ED 02 | Pra-Wedding
Hai~ siapa yang nunggu cerita ini?? 🙌🙌🙌
Maaf ya aku tiba-tiba dapat serangan mood hilang jadi susah buat mengetik 😆
Enjoy reading yaa~ jangan lupa baca note aku dibawah 😁
.
.
Kegaduhan terjadi di dalam studio milik salah satu fotografer handal yang terkemuka didalam maupun luar negri. Si model yang mengomel dengan suara lengking, sang manager yang menuntut kedisiplinan dan beberapa pegawai terlihat kasak-kusuk di spot mereka, beberapa ada yang mengeluh karena suara berisik si model namun adapula yang ikut menggerutu karena sang tukang foto yang seharusnya sudah standby sejak satu jam yang lalu di studio malah belum menampakkan batang hidungnya.
"Aduh, Hyung kemana sih?" Beberapa mata langsung memandang pria yang kini berjalan mondar-mandir ditengah studio, menggerutu dengan suara keras.
"Siapa yang tau dimana Hyung-mu itu bodoh!" Si model menyahut dengan ketus membuat pria tadi menatapnya dengan wajah cemberut.
Sekilas kemudian ia menangkap sosok yang sejak tadi mereka tunggu melintas didepan studio, membuatnya dengan gerakan cepat—mengabaikan protesan si model yang tanpa sengaja ditabraknya—berlari untuk menghampiri sang fotografer.
"Hyung, kau darimana saja? Semua orang sudah kesal karena menunggumu." Omelnya langsung tepat ketika ia masuk ke dalam ruangan dimana pria yang disusulnya berada.
"Oh Taehyung, Apa semua orang sudah siap?"
Taehyung menggeram melihat wajah tidak bersalah pria itu, "asal kau tau mereka sudah siap sejak tadi dan kau belum menjawab pertanyaanku! Kau darimana?"
Pria itu memutar bola mata bersamaan dengan tangannya yang meraih kamera, ia memeriksa keadaan kameranya sembari bergumam kepada Taehyung, "yang penting sekarang aku sudah ada. Cepat siapkan semuanya, kita akan memulai pemotretannya sekarang."
Taehyung tidak bisa untuk mengeluarkan segala gerutuan protesnya kali ini karena pria itu sudah menghilang dibalik ruang penyimpanan. Ia mendesah panjang, selalu seperti ini dan ujung-ujungnya dirinya yang akan kena omel dari pihak model.
"Apa sebenarnya yang dia pikirkan? Sudah bertahun-tahun jadi fotografer tapi tetap saja selalu tidak pernah bisa membuatku bekerja dengan tenang."
"Taehyung—ssi, dia sudah datang? Sudah berapa lama kami menunggu, kalian pikir modelku tidak memiliki kesibukan lain?"
Taehyung menggerutu dalam hati, saat baru saja ingin menyampaikan untuk bersiap, sang manager sudah mencercanya, "dia sudah datang jadi suruh modelmu yang sibuk itu untuk bersiap sekarang." Tukas Taehyung lalu meninggalkan sang manager yang masih saja mengomel tentang seberapa buruknya kinerja mereka. Ia memberi instruksi untuk staff yang lain agar segera bersiap juga.
Beberapa detik setelahnya sang fotografer masuk dengan acuhnya, ia langsung berdiri ditempat seharusnya ia berada. Tanpa memberi salam ataupun kata maaf karena sudah terlambat membuat beberapa orang hanya menatapnya, namun beda lagi dengan si model yang sudah berdiri diatas set.
"Kim Myungsoo! Kau pikir kau siapa membuat model sepertiku menunggu hah? Kau tau kalau scheduleku itu sangat padat dan kau berhasil membuang waktuku! Kau darimana saja?"
Semua orang terdiam mendengar pekikan si model yang marah, Taehyung mendesah lalu menatap kasihan pada si model yang seperti tidak tau bagaimana sifat pria yang diteriakinya itu.
"Bukankah kau akan lebih membuang waktumu untuk mendengar kemana saja aku?" Myungsoo menatap si model dengan pandangan datar, "aku akan dengan senang hati menceritakannya, tapi itu memakan waktu dua atau tiga jam. Apa kau mau mendengarnya?"
Si model mencibir kepadanya, Myungsoo tersenyum tipis lalu mengatur kameranya, "daripada marah-marah tidak jelas lebih baik kita mulai sekarang. Itu akan lebih berguna untuk memanfaatkan waktu berhargamu nona."
