ED 01 | Christmast Night(mare)
Di deskripsi cerita ini ada tagline yg blg 'this story contains mature contents', nah aku cuma mau ingatkan aja mature contents itu gk melulu soal sex ya. Bisa jadi percakapan, tindakan, atau perbuatan yang tidak diperuntukkan bagi anak-anak.
Dan hampir disemua cerita yg kubuat ada tagline seperti itu tapi bukan berarti isinya bakal banyak adegan begitunya. Jadi jgn berharap lebih 😊
Enjoy 🙆🙆🙆
.
.
.
Four Months Ago at Vatikan, Italy.
Ia mengerang, meluruskan tubuhnya yang entah mengapa terasa begitu ngilu pagi ini. Matanya masih terpejam ketika merapatkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Ia merasa dingin, oh tentu--pagi hari diakhir bulan Desember adalah sesuatu yang mengerikan jika kau menghadapinya hanya dengan selembar selimut tipis.
Menggerakkan tubuhnya lagi untuk mencari posisi nyaman, namun tiba-tiba ia merasa lututnya menyentuh sesuatu. Benda asing yang terasa cukup hangat dan lembut, seperti kulit manusia namun--
Tunggu--
Dengan alis berkerut ia membuka mata dan langsung disuguhkan oleh kepala berambut hitam yang setengah tenggelam dibantal. Seketika matanya melebar, ia membekap mulutnya sendiri untuk tidak menjerit saat mengintip ke balik selimut.
Ia telanjang bersama seorang pria. Di atas ranjang. Di pagi hari.
Good! How good!
Setelah melewati fase shock yang didapatkannya barusan, dengan gerakan pelan ia beranjak. Turun dari ranjang dengan keadaan tubuh yang benar-benar terekspos. Ia tidak ingin mengambil resiko dengan menggunakan selimut yang mereka bagi bersama untuk menutupi tubuhnya sehingga pria itu terbangun.
Ia berjinjit melangkah tertatih menuju kamar mandi, mengumpul pakaiannya yang berserakan diatas lantai kamar itu. Ia hanya menggeleng tidak percaya dengan apa yang telah dilakukannya semalam.
Setelah membersihkan badan, ia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan pakaian yang sama seperti semalam. Menatap nanar ranjang yang terlihat berantakan itu dengan pria yang masih terlelap diatasnya.
Matanya menangkap bercak darah mengering diantara kaki pria itu lalu ia meringis.
She's a virgin. Setidaknya sampai semalam, sebelum ia secara sukarela memberikan keperawanannya pada pria yang sama sekali tidak ia kenali.
Namun anehnya apa yang dirasakannya saat ini tidak seperti yang ia bayangkan. Sama sekali tidak ada penyesalan dalam dirinya, yang ada hanyalah rasa puas seolah-olah ia telah mendapatkan apa yang selama ini diinginkannya.
"Astaga--" ia bergumam menyadarkan dirinya sendiri sebelum beranjak keluar dari kamar hotel yang semalam ia tempati.
*
Sooji berusaha untuk berjalan dengan cepat, namun tidak bisa melakukannya karena pangkal pahanya terasa begitu perih.
Berapa kali mereka melakukannya semalam?
Ia menggeleng, mereka dalam keadaan sadar tapi tidak mampu menghitung berapa kali pria itu memasukinya. Oh tuhan, bahkan tubuhnya masih bisa merasakan bagaimana ia merasa begitu penuh ketika pria itu menghujamnya. Ia masih mengingat semua sentuhan pria itu ditubuhnya, ciuman liarnya, gerakan konstan yang dibuatnya untuk memberinya kenikmatan, ia mengingatnya, mengingat dengan sangat jelas.
Tiba-tiba saja ia menggeleng keras. Kenapa harus mengingat kejadian itu?
"Oh, Bae Sooji. Kau benar-benar sudah tidak waras." Rutuknya, ia terus menyusuri jalanan yang hampir tertutupi oleh salju--sepertinya semalam terjadi badai salju--ia merapatkan mantel dan topi hangat yang menutupi kepalanya.
