SEPULUH
-Apakah ini adalah akhirnya hyung?-
-----------
Jungkook berjalan tenang di sepanjang trotoar kota sore ini, menikmati angin musim gugur yang perlahan menyapa kulit putihnya. Memandangi langit, dengan warna jingga yang semakin mencolok bersama dengan tenggelamnya surya di ufuk Barat.
Hari demi hari Jungkook jalani hingga saat ini. Tubuhnya semakin turun, dengan pipi yang semakin tirus jika di lihat dari dekat. Kulitnya dari hari ke hari semakin memucat, dengan nafasnya yang terasa semakin memendek saat ini.
Terkadang Jungkook merasa dirinya mudah sekali lemas, di sertai keringat mengalir di sekujur tubuhnya. Terkadang pula dada kirinya yang terasa menyakitkan. Jungkook tak mempersalahkan apa yang dirinya rasakan, ia menganggap tak peduli dan berfikir, mungkin saja ia terlalu lelah akan kegiatannya.
Jungkook melirik handphone putih miliknya, mata bulat indahnya melihat tanggal yang tertera disana.
31 Agustus
Haruskah seorang Jungkook senang sekarang?
Entah lah, ia sendiri bingung mengekspresikan segalanya. Besok, adalah hari dimana untuk pertama kalinya ia menyapa dunia yang indah. Dimana keluarganya menangis bahagia menyambut dirinya dan mendoakan agar dirinya selalu bahagia.
Jungkook tersenyum getir, mengingat ia tak pernah mengharapkan apapun di hari esok sejak sepuluh tahun terakhir.
Lagi pula apa yang ia harapkan?
Kebahagian?
Kasih sayang?
Perhatian?
Atau seorang Yoongi yang akan memaafkannya?
Sia-sia saja ia berharap, tetapi kenyataannya, takdir tak pernah bosan untuk selalu memberikan rasa sakit padanya.
Takdir tak pernah tidur, untuk memberikan rasa takut dan kesepian untuknya.
Apa takdir begitu senang memberikan ini semua untuk dirinya?
Bibirnya terangkat, tertawa miris akan hidupnya saat ini adalah hal yang sering Jungkook lakukan.
"Aku hanya rindu, bahkan sekarang aku tak pernah melihat mu pulang hyung."
Ya benar, beberapa hari setelah gedung yang di bangun Namjoon di resmikan, Yoongi dan Jimin mulai bekerja disana di temani beberapa ilmuwan lainnya.
Yoongi bahkan tak pulang, hanya menghabiskan waktunya di Laboratorium. Sibuk untuk mengejar apa yang ia impikan, tak peduli adiknya kesepian atau merindukannya.
Bahkan jika adiknya sakit atau mati sekalipun, Yoongi tak peduli.
----
Jari-jari milik Jimin sibuk mengetik sesuatu, matanya terfokus pada layar komputer di hadapannya. Mencari beberapa informasi yang mungkin saja berkaitan dengan Jeon Sung Ho.
Bahkan Jimin rela, Merentas beberapa file yang tak bisa ia akses dengan mudah.
Kening miliknya mengkerut, melihat beberapa artikel dengan judul yang berbeda, Jimin pun membacanya perlahan.
Lalu, mata sipitnya terkejut kaget membaca beberapa kalimat yang terpajang disana.
'Kasus Tabrak Mobil Ilmuwan Terkenal Jeon Sung Ho Tidak di Selidiki Lebih Lanjut Oleh Kepolisian Korea'
'Polisi Menutup Paksa Kasus Kematian Ilmuwan Jeon Sung Ho dan Istrinya'
'9 maret : Tabrakan yang Menewaskan Ilmuwan Korea Jeon Sung Ho'
Dan masih banyak lagi artikel yang terlihat jelas disana, alis miliknya terangkat satu, dimana ia merasakan ada sedikit janggal atas kecelakaan orang tua Jeon Yoongi.
Sampai pada saat matanya tak sengaja melihat satu artikel menarik.
'Penemuan Menakjubkan Prof. Jeon Sung Ho Hilang di Dalam Laboratorium pribadi miliknya setelah kecelakaan terjadi'
"Heoll! Apa ini yang membuat Yoongi hyung mengumpat setiap hari?"
Gumannya pelan, Jimin pun membuka artikel yang menurutnya menarik itu.
"Ck! Apa-apaan! Apakah artikel seperti ini harus orang penting yang mengaksesnya."
Jimin merentas akses pembuka artikel tersebut, memasukan id rahasia. Jari-jarinya menari indah disana.
"Jangan meragukan seorang Park Jimin!"
Bibirnya berguman pelan, menyebut satu persatu kode. Jimin mengetik huruf dan angka tersebut dengan cepat.
"Yeah!"
"Park Jiimin selalu berhasil dengan ini." bangga Jimin.
Matanya terpaku, melihat jantung yang terbuat dari bahan besi dan mungkin baja disana. Terlihat indah dan menakjubkan, Pantas saja Yoongi terobsesi.
"Oh?! Apa ini yang dimaksud dengan penemuan itu?"
Jimin membaca artikel dengan perlahan, darahnya mendesir hebat saat membaca setiap kalimat yang di sajikan. Siapa yang tak terkejut, jika artikel berisi hal rahasia besar seperti ini.
