TUJUH BELAS
-I'm Lost-
~~~~~~~
Malam semakin berputar, fajar akan menyapa dalam kurang dari 2 jam.
Yoongi masih terjaga sampai saat ini, meremat buku putih yang nampak terawat di gengamannya.
Air mata tak henti-hentinya jatuh menyapa kulit pucatnya. Terasa sangat sakit, dadanya sesak bukan main.
Dirinya tergugu, membaca setiap kalimat menyedihkan yang secara gamblang Jungkook torehkan disana. Apa yang ia lakukan?
Mengapa ia harus menyiksa adiknya seperti ini?
Jimin menatap dalam diam pemuda pucat yang terus saja menangis selama berjam-jam. Memang benar apa yang orang lain katakan tentang sebuah penyesalan. Yoongi yang mengalaminya saat ini, membuat hati Jimin tercubit melihatnya.
"Hyung...." himbaunya.
Yoongi menoleh, matanya buram dan ruangan yang ia tempati terasa berputar saat ini. Ia tak menjawab, hanya menoleh menatap Jimin yang setia menemani dirinya di ujung ranjang.
"Ayo kita pulang, kita pergi dari sini. Bawa semua barangmu."
Jimin mengambil tas milik Yoongi juga dirinya, tergesa-gesa ia membuka lemari pakaian yang berada di sudut ruangan. Tangannya sibuk memasukan berbagai macam barang milik mereka berdua.
Yoongi hanya menatap Jimin, dirinya masih tak bisa mencerna apapun. Tak lama ia menarik tas satunya yang sempat Jimin ambil. Ia berlari keluar dari ruangan, menarik dokumen apapun yang menjadi miliknya.
"Sudah semua?" tanya Jimin.
Yoongi menoleh, tangannya tremor mengenggam tas hitam berukuran sedang miliknya.
"Jimin, Apa... Apa Jungkook berada di rumah?"
Jimin hanya membalas dengan senyuman teehangat yang ia punya. Enggan untuk menjawab hal yang belum pasti. Dirinya lantas mendorong pundak lemah itu untuk keluar dari gedung tempat mereka bekerja.
Tak ada satupun orang lain yang mereka lihat sejauh ini. Memasuki lift, dengan cepat Jimin menekan tombol untuk membawa mereka ke tempat dimana mobil hitam Yoongi terparkir.
"Bagaimana ciptaanku?"
"Biarkan saja, kita buat lagi. Hyung, itu bukan dari uang kita ingat? Sahabat sialanmu itu sudah menjebakmu saat ini. Jika kau masih saja mengkhawatirkan robot-robot milikmu lebih baik kita batalkan saja untuk pulang." sarkas Jimin memasuki kemudi.
Menjalankan mobil dengan kecepatan cukup tinggi, dirinya membawa benda bergerak itu memecah Kota di pagi hari.
Yoongi terduduk pasrah, matanya sebab, dirinya cukup sulit untuk membuka kedua penglihatan yang ia punya. Tetapi, ia masih bisa untuk menikmati matahari yang bangun dari tidurnya. Cahaya biru yang perlahan hilang tergantikan dengan lautan tinta merah serta jingga di langit.
Membendung kembali kesedihan yang sudah ia coba untuk tahan, dirinya terisak dalam diam.
Jimin benar, dirinya akan menyesal dan hari ini adalah pembuktiannya. Dengan tega ia membuat adik kecilnya menderita sendirian.
10 tahun berlalu, dan kejadian dimana orang tua mereka mati di hadapan bocah itu. Membuat anak itu trauma dan Yoongi dengan kurang ajarnya menambah kesedihan.
Apa yang Jungkook lakukan di malam hari?
Ap yang Jungkook pikirkan di malam hari?
Apa Jungkook selalu ketakutan di setiap mata indahnya itu terpejam?
Bagaimana jika Jungkook menyakiti dirinya sendiri?
Masih banyak pertanyaan-pertanyaan tang tak mampu Yoongi jawab. Ia buncah, tak tahu harus berbuat apa. Kenapa ia sungguh bodoh.
Kemana kepintaran yang di turunkan kedua orang tuanya untuk dirinya? Mengapa untuk menjaga berlian peninggalan mereka saja Yoongi malah mati-matian untuk merusak dan membenci.
.
.
.
.
.
Tak lama mereka sampai pada pekarangan yang lebih terlihat seperti rumah kosong, Yoongi turun dari mobil. Menumpu tubuh saat ia mencoba keluar dari kendaraan hitam miliknya. Kepalanya terasa sakit sekali, ia paksa kedua tungkainya untuk berjalan memasuki rumah.
"Jungkook!" pekiknya memasuki pintu.
"Jeon Jungkook!"
Dirinya berlari, mengabaikan tubuh kurus miliknya yang limbung dan selalu terjatuh saat menuju lantai dua. Ia bangkit berkali-kali, mata hitamnya yang tak berhenti barang sedetik pun untuk mengalirkan air mata dengan deras.
