesta apa?" Sooji melongo, ia melihat wajah penuh rencana Jiwon dan ketika kerlingan wanita itu tercipta ia tau bahwa tidak akan bisa menghindar lagi.

Jiwon dan segala rencananya tidak akan bisa ditolak jadi ia hanya pasrah. Mungkin benar kata Jiwon, ia hanya perlu sedikit merilekskan pikirannya dan pesta lajang sepertinya bukan hal yang buruk untuk dicoba.

"Baiklah, lakukan sesukamu." Ucapnya menyetujui, Jiwon tersenyum puas.

"Oke. Jadi kita akan mulai menentukan siapa-siapa yang akan kau undang dan dimana pesta itu diadakan."

Sesaat kemudian Sooji sudah tenggelam dengan ocehan Jiwon mengenai pesta lajang yang direncanakannya. Ia bahkan tidak memiliki pilihan untuk menolak ketika Jiwon meminta untuk memikirkan nama-nama temannya dulu semasa sekolah yang layak untuk diundang.

Dan setidaknya dengan kegiatan itu sedikit membuatnya sedikit terlupa akan masalah yang akan ia hadapi nanti.

***

Myungsoo bersiul dengan wajah cerah saat meletakkan ponselnya kembali keatas meja. Ia tidak bisa menahan senyumannya untuk tidak merekah saat dibenaknya memikirkan segala rencana yang akan ia lakukan malam ini.

Sudah seminggu berlalu ketika ia mengetahui identitas wanitanya, namun sayang karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskannya berada di luar Seoul selama beberapa hari ini membuatnya tidak bisa melakukan apapun untuk mendekati Sooji. Dan pucuk dicinta ulam pun tiba, baru saja Jiwon memberi kabar jika sepupu tercintanya itu meminta bantuannya merekam beberapa momen untuk acara malam ini.

Dan coba tebak itu acara apa?

Pesta lajang wanitaku!

Batinnya berseru keras membuat senyuman diwajahnya semakin lebar, Myungsoo tidak tau jika pekerjaannya bisa memuluskan niatnya untuk bisa mendekati Sooji. Tidak ada yang tau sebahagia apa pria itu saat ini.

"Hyung! Kau tertawa sendiri," suara Taehyung yang mendesis tiba-tiba melenyapkan hayalan Myungsoo tentang malam ini, ia menatap pria itu sejenak lalu mendengkus kasar.

"Besok aku ingin mengosongkan jadwalku."

Taehyung mengangkat alis bingung, "tidak bisa Hyung. Besok kau akan memotret Yoon Sohee, dia model yang sulit untuk diajak kompromi masalah waktu. Jadi jangan lanjutkan niatmu untuk kabur," ia mengecam membuat Myungsoo memutar bola matanya.

"Ya bagaimanapun caranya kau harus bisa memindahkan jadwalnya. Aku ada urusan besok pagi." Jelas Myungsoo lagi yang sukses membuat wajah Taehyung jadi melongo, "kenapa?" Myungsoo mengernyit melihat raut wajah managernya itu.

"Ini pertama kalinya kau mengatakannya lebih dulu. Biasanya kau akan datang sesukamu." Penjelasan Taehyung membuat Myungsoo mengangguk mengerti.

"Jadi kau harus tetap memindahkan jadwal besok."

"Tetap tidak bisa!" Taehyung masih menolak, ia tidak mau menjadi korban ocehan manager sang model karena dengan sesuka hati memindahkan jadwal.

"Oh ayolah," Myungsoo memelas, membuat Taehyung berjengkit kaget, "kalau begitu undur jadwalnya jadi sore. Oke?"

Entah hanya perasaannya atau bukan, Taehyung merasa Myungsoo sedikit berubah. Bukan hanya hari ini, tapi beberapa hari belakangan ia terlihat beda. Ya meskipun keterlambatannya yang tanpa pemberitahuan itu masih saja terjadi tapi setidaknya pria itu sudah mau berbaik hati dengan meminta maaf pada klien mereka dan mengatakan jika dia mengalami sedikit masalah. Ia tidak tau apa yang bisa merubah pria itu hanya dalam sekejap tapi setidaknya perubahan itu mendatangkan keuntungan untuknya yang tidak perlu repot lagi merasa bersalah atas tindakan Myungsoo yang semena-mena.