Taehyung menarik nafas lalu mendekati sang manager, "hei katakan pada modelmu untuk diam dan lakukan pekerjaannya. Sebelum kontrak kita batal dan kau tau siapa yang akan rugi," ucap Taehyung memperingati, awalnya sang manager enggan karena ia merasa kalau fotografer mereka memang harus ditegur tapi melihat tatapan Taehyung yang serius membuatnya mendesah lalu beranjak untuk mendekati modelnya.
"Heh, harus ya di setiap pemotretan kau bikin ulah Hyung?" Gerutu Taehyung ditempatnya sembari menatap Myungsoo yang sudah memainkan kamera untuk membidik sang model.
*
"Kau darimana sih sebenarnya?" Taehyung duduk dihadapan Myungsoo, menatap pria itu menuntut.
"Aku ada urusan tadi, itu tidak penting."
"Hyung, kau baru kembali ke Seoul tiga hari yang lalu. Jadi urusan macam apa yang kau lakukan?" Tanya Taehyung tidak sabaran, ia yakin jika Myungsoo pasti berulah lagi seperti sebelum-sebelumnya, "Jangan pikir aku bisa kau bodohi ya!" Tukasnya sinis, Myungsoo tertawa melihat Taehyung.
"Aku memang baru kembali kesini tiga hari tapi bukan berarti aku tidak punya kenalan yang bisa kutemui."
Taehyung langsung melebarkan mata mendengar penuturan Myungsoo, "jadi kau menemui keluargamu?" Myungsoo mendengus pertanda bahwa bukan keluarganya yang ia temui, "lalu siapa?"
"Itu sama sekali tidak penting. Sudahlah lebih baik kau kembali bekerja, aku sedang sibuk disini."
Taehyung mencibir, "apa yang kau sibukkan, paling juga kau menjadi stalker di social media."
"Kim Taehyung—"
"Oh baiklah aku akan keluar," keluh Taehyung menyerah, saat sudah tiba dipintu ruangan ia kembali berbalik untuk menatap Myungsoo, "oh ya kau dapat kiriman dari Vatikan."
Myungsoo langsung menatapnya sesaat setelah mendengar kata Vatikan, ia menatap Taehyung antusias, "kau serius? Dimana paketnya?"
Taehyung mengernyit lalu mengedikkan dagu kearah meja kopi membuat Myungsoo mengalihkan pandangan ke amplop yang berada disana, pria itu tersenyum lalu meloncat dari kursinya untuk segera meraih amplop tersebut. Taehyung hanya menaikkan alis melihat aksi serampangan itu.
"Memangnya itu apa? Bukannya sudah lama kau meninggalkan Vatikan, Hyung?" Taehyung bertanya namun Myungsoo memilih mengabaikannya dengan membuka amplop dan mengeluarkan isinya.
"Hyung! Kau dengar tidak?" Ia menggeram ketika Myungsoo masih juga belum mau menghiraukannya, "astaga! Aku bisa gila," dan akhirnya Taehyung memilih untuk keluar dari ruangan itu membiarkan Myungsoo dengan dunianya sendiri.
Sementara Myungsoo masih sibuk memeriksa lembar-lembar foto serta kertas yang berisi beberapa nama, tapi alisnya bertaut saat tidak menemukan apa yang sebenarnya ia inginkan.
"Astaga! Bagaimana bisa aku menemukannya diantara ratusan nama-nama ini," keluhnya dengan wajah kecewa, tadi saat tau kiriman untuknya tiba ia sudah sangat berharap bisa menemukan apa yang sejak empat bulan lalu dicarinya namun hingga sekarang ia masih belum menemukan petunjuk yang benar-benar bisa membawanya kepada wanita itu.
***
"Astaga bagaimana ini?" Sooji memekik histeris saat baru saja menutup telepon dari Wedding Organizernya yang mengatakan bahwa mereka sudah harus melakukan pemotretan Pra-Wedding tapi hingga saat ini ia belum menemukan siapa yang bisa melakukannya.
"Sayang tenanglah, aku sudah mengirim pesan ke Jiwon agar mencari fotografer untuk kita," Sooji melirik tunangannya dari balik bahu lalu ia mendesah panjang, pernikahannya tidak lebih dari sebulan lagi tapi calon suaminya itu terlihat sangat santai disaat ada masalah seperti ini.
"Bagaimana aku bisa tenang? Apa kau pikir membuat janji dengan fotografer handal itu mudah—kita perlu menyesuaikan dengan jadwal mereka. Aku tidak mau ya kalau difoto dengan fotografer amatiran," keluhnya, pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu mendekat lalu duduk disampingnya.