"Kookie?" membuka pintu kamar bercat putih. Yoongi tak menemukan siapapun di dalam. Lalu ia mencoba untuk membuka bilik mandi di dalam ruangan, namun nihil.
Udara dingin dalam kamar Jungkook menusuk kulit pucatnya, mengejeknya seakan menertawakan bahwa remaja yang ia cari tak ada di dalam rumah yang lebih mirip sebagai tempat pembuangan jin.
"Jimin..."
Ia terduduk pada kaki ranjang, menangis dengan kuat melampiaskan emosi yang semakin mencekiknya. Jimin yang mengikuti langkah Yoongi pun hanya mampu terdiam.
"Jimin, dimana Jungkook?"
Tangisan itu semakin terdengar iba di telinga, Jimin menghampiri Yoongi dan memeluknya sekali lagi. Berusaha membuat tubuh lemas itu tenang. Dirinya tak tega melihat pemuda yang bisanya melontarkan kata makin yang kasar bahkan sikap apatisnya terlihat rapuh seperti ini.
"Jimin... Ku mohon jawab aku, dimana adik menggemaskanku itu! Dimana?!! "
Emosinya memuncak, Yoongi mulai mendorong Jimin dan berteriak kencang. Seakan-akan dirinya seperti kerasukan, Jimin tentu saja terkejut akan sikap yang baru saja ia terima.
Yoongi mengacak semua barang yang ada disana, buku-buku Jungkook yang selalu terusun rapih dibuatnya berhamburan. Yoongi kehilangan kendali.
"Hyung, tenanglah..."
Lelaki bersurai blonde itu mencoba mengenggam tangan pucat milik Yoongi. Menariknya untuk duduk di atas ranjang milik Jungkook. Jimin membuka botol mineral yang sempat ia bawa tadi.
Tak ada gerakan dari Yoongi. Jimin-pun menghembuskan nafasnya lelah, ia meletakkan botol air itu pada ujung labium Yoongi. Menuntunnya untuk barang satu atau atau dua tenggak air agar masuk kedalam tenggorokan.
"Siapa tahu Kookie sudah berangkat sekolah lebih awal, hyung. Kau kan tahu sendiri ia anak sekolahan." Jimin membujuk sebisanya.
Tak lama bunyi bel terdengar. Lantas Yoongi menoleh dengan cepat, menatap Jimin dengan penuh harapan.
"Jungkook?"
Dan ia bawa kembali tubuh kurus itu untuk berlari, rasa sakit yang ia rasakan di sekujur tubuhnya tak ia pedulikan sama sekali.
"Kookie?"
Yoongi membuka pintu kediamannya, tetapi bukan raga Jungkook yang ia dapatkan melainkan remaja lain yang berseragam sama dengan adiknya.
"Selamat pagi, apa Jungkook ada dirumah?"
Yoongi terkejut, dia memundurkan tubuhnya perlahan. Bukan, itu bukan Jungkook, melainkan orang lain yang berdiri di ambang pintu.
"Si—siapa?" tanya Yoongi bergetar.
"Oh aku Kim Taehyung, bukankah kita sudah bertemu sebelumnya?"
"Kim Taehyung?" itu Jimin.
Jimin menuruni tangga perlahan, menghampiri Yoongi yang masih mematung di tempatnya.
"Hyung bantet, apa Jungkookie ada? Aku ingin mengajaknya berangkat sekolah bersama."
"Bukankah Jungkook sudah berangkat kesekolah lebih awal?" tanya Jimin.
Remaja itu mengerutkan dahinya, Jungkook berjanji akan berangkat bersama dengannya tadi malam.
"Tidak, ia berjanji akan berangkat bersamaku. Lagipula ini masih jam 6 pagi, sekolah baru akan di buka 10 menit lagi."
"O... O—ohhh benarkah?" Jimin melirik Yoongi yang mendengar percakapan mereka, pemuda itu pertumpu pada gagang pintu. Tangan pucatnya pun manpak terulur mengurut keningnya perlahan.
Benar saja tak lama tubuh Yoongi terjatuh. Ia kehilangan kesadarannya dan itu membuat Jimin maupun Taehyung panik luar biasa.
"H—hei hyung..." Jimin Menepuk pelan pipi tirus Yoongi, tak ada gerakan apapun membuat dirinya kalang kabut.
"Hyung bantet, kenapa? Ada apa ini? Mengapa hyung hantu ini pingsan?" Taehyung ikut berjongkok, berusaha untuk membantu mengembalikan Yoongi dari pingsannya.
"Taehyung bantu aku!"
.
.
.
.
.
.
TBC
Nah, aku update mlm tumben kan. Kkk~~
Kira-kira Jungkook kemana ya?
Ah iya, aku bikin Hidden tadi siang sebagai plot tambahan saja, itu adalah isi dari buku harian Jungkook.
Karena aku sudah libur setelah UAS panjang, jadi mungkin aku akan berusaha update secepatnya. Vote and komen jangan lupa ya~~~♥️ ♥️
'IndahHyera
02022021'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top