"Memangnya urusanmu sepenting apa?" Taehyung bertanya dan Myungsoo tersenyum penuh rencana membuat pria didepannya bergidik, "jangan bilang kau akan pergi menyebar benihmu sembarangan lagi!"

Dan sebuah tinjuan bersarang di perut Taehyung akibat kalimat kurang ajarnya.

"Berhenti mengguruiku dan kembalilah bekerja!" Tukas Myungsoo galak, Taehyung menggerutu tidak kentara sembari keluar dari ruangan Myungsoo.

"Dasar tidak tau malu!"

***

"Ya Ampun! Ini berlebihan, sungguh!"

Jiwon tertawa, melihat wajah frustasi Sooji sudah cukup untuknya. Ia tidak tau jika mengadakan pesta lajang untuk sahabatnya itu akan semenyenangkan ini. Dimulai dari konsep, tempat, dekorasi hingga makanan-makanan yang akan disajikan adalah hal yang paling Jiwon sukai.

"Ini bukan apa-apa dibandingkan pesta pernikahanmu lusa, Sooji."

Dan seakan diingatkan kembali dengan kegundahannya, Sooji menelan ludah. Ia melirik Jiwon yang masih enggan untuk menghentikan tawanya.

"Jiwon, pernikahanku-" Sooji menarik nafas membuat Jiwon menoleh padanya dengan pandangan tertarik.

"Ya pernikahanmu?"

"Hmm, apa semuanya telah siap?"

Jiwon mengernyit sesaat sebelum tertawa, "tentu saja! Semuanya sudah siap 100%. Kau hanya butuh membawa dirimu ke gereja dan voila! Kau menjadi seorang istri."

Sooji tersenyum, memaksakan senyum lebih tepatnya. Ia juga berharap akan semudah itu tapi dia tau sesuatu pasti akan terjadi. Pria itu jelas akan melakukan sesuatu terhadapnya, semua bisa terbaca hanya dengan melihat bagaimana raut wajahnya saat tau bahwa wanita yang dicarinya adalah Sooji. Namun masalahnya ia sama sekali tidak tau apa rencananya karena sampai hari ini pria itu belum menunjukkan gelagat apapun.

"Nah dia sudah datang. Sooji? Kau tidak mendengarku?"

"Hah?"

Sooji mengerjap menatap Jiwon, lalu matanya menyipit ketika wanita itu malah melangkah melewatinya. Karena bingung, ia berbalik untuk mengikuti kemana Jiwon pergi dan kemudian tubuhnya mendadak tegang.

Disana, pria yang sudah berapa hari ini membawa mimpi buruk untuknya sedang melangkah mendekat. Kedua lututnya seketika lemas sehingga membuat kedua tangannya bertopang diujung meja, ia tanpa sadar menahan nafasnya sampai ketika Jiwon dan pria itu berdiri tepat didepannya.

"Aku sudah katakan jika Myungsoo akan merekam disini bukan?"

Dan seakan dunia runtuh dibawah kakinya Soiji hanya menggeleng kaku dengan wajah pucat, namun saking antusiasnya Jiwon bahkan tidak menyadari ketegangan yang ada diri Sooji. Sementara itu Myungsoo tersenyum puas, betapa kehadirannya sungguh mempengaruhi wanitanya sudah lebih dari cukup untuknya.

"Sooji-ssi, senang bertemu denganmu lagi." Myungsoo menyapa hendak menyalami Sooji demi kesopanan namun yang dilakukan wanita itu hanya melotot menatap tangannya yang terulur, Myungsoo tersenyum, "ah sepertinya kau sangat terkejut karena kehadiranku-" ia menghentikan kalimatnya sebentar menunggu respon Jiwon yang ternyata memang menatap aneh padanya, ia melirik sepupunya itu.