Menatap gedung-gedung tinggi disekitarnya, ia mendesah panjang.
Tujuan awalnya ke negara ini adalah sebagai bentuk protes terhadap tunangannya yang menyebalkan. Mereka telah berencana untuk natal bersama tahun ini di Vatikan tapi dua hari sebelum keberangkatan tunangannya memiliki pekerjaan yang tidak dapat dihindari di Jepang jadi ia diajak ke Jepang alih-alih Vatikan. Sooji menolak tentu saja, tiketnya untuk ke Vatikan sudah ada, ia telah menanti saat-saat natal di Vatikan. Tapi jika tunangannya tidak bisa menemaninya, maka ia pergi sendiri.
Tapi Sooji tidak menyangka bahwa kedatangannya kesini telah mengukir sebuah kisah yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Bahkan tinggal beberapa bulan lagi sebelum ia akan melangsungkan pernikahan namun apa yang dilakukannya semalam?
Memberikan perawannya pada pria asing.
Apa yang akan keluarga tunangannya katakan ketika mereka tau bahwa ia telah diperawani oleh seorang pria yang tidak jelas di malam natal?
Oh. Kau sedang dalam masalah besar Bae Sooji.
***
Present Day at Seoul, Korea.
Sooji meringis ketika lututnya terkantuk kaki ranjang, sejenak berhenti untuk mengumpati ranjang tak bersalah itu kemudian ia berlari menuju kamar mandi.
Ini sudah hampir siang dan ia masih belum bersiap juga. Padahal semalam orang tuanya telah mengingatkan bahwa siang ini ia akan melakukan fitting gaun pengantin.
Ya benar, ia masih akan menikah.
Siapa orang gila yang mau membatalkan pernikahannya dengan orang yang ia cintai? Terlebih pernikahan itu sudah lebih dari dua tahun ia nanti-nanti?
Hanya karena satu malam yang dilewatinya bersama pria asing, ia tidak lantas berpikir bodoh dengan membatalkan semuanya. Pernikahan itu tetap akan terjadi. Selama ia menutup mulut dan menjaga rahasianya, keadaan akan tetap aman terkendali.
Lagipula siapa yang akan tau tentang kejadian itu? Sudah lebih empat bulan berlalu dan ia bahkan sudah melupakan wajah pria itu, kejadiannya pun terjadi dibelahan bumi lain jadi sangat kecil kemungkinan jika itu bisa membawa masalah dalan pernikahannya. Semua akan berjalan sesuai rencana awal. Ia akan menikah dalam dua bulan bersama pria yang sangat ia cintai.
Dan untuk masalah keperawanannya, ia bisa mengakali dengan mengatakan pernah terjatuh sehingga selaput darahnya robek. It's a good idea, right?
Sooji tersenyum sendiri dengan pemikirannya, ia sudah berada di mobil untuk menuju ke butik. Tunangannya telah mengirim pesan bahwa ia telah tiba di butik, jadi secepat mungkin ia melajukan mobilnya agar segera tiba disana.
Pria itu tidak suka menunggu.
*
"Itu terlihat kebesaran, aku akan mengecilkannya."
Sooji tersenyum sembari bersandar di ujung pintu, mengamati calon suaminya dengan setelan tuxedo yang membuatnya terlihat semakin tampan.
"Aku kehilangan berat badanku. Ini aneh bukan?"
Bahkan hanya dengan mendengar suaranya bisa membuat Sooji jatuh cinta untuk kesekian kali, ia masih tersenyum mendengar percakapan pria itu bersama designer mereka.
"Seharusnya mempelai wanita yang kurus. Tapi ini prianya," wanita itu berdecak sembari menggelengkan kepalanya, tanpa sengaja ia menangkap kehadiran Sooji diujung ruangan. Ia kemudian menoleh menatap Sooji.
"Sooji, kau sudah datang." Tegurannya membuat pria yang berdiri disampingnya sontak membalikan badan, menatap Sooji yang memamerkan senyum manisnya.