Bahkan Yoongi pun sampai sekarang masih mencari keberadaan benda penemuan sang ayah. Hingga tiba di bagian bawah, Jimin melihat sebuah nama wartawan yang memuat berita.
Lee Hara
"Lee Hara? Bukankah ia wartawan terkenal dari salah satu perusahaan Daehyun Corp?" heran Jimin menatap serius layar kotak di hadapannya.
"Apa yang kau lakukan?"
Suara berat menyapa telinga, Menoleh ke arah pintu, melihat pemuda pucat membuat dirinya menegang terkejut.
Dengan cepat mematikan PC miliknya, Jimin menoleh, melihat Yoongi yang menatapnya seolah-olah ia sedang meintrogasi pelaku pencurian celana dalam wanita.
"A-aku tak melakukan apapun hyung."
Mata Yoongi memicing curiga, tetapi setelah itu ia menarik nafas panjang lelah melihat kelakuan tak jelas asistennya.
"Ke Laboratorium sekarang." Jimin hanya menganggukan kepalanya, lalu mengikuti langkah Yoongi dari belakang.
Mata sipitnya melirik sekilas jam tangan miliknya terdapat tanggal tertera disana menunjukan angka 31.
Dahinya mengerut bingung apa ia melupakan sesuatu?
Langkahnya terhenti sejenak, memikirkan hal yang ia lalui hari ini. Dari mulai mendapatkan informasi, sampai ia pun tak tahu apa yang ia lupakan.
Yoongi yang merasa heran tak ada suara dentuman langkah di belakangnya pun menoleh, melihat wajah konyol milik Jimin yang terdiam di tempat.
"Apa kau ingin menjadi pajangan disana Park Jimin?" ucap nya menekankan nama lengkap Jimin di akhir kalimat.
Jimin menghampiri Yoongi, yang berjarak beberapa langkah cukup jauh darinya.
"Hyung sekarang hari apa?"
"Hari sabtu."
"tanggal?"
"31 Agustus! " kesalnya akan pertanyaan konyol Jimin saat ini. Untuk apa menanyakan hal bodoh seperti anak Sekolah Dasar.
"Hyung apa kau melupakan sesuatu?"
"Aku tak melupakan apapun jangan bertingkah idiot! Cepat!"
-------
"Aku senang akhirnya kau datang, Jungkook."
Pemuda berjas putih berdiri dari duduknya. Nampak senyum hangat mengembang, kala melihat seseorang yang sudah ia tunggu selama beberapa minggu ini.
"Maaf Dokter, aku baru mengunjungimu sekarang." lirihnya dengan menundukkan dirinya sebagai tanda permintaan maaf.
"Hyung saja."
Seokjin mengangguk maklum, ia mempersilahkan remaja Manis di hadapannya untuk duduk. Merasakan penurunan berat badan drastis dari Jungkook, Seokjin sedikit melihat pergerakan duduknya yang terlalu hati-hati.
"Apa ada yang mengganggu pikiranmu Jungkook?"
Tubuhnya memegang, bibirnya bergetar mendengar pernyataan yang keluar dari Seokjin untuknya.
"Tidak ada, aku baik."
"Sudah mencoba konsultasi pada psikiater sebelumnya?"
Dahi Jungkook mengerut, untuk apa ia datang kesana? Apa ia gila?
Pertanyaan-pertanyaan muncul di benak Jungkook saat ini. Ia merasa normal saja, tak ada hal yang menyangkut mental atau semacamnya ia rasakan semalam ini.
" Apa aku gila?" terlalu polos, Jungkook dengan spontan melepas pertanyaan itu pada Seokjin.
"Tidak Jungkook, kau tidak gila."
"Kau merasakan nyeri dada, apa kau sering muntah atau yang lainnya?"
Jungkook terdiam, tak ada gejala lain selain ia sering merasakan nyeri dada yang teramat sangat. Seperti ada yang ingin keluar dari dlama tubuhnya tetapi tak bisa.
"Tak ada hyung."
"Paru-paru mu bermasalah, sepertinya sejak kecil kau menderita Pneumonia."
Mata Jungkook mmebulat, ia tak yakin tetang itu, tapi memang saat dirinya kehilangan orang tuanya, ia sering merasakan ini.
"Sesak nafas, nyeri pada bagian dada bahkan saat kau beristirahat, penurunan berat badan akibat nafsu makan, dan kau selalu berkeringat berlebih." Seokjin menjelaskan secara perlahan agar anak itu mengerti.
Ia meraih tangan Jungkook, memeriksa kuku-kuku anak itu perlahan, Tampak sedikit berwarna biru disana. Lalu matanya beralih pada bibir anak itu, dan sama nampak membiru walau tak terlihat jelas.
"Ditambah sepertinya kau tertekan akan suatu hal, kau tahu mental yang tertekan akan menimbulkan penyakit fisik yang di namakan Psikosomatis."
Jungkook bungkam, ia tak tahu harus berekspresi seperti apa. Setetes air mata terjatuh pada pipi tirusnya.
Apa ini adalah akhirnya?
Penyakit yang datang membuatnya lemas bukan main, bagaimana ia akan mengatakan ini pada Yoongi?
Ia bingung dan kalut.
"Aku akan membawamu pada salah satu temanku Jungkook, ia psikiater terbaik di rumah sakit ini."
Dan sekali lagi, Jungkook di buat tak berdaya akan takdir.
.
.
.
TBC
'IndahHyera
07102020'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top