"Sooji, tanpa melakukan pemotretan itu aku akan tetap menikahimu, jadi tidak perlu cemas. Foto-foto itu tidak akan merusak rencana kita sayang."
Sooji menggelengkan kepalanya, "kau tidak mengerti—ini sekali seumur hidup! Aku ingin pernikahanku sempurna, bagaimana bisa kita mengadakan resepsi pernikahan tanpa memajang foto-foto mesra kita sih?" Omelnya lagi, sang tunangan hanya tersenyum lalu menggenggam tangannya.
"Menurutmu apa inti dari pernikahan itu sayang?" Sooji terdiam mendengar pertanyaan tersebut, "apa pemotretan Pra-Wedding lebih bermakna dibandingkan pemberkatan pernikahan itu sendiri?"
"Bukan begitu sayang—" Sooji menatap memelas calon suaminya, sedetik kemudian dia mencibir, "ya terserah. Biar saja pernikahan kita tidak ada fotonya sama sekali!"
Pria itu tersenyum kecil lalu mengangkat tangan Sooji dan mencium punggungnya dengan mesra, "kau semakin cantik jika sedang merajuk," godanya membuat Sooji mau tak mau mengangkat kedua sudut bibirnya keatas.
"Kau selalu tau cara untuk merayuku."
"Aku kan suamimu—"
"Eh masih calon, belum sah jadi jangan mengaku-ngaku ya," Sooji menjulurkan lidahnya lalu beranjak dari sofa membuat tunangannya berdecak lalu menggeleng melihat tingkahnya yang tidak pernah berubah. Ia kemudian mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan ke Jiwon untuk memastikan bahwa ia bisa menemukan fotografer yang dapat menghandle pemotretan mereka secepat mungkin.
Meskipun ia merasa tidak masalah tanpa foto-foto itu, tapi ia tidak mungkin tidak mengusahakan untuk melakukan pemotretan. Setidaknya dengan adanya foto-foto itu Sooji akan semakin senang dan melimpahkannya dengan cinta yang semakin banyak. Pikirnya senang.
"Oh Sehun cepatlah kemari, aku membutuhkan makan siangku!"
"I'm coming darl."
*
Jiwon tersenyum melihat kedatangan pria itu, ia mengangkat tangannya saat pandangan mereka saling bertemu.
"Maaf Jiwon, apa aku membuatmu menunggu?" Sehun langsung duduk didepan Jiwon yang saat ini sudah berdecak.
"Seperti kau baru membuatku menunggu saja," sindirnya membuat mereka berdua tertawa bersama, "jadi kenapa kau datang sendiri, Sooji mana?"
"Dia mendapatkan panggilan darurat, mungkin sebentar lagi akan tiba disini," jelas Sehun. Jiwon mengangguk mengerti, "jadi kau sudah mendapatkan fotografer yang sesuai keinginan Sooji?"
"Belum, mereka semua sibuk untuk satu bulan kedepan," jawab Jiwon dengan wajah menyesal membuat Sehun mendesah panjang, "tapi jika kalian memang sangat membutuhkannya aku bisa memberi rekomendasi."
Mata Sehun langsung berbinar antusias mendengar perkataan Jiwon, "benarkah? Jadi siapa dia?"
"Dia hanya seorang kerabat tapi tenang saja dia sudah pro. Beberapa tahun dia berpindah-pindah tempat karena mendapatkan pekerjaan dinegara yang berbeda setiap bulannya, dan yang kudengar jika dia akan menetap di Korea sepanjang tahun ini."
"Sempurna! Jadi kita bisa menghubunginya sekarang?" Tanya Sehun, tapi tiba-tiba alisnya berkerut, "eh tapi kalau dia fotografer sehebat itu bukankah dia pasti memiliki jadwal yang padat?"
Jiwon tersenyum lebar sembari menggelengkan kepalanya, "sayangnya dia lebih terkenal diluar Korea, meskipun sedikit banyak perusahaan agensi disini yang telah memakai jasanya tapi banyak pula yang masih belum mengetahui sepak terjangnya didunia pemotretan," jelas Jiwon seperti ia sangat mengenal fotografer yang mereka bicarakan tersebut membuat Sehun memicingkan mata menatapnya curiga.
"Hmm, kenapa tiba-tiba aku jadi curiga jika kau memiliki affair dengan fotografer itu?" Tanya Sehun dengan kedua alis yang terangkat, Jiwon menatapnya aneh dan didetik berikutnya ia sudah tertawa terbahak-bahak.