"Aku tidak tega mengganggu keseruan kalian," sahut Sooji mulai melangkah mendekat, ia menatap calon suaminya sebelum memeluk pria itu.
"Hai sayang," sapanya kemudian mencium pipi pria itu, bukannya sapaan balik namun yang didapatnya adalah sebuah decakan kecil.
"Selalu telat nona?"
Sooji terkekeh lalu menatap wajah pria itu dengan pandangan memelas, "aku telat bangun. Maafkan aku ya?"
"Berhenti memamerkan kemesraan kalian. Sooji ayo waktunya mencoba gaunmu," tiba-tiba interupsi itu membuat Sooji mendengus, ia baru saja ingin merayu tunangannya tapi wanita lain dalam ruangan ini mengganggu.
"Mengganggu seperti biasa, Kim Jiwon?"
Wanita itu tertawa lalu tanpa merasa bersalah menarik tangannya untuk masuk ke dalam ruang pas, pria yang ditinggalkan sendirian itu hanya berdecak lalu memasuki ruang pas lainnya untuk mengganti baju.
"Awas saja kalau dia ngambek padaku. Aku tidak akan memaafkanmu."
Jiwon hanya menggelengkan kepala mendengar gerutuan sahabatnya itu. Sooji dan calon suaminya sudah saling mengenal dalam waktu yang cukup lama tapi masih saja saling tidak mengerti kebiasaan masing-masing.
"Dia terlalu sensitif. Kau tau sendiri dia pria seperti apa," ujar Jiwon sembari membantu Sooji memakai gaun pengantinnya.
"Yeah, kau yang lebih tau Jiwon. Apalah dayaku dibandingkan sahabatnya sejak memakai popok."
Dan kali ini tawa Jiwon tidak dapat tertahan mendengar rengekan Sooji. Memang benar, ia dan calon suami Sooji telah kenal sejak lama, bahkan bisa dikatakan mereka tumbuh bersama jadi ia tau apapun tentang pria itu.
"Jangan cemburu. Kalian sudah melewati masa-masa itu," tegurnya, Sooji hanya mendesah panjang.
"Aku tidak cemburu. Aku hanya sedikit kesal, kenapa kau harus tau semua tentangnya sementara aku hanya sedikit?"
Kini gaunnya telah terpasang dengan baik, ia berbalik sembari bersedekap menatap Jiwon yang masih memandangnya geli.
"Siapa suruh baru mengenalnya?" Balas Jiwon membuatnya semakin kesal, "salahkan orangtuamu yang tidak tinggal disebelah rumahnya Sooji."
Kini wajahnya semakin tertekuk mendengar kelakar Jiwon. Mereka memang selalu seperti ini. Jika ketemu akan berdebat tentang seberapa dekat Jiwon dengan tunangannya dan seberapa tidak dekatnya ia dengan calon suaminya itu. Tapi mereka melakukan itu bukan karena saling cemburu, ia bahkan terkesan tidak terlalu peduli jika itu menyangkut hubungan mereka. Keduanya sudah seperti saudara kembar yang tidak terpisahkan makadari itu ia merasa baik-baik saja dengan hubungan itu.
"Tapi dia mencintaiku," ungkap Sooji menatap Jiwon angkuh.
"Ya dia mencintaimu. Aku yang kalah Sooji." Jiwon tertawa kemudian beranjak keluar dari kamar pas. Meninggalkan Sooji yang merasa dongkol atas kalimatnya barusan.
***
"Sayang, besok aku akan ke Jepang."
Mata Sooji membulat ketika mendengar kalimat itu, ia meletakkan sendoknya kemudian mendongak menatap pria dihadapannya.
"Untuk apa?"
"Aku harus melakukan beberapa pemeriksaan untuk perusahaan ayah disana," Sooji mengerucutkan bibir mendengar penjelasan tunangannya.
"Sayang, minggu lalu kau baru saja pulang dari China, apa ini tidak keterlaluan?"