"Kau ini seharusnya beritahu tuan rumah dulu kalau mengundangku. Lihat betapa terkejutnya Sooji melihatku," Myungsoo mengucapkan kalimat teguran itu dengan senyum geli, sementara Jiwon menoleh untuk menatap Sooji yang masih memelototi Myungsoo.

"Astaga Sooji. Maaf aku lupa, tapi tidak masalah bukan? Myungsoo tidak akan mengganggu, dia disini kusuruh datang untuk bekerja." Jiwon berseru melangkah mendekat pada Sooji dan mengamit lengan sahabatnya, tubuh wanita itu masih sekaku baja.

"Ayolah, kita pergi menyapa teman-temanmu biarkan Myungsoo bekerja."

Sooji bagai kerbau dicucuk hidungnya hanya mengikut kemana Jiwon membawanya, ia masih tidak dapat berkata-kata karena kehadiran Myungsoo. Ia tau akan seperti ini jadinya, tau jika Myungsoo pasti sudah merencanakan sesuatu sebelum kesini dan sebentar lagi pria itu pasti akan mengusiknya.

Tamatlah riwayatmu Bae Sooji.

*

Myungsoo tersenyum puas, acara malam ini sesuai dengan apa yang ia perkirakan. Selagi tangannya sibuk merekam atau memotret dengan kameranya, ia tidak lupa memperhatikan gerak gerik Sooji yang masih berada dalam jarak pandangnya, melihat Sooji yang tidak terlihat menikmati pestanya adalah suatu hal yang menyenangkan untuknya.

Malam ini mungkin kesempatan terakhirnya untuk mendekati Sooji sebelum wanita itu menjadi istri orang, dan tentu saja Myungsoo tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Setiap detik harus ia pergunakan sebaik mungkin.

Sampai ketika malam menjadi larut, acara itu masih berlangsung. Ia sedikit memuji Jiwon karena kecerdasannya memilih tempat yang tepat. Biasanya pesta lajang akan dilakukan di sebuah bar atau club tapi sepupunya itu memilih sebuah villa didaerah pegunungan Paju sehingga membuat mereka lebih leluasa. Myungsoo juga menikmati bagaimana makanan ataupun minuman di sini disajikan, bahkan ada sebuah bar buatan di sisi kanan halaman belakang villa yang sudah dilengkapi dengan berbagai jenis minuman serta bartender yang akan melayani mereka.

Acara ini secara keseluruhan benar-benar sempurna, dan akan lebih sempurna lagi jika ia berhasil mengajak Sooji untuk menghabiskan malam hangat bersama untuk kedua kalinya.

Senyum terbit diwajahnya ketika memikirkan rencana tersebut, hingga matanya menangkap pergerakan Sooji yang berjalan memasuki villa. Myungsoo tersenyum penuh kemenangan.

"Mereka masih betah dan sepertinya acara ini tidak akan berhenti."

Myungsoo menghentikan langkah diantara pintu pembatas dapur dan ruang tengah, disana Sooji duduk nyaman diatas sofa sembari menempelkan ponsel ditelinganya. Ia bisa menebak siapa yang ditelpon wanita itu, menilik dari cara bicaranya.

"Aku sebenarnya sudah lelah, tapi sahabatmu itu terlalu bersemangat seolah ini adalah pesta lajangnya!"

"Ya ya baiklah, teruslah membela Jiwon-"

"Aku mengerti sayang."

Myungsoo mengernyitkan kening mendengar percakapan satu sisi dari Sooji, ia merasa tidak senang ketika wanita itu memanggil pria lain dengan sebutan sayang, meskipun itu adalah calon suaminya sendiri.

Cemburu Kim Myungsoo?

Gila. Tidak mungkin, kata cemburu tidak pernah ada dalam kamusnya.

Tidak ingin larut terlalu lama karena menguping pembicaraan Sooji akhirnya Myungsoo memilih mendekat sembari berdehem guna menyadarkan wanita itu.