"Bodoh, dia itu sepupuku. Bagaimana aku bisa punya hubungan seperti itu dengan keluargaku sendiri," kelakar Jiwon membuat Sehun menggaruk pelipisnya merasa malu karena menebak hal yang tidak-tidak.
"Ya kan kupikir kau—ah lagipula siapa suruh kau sangat tau tentang profilnya."
Jiwon tidak membalas hanya terus menertawai pikiran Sehun yang kelewat konyol, sudah sejak kecil mengenal pria itu dan ia tidak pernah merasa tidak puas saat menertawakannya. Ia menjadi iri pada Sooji karena setelah menikah nanti ia yang akan lebih sering mendapati kekonyolan Sehun, meskipun ia sedikit ragu kalau Sehun bisa terlihat konyol didepan Sooji alih-alih menjadi sok keren.
"Hei, maaf aku terlambat. Terlalu banyak pasien," Sooji tiba-tiba datang diantara mereka membuat Jiwon terpaksa menghentikan tawanya saat mendapatkan tatapan heran dari Sooji.
"Kami mengerti Ibu dokter, jadi duduklah dulu."
Sooji duduk disamping Sehun, lalu menatap pria itu, "kenapa Jiwon tertawa tadi?" Tanyanya penasaran, Sehun mengedikkan bahunya dengan mata yang tertuju pada buku menu.
"Mungkin dia kesurupan," jawaban asal Sehun itu mau tak mau membuat Jiwon kembali tertawa dan Sooji menatapnya.
"Aku akan menceritakannya padamu nanti, sekarang pesan dulu makanannya. Kalian pasti belum makan siang," tukas Jiwon memberi kerlingan menggoda pada Sooji. Sehun yang menyadari itu hanya mendengus melirik tajam sahabatnya itu.
"Hmm, jadi bagaimana Jiwon, kau sudah menemukan fotografernya?" Sooji bertanya ditengah-tengah santapan siang mereka, Jiwon mengangguk tanpa menjawab, "jadi siapa? Kapan kita bisa melakukan pemotretannya?"
"Sabar sayang, kita masih perlu untuk bertemu dengannya dan membicarakan tentang konsep pernikahan kita," sahut Sehun membuat Jiwon mengabaikan keduanya dan memilih menghabiskan makanannya.
"Begitukah? Jadi tunggu apalagi, ayo hubungi dia." Ujar Sooji tidak sabar.
"Ckck, selalu tidak sabar seperti biasa," decak Jiwon melirik Sooji, "besok aku akan mengantar salah satu dari kalian untuk ke studionya. Jadi siapa yang ikut?"
Sooji dan Sehun saling berpandangan sembari memikirkan jadwal pekerjaan mereka masing-masing untuk besok dan ketika mendapat jawaban mereka secara bersamaan langsung menatap Jiwon dengan wajah memelas yang anehnya terlihat begitu mirip dimata wanita itu.
"Oh astaga aku sudah tau ini akan terjadi." Keluhnya menyadari bahwa sepertinya tugas untuk bertemu dengan fotografer adalah miliknya, ia sama sekali tidak mengerti mengapa kedua calon pengantin itu masih saja bisa menyibukkan diri mereka dengan pekerjaan membosankan itu alih-alih mengambil cuti dan mempersiapkan diri untuk pernikahan mereka yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
***
Myungsoo mengamati foto-foto yang dicetak dari hasil rekaman CCTV yang didapatkannya didalam paket dari salah satu kenalannya di Vatikan. Ia sedikit bersyukur karena setidaknya masih bisa mendapatkan gambaran wajah wanita itu. Di dalam foto terlihat wanita itu sedang duduk sendiri didepan meja Bar sebelum ia datang dan mengajaknya berbicara.
Malam itu kesadarannya masih ada tapi entah mengapa ia tidak begitu mengingat dengan jelas wajah wanita itu, hingga pagi harinya ia terbangun sendiri didalam kamar hotel membuatnya menyesal karena tidak sempat menanyakan nama maupun nomor ponselnya. Ia hanya tau satu petunjuk yaitu wanita itu adalah orang Korea. Sama seperti dirinya karena mereka bercakap menggunakan bahasa yang sama.