Pria itu tersenyum kecil lalu meraih tangannya, "sayang, kita sudah pernah menyelesaikan masalah ini. Jangan membahasnya lagi, oke?"
Sooji hanya diam, ia melirik pria itu lalu mendesah panjang, "kau tau banyak cerita yang kubaca tentang pasangan yang berpisah ketika mereka sedang merencanakan pernikahan," ucapnya pelan.
Alis pria itu bertaut ketika mendengar ucapan wanitanya, namun ia tetap diam mendengarkan dengan cermat apa yang berusaha tunangannya sampaikan.
"Gejala-gejala awalnya seperti ini. Mempelai pria terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga meninggalkan wanitanya mengurus pernikahan sendiri. Sampai akhirnya ketahuan bahwa pria itu memiliki selingkuhan. Cerita klasik dan aku tidak ingin itu menjadi salah satu kisahku."
Ia terdiam menatap Sooji sejenak kemudian tertawa lantang, "astaga, kau pikir kita sedang dalam sebuah novel sayang? Jangan mengada-ada." Ucapnya disela tawa, Sooji cemberut melihat reaksi tunangannya.
"Tapi biasanya seperti itu!"
"Bae Sooji, kau tau aku seperti apa bukan? Aku bukan pria yang mudah tergoda dengan wanita," pria itu menghentikan tawa lalu menatapnya dengan serius, "apa aku perlu mengingatkan seberapa keras usahamu untuk menarik perhatianku, hmm?" Kemudian ia menggerling, membuat semburat merah muncul dikedua pipi Sooji.
"Ah, jangan mengingatnya!" Rutuknya memukul lengan tunangannya dengan kesal.
"Makadari itu tidak perlu berpikir macam-macam. Aku murni bekerja dan tidak ada wanita lain, kalaupun ada itu hanya Jiwon." Diakhir kalimat ia tersenyum lebar saat menyebutkan nama Jiwon, Sooji mencibir.
"Ya, aku tau hanya Jiwon selingkuhanmu. Dan kuharap tidak ada selingkuhan lain," gerutu Sooji membuat pria itu mencubit pipinya dengan gemas.
Aneh memang tapi seperti inilah hubungannya, ia sudah terlalu terbiasa melihat tunangannya dan Jiwon bersama hingga tidak ada perasaan apapun. Lagipula pria itu telah mengaku jika ia tidak memiliki perasaan apapun pada Jiwon meski tertarik sedikitpun. Hanya Sooji yang dicintai olehnya begitupun sebaliknya.
"Jadi jangan mengandai-andai lagi. Kita akan menikah dalam kurun waktu kurang dari enampuluh hari. Sudah tidak ada kesempatan untuk mundur, oke?"
Sooji menganggukan kepalanya mengerti. Ya, mereka memang sudah tidak bisa mundur lagi. Tanggal pernikahan telah disebar, meskipun undangan akan menyusul bulan depan namun sudah banyak yang mengetahui kapan berlangsungnya pernikahan mereka. Dan dengan membatalkan itu tiba-tiba sama saja mencoreng nama baik dua keluarga terpandang di negara ini.
"Yeah i know. There's no way to turn back."
***
CONTINUED.
Halo ff ini akhirnya launching juga~ 😥
Gimana? Udah pada mulai tebak-tebakannya gak? 😆😆😆
Oh ya btw Et Dilectio ini adalah seri pertama dari 4 cerita 'Bittersweet Stories'. Kalian pasti tau kan artinya Bittersweet itu apa?
Yap, cerita ini akan mengisahkan sesuatu yang pahit pahit gitu, 😂😂😂 gak bakal selebay itu juga sih tapi ya seenggaknya cerita ini termasuk dalam kategori sad dan hurt ✌ aku berharap kalian siap ya~ sudah lama aku gk buat cerita yg nguras emosi sampe dpt reader yg nangis saking terhanyutnya dengan jalan cerita 😊
So, get ready to have a rollercoaster emosional changing in this first story of Bittersweet Stories 🙌🙌🙌🙌
[23/03/17]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top