Sooji terkesiap ditempatnya lalu berbicara putus-putus kepada calon suaminya diseberang sebelum menutup ponselnya. Setelahnya ia berdiri, bersiap untuk pergi dari sana namun suara Myungsoo menghentikan langkahnya.

"Kurasa kita perlu untuk bicara."

Sooji mengepalkan kedua tangannya lalu melirik pria itu tajam, "aku tidak memiliki hal yang perlu untuk dibicarakan denganmu," tukasnya kasar, bukannya tersinggung Myungsoo malah tersenyum.

"Tapi aku punya. Banyak." Myungsoo berjalan mendekati sofa dan duduk disana, sementara Sooji hanya berdiri diam ditempatnya, "ayolah duduk dulu. Kita tidak mungkin berbincang sementara kau berdiri disana."

Sooji mendengkus menatap Myungsoo, tapi ia tetap duduk dan memilih tempat terjauh dari pria itu membuat Myungsoo tertawa pelan.

"Apa aku ini menyebar virus sampai kau enggan duduk disampingku ?" Kedua alisnya terangkat saat bertanya, lalu senyum nakal tercipta dibibirnya, "padahal malam itu kita sangat 'dekat'."

Sooji menggeram marah saat tau maksud Myungsoo, "apa maumu?" desisnya tertahan, Myungsoo hanya tersenyum.

"Kau duduk disampingku."

"Jangan bercanda Kim Myungsoo. Katakan apa maumu dan pergi dari hadapanku."

"Oh, kau melukai egoku sayang," Myungsoo mengusap dadanya dengan berpura-pura terluka, Sooji berdecih membuang wajahnya kearah lain. Ia muak melihat pria itu.

"Duduklah disampingku dan kita akan bicara, hanya bicara Sooji." Ekspresi geli diwajahnya surut digantikan dengan keseriusan, ia menatap Sooji yang juga sedang menatapnya sampai wanita itu menghela nafas dan berpindah untuk duduk disampingnya namun masih menyisahkan jarak diantara mereka. Menyadari sikap antipati itu, Myungsoo tersenyum simpul.

"Cepat katakan."

"Tidak perlu terburu-buru, kita masih memiliki banyak waktu malam ini," ucapnya dengan tatapan menggoda.

Sooji menahan amarahnya, sebenarnya ia bisa saja pergi dari sini dan mengabaikan pria itu. Tapi tidak mau mengambil resiko, ia sadar jika bukan sekarang maka tidak ada lagi kesempatan untuknya berbicara dengan pria itu. Setidaknya ia perlu meyakinkan diri bahwa Myungsoo tidak akan mengacaukan pernikahannya.

"Baiklah, jadi katakan apa yang kau inginkan. Aku sedang tidak membutuhkan basa-basi."

Myungsoo tersenyum simpul, "kau perlu mendinginkan kepalamu sebelum berbicara denganku," setelahnya ia bangkit dan mendekati dapur. Sooji mengernyit namun mengerti saat melihat pria itu mengeluarkan jus kemasan dari kulkas lalu menuangkannya kedalam gelas.

Dari tempatnya duduk ia bisa menatap punggung Myungsoo yang membelakanginya, ia mendesah panjang. Mengapa pria itu harus muncul didetik-detik terakhir sebelum pernikahannya?

Tidak, Sooji bukannya takut akan goyah atas kehadiran Myungsoo, karena ia sangat membenci pria itu dan rasa cintanya terhadap Sehun terlampau besar sehingga ia tidak memiliki alasan untuk melirik pria lain. Tapi ia terlalu takut akan apa yang Myungsoo lakukan terhadapnya, ia takut jika pria itu mengungkapkan rahasia mereka dihadapan Sehun, takut jika Sehun tau bahwa ia bukan seorang perawan lagi dan takut jika pernikahannya akan hancur karena dirinya.

"Kau melamun?" Suara itu membuat Sooji mengerjap, ia menyipitkan mata menatap dua gelas jus jeruk ditangan Myungsoo, "minumlah, ini akan membuatmu lebih rileks."