Myungsoo sungguh frustasi, sudah hampir empat bulan ia terus mencari keberadaan wanita yang menghabiskan malam natal bersamanya di Vatikan, ia bahkan harus membatalkan proyek yang menantinya di Paris tepat setelah malam natal tahun lalu demi mencari wanita itu namun selama dua minggu pencarian itu, ia sama sekali tidak menemukan jejaknya sehingga dengan perasaan kecewa ia meninggalkan Vatikan untuk kembali melakukan pekerjaannya.
Sekitar sebulan yang lalu ketika ia memiliki proyek untuk pemotretan launching brand terbaru dari sebuah fashion factory ternama di Milan, ia tidak sengaja bertemu dengan salah satu teman lamanya yang bekerja di pub yang didatanginya di Vatikan malam itu. Dan entah mendapat ide darimana ia meminta tolong pada temannya untuk memberikan rekap daftar tamu yang datang ke pub pada tanggal 24 Desember dan meminta salinan CCTV malam itu. Awalnya permintaannya ditolak karena kedua hal itu adalah privasi tapi Myungsoo terus mendesak.
"Kumohon, hanya untuk malam itu. Aku sedang mencari seseorang." Kata Myungsoo memohon, temannya tetap menggeleng.
"Tidak bisa Myungsoo, kau tau aku bukan pemilik pub itu. Lagipula tidak mungkin aku memberimu salinan CCTVnya."
"Kalau begitu cukup cetakkan untukku. Kau bisa mencetak rekaman yang ada disana bukan?" Pinta Myungsoo lagi.
"Rekaman itu 24 jam non-stop dan kau ingin aku mencetaknya? Dasar gila!"
Myungsoo langsung menggeleng. "Bukan seperti itu, cukup dibagian ketika aku berada di bar dan bertemu dengan seorang wanita sekitar jam 10 malam."
Dengan keteguhannya untuk meminta akhirnya sang teman menyanggupi keinginannya tapi dia tidak bisa berjanji untuk memberikan apa yang dimintanya dalam waktu dekat. Myungsoo setuju dan setelah penantian panjang selama satu bulan, akhirnya ia mendapatkan paket itu. Tidak banyak membantu tapi setidaknya memberinya titik terang.
Ia sudah memeriksa ratusan daftar nama-nama tamu yang mengunjugi pub dihari itu, dari ratusan nama ia mendapatkan sekitar sepuluh nama Korea dan ia berharap bahwa wanita itu masuk dengan menggunakan nama aslinya. Karena saat ini ia sudah mulai untuk mencari tau tentang sepuluh orang itu di akun media social dan lima diantaranya adalah pria sementara dua wanita dan tiga lainnya tidak memiliki akun.
Myungsoo hanya fokus pada dua wanita yang ditemukannya dan setiap kali melihat foto mereka ia merasa bahwa bukan salah satu dari mereka yang bersamanya malam itu, jadi dia berspekulasi bahwa wanita yang menghabiskan malam bersamanya adalah salah satu dari tiga orang yang tidak ia temukan akunnnya.
"Jadi siapa namamu sayang?" Myungsoo bergumam menatap sebuah gelang berbandul bulan sabit ditangannya, ia menggenggam gelang tersebut sebelum mendesah panjang.
"Aku akan menemukanmu, sebentar lagi pasti kita akan bertemu."
Lirihnya sebelum memejamkan mata untuk menyambut lembayung mimpi yang akan membuainya selama beberapa jam kedepan.
***
CONTINUED
Hoy hoy hoy~ penggemar Kim Taehyung disini mana? Akhirnya aku pake dia lagi jadi cast aku.
Aku ingat pas dicerita Japan With Love dua tahun lalu aku pake dia sebagai adik Myungsoo gk terlalu banyak yang naruh perhatian ke dia 😅 tapi skrg pasti udah bnyak yg tau kan? Wkwkwk 😂😂😂
Dan yang nanya-nanya siapa tunangan Suzy~ walah there he is! MY LOVELY AMAZING CUTELY HANDSOME HUSBAND 😍😍😍 Sehuniee 😗😗😗😗 whaha udah lama gk pake dia jadi cast, past Uptown Girl dia gk punya banyak peran jadi disini aku bakal banyakin peran dia whahah 😈😈 tapi yang HUNZY shipper jauh-jauh dari sini ya wkkw jgn berharap mereka bakal berakhir bahagia Suzy cuma milik Myungsoo dan Sehun jelas milikku 😋😋😋
Nah sekarang ayo ditebak, mereka jadi nikah atau tidak nih?? 😏😏😏
Ditunggu part selanjutnya yaa~ dengan sabar 🙋🙋🙋🙋🙋
[02/04/17]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top