Sooji menatap ragu, tetapi Myungsoo hanya tertawa lalu meletakkan gelas didepannya sementara pria itu menyesap minumannya sendiri. Lirikan Myungsoo membuatnya jengah, akhirnya ia dengan pasrah meraih gelas itu lalu meminumnya hingga tersisa setengah.

"Jadi-"

"Aku ingin mengembalikan gelangmu," sela Myungsoo, pria itu meletakkan gelasnya di atas meja lalu mengeluarkan rantai kalung dari dalam bajunya, "aku selalu menjaganya dengan baik." Myungsoo menyerahkan gelang tersebut yang langsung disambar oleh Sooji.

Sooji tidak tersanjung dengan kalimat Myungsoo yang mengatakan bahwa ia menjaga gelangnya, ia lebih merasa lega karena gelang yang dipikirnya hilang ternyata masih ada dan kembali padanya.

"Terima kasih," tanpa diduga-duga ia mengucapkan itu, karena biar bagaimanapun Myungsoo sudah berbaik hati mau mengembalikan gelang berharganya.

"Lalu apa lagi?" Sooji memejamkan matanya tiba-tiba, ia merasa kepalanya agak sedikit berat dan semakin lama semakin membuatnya pening hingga ketika ia melirik Myungsoo yang masih tersenyum untuknya, ia jadi sadar yang telah terjadi.

"Brengsek!"

Myungsoo masih tersenyum mendekati Sooji dan merangkul pundak wanitanya, "ya aku juga merindukanmu sayang," bisiknya pelan membuat tubuh Sooji bergetar. Wanita itu tau ada yang salah dengan dirinya, mengapa sentuhan Myungsoo sama sekali tidak membuatnya risih. Ia malah seperti mendamba sentuhan itu, matanya menatap nyalang pria itu.

"Apa yang kau masukan diminumanku?" Tanyanya tajam, Myungsoo menggeleng pelan lalu berdesis.

"Sstt, tidak perlu marah. Ayo, aku tau apa yang kau butuhkan."

Sooji memejamkan mata, ia masih memiliki kesadaran untuk menepis lengan Myungsoo, tetapi tubuhnya berkata lain. Ketika pria itu menariknya berdiri ia merapatkan tubuhnya ke tubuh Myungsoo, kepalanya semakin sakit dan suhu tubuhnya meningkat.

"Sialan...kau Myungsoo-" Sooji mengumpat lirih dengan suara terengah, ia merasa oksigen ditubuhnya habis. Kakinya berjalan lemah mengikuti Myungsoo hingga ketika ia menyadari kemana pria itu membawanya, Sooji memberontak lemah.

"Lepaskan--aku brengsek." Serunya namun tidak berarti sama sekali, Myungsoo membawanya berdiri tengah kamar lalu menatap wajah Sooji yang sudah merah padam.

"Kau yakin ingin kulepaskan?" Tanya Myungsoo seduktif, tangannya bergerak mengusap lengan wanita itu membuat Sooji menggeliat.

"Le-pas-"

"Ya aku tidak akan melepaskanmu," Myungsoo mendekatkan wajahnya dan mendaratkan sebuah kecupan hangat di leher Sooji hingga wanita itu mengerang keras.

"Sialan kau-brengsek! Kau menjebak--"

Suara Sooji tidak terdengar lagi, ketika bibir Myungso menenggelamkan segala umpatannya. Tubuhnya bergetar dalam pelukan pria itu dan Myungsoo bersorak ketika ciumannya mendapatkan balasan yang sama.

"Oh aku merindukanmu sayang. Sangat."

Bisik Myungsoo untuk terakhir kalinya sebelum membawa Sooji menikmati malam panjang mereka yang panas dan penuh gelora.

CONTINUED.

Yang puasa tolong jangan membayangkan lebih jauh 😈😈

Aku lagi berdarah-darah jadi bebas berimajinasi 😏 whahahha

[14/06/17]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top