SEMBILAN BELAS

Hoseok mematikan mesin mobil setelah ia berhasil memarkirkan benda bergerak itu di sebuah halaman mansion mewah. Dilihatnya Namjoon yang keluar membuat Hoseok mengikutinya.

"Kalian sudah tiba?"

Mereka di sambut dengan baik, pemuda berlesung pipi itu pun menarik sudut bibirnya tampan. Hanbin yang melihatnya pun membalas.

"Masuklah, ingin mendongeng sebelum membunuhnya atau langsung saja?" tanyanya bergurau membuat kedua pemuda yang baru tiba terkekeh.

"Bagaimana Hoseok? Kau mau yang mana?" Tanya Namjoon.

"Terserah kau saja."

Mereka pun berjalan menuju salah satu tangga menurun, sepertinya rumah ini mempunyai ruangan bawah tanah. Tidak heran juga, mengingat Hanbin adalah mafia di negara ini.

"Kau tahu? Anak itu sangat menyedihkan saat pertama kali aku melihatnya. Sebenarnya siapa dia?" Hanbin berucap sambil membuka pintu besi besar di hadapannya.

"Kau akan mendengarnya nanti."

Namjoon memasuki ruangan minim cahaya itu, melihat remaja yang lebih muda dari adiknya yang tergeletak mengenaskan lantai yang dingin. Ia terkekeh dalam hati melihat bagaimana tubuh kurus Jungkook seakan minta dikasihani.

"Sungguh... Anak menggemaskan ini yang menanggung segala kebencian? Aku jadi tak tega." Namjoon tertawa keras, tentu saja dirinya tak mungkin berbelas kasih karena melihat raut rasa sakit di wajah Jungkook.

Hoseok hanya memasang wajah datarnya. Jika boleh jujur Hoseok sangat menyayangkan sifat sahabatnya yang satu ini. Tetapi apa boleh buat, untuk menyelamatkannya ia tak mampu sama sekali. Lagipun, Hoseok tak peduli, maka ia langkahkan kakinya untuk pergi dari sana.

"Bangunkan dia." titahnya menyuruh anak buah Hanbin yang berada disana.

Disiramnya tubuh Jungkook dengan air dingin membuat tubuh anak itu tersentak. Jungkook memejamkan matanya, kepalanya berat dan tubuhnya lemas sekali.

Seingatnya ia sedang berada di makam kedua orang tuanya. Menangis di sana sebelum akhirnya ia merasakan sakit akibat pukulan di belakang lehernya.

"Sudah sadar kelinci kecil?" Jungkook menoleh, melihat Namjoon yang berjongkok di hadapannya.

"S—siapa?" Jungkook berucap dengan terbata-bata. Bibirnya yang berwarna biru gemetar, bisa ia lihat kilatan benci dari netra Namjoon membuat tubuhnya tremor seketika.

Tatapan kebencian yang melebihi milik Yoongi membuat Jungkook ketakutan, diremasnya tali yang mengikat kedua tangannya yang berada di dibalik tubuh.

"Aku? Kim Namjoon. Sahabat hyung mu."

Mata Jungkook membola, ia tahu Namjoon. Pemuda ini adalah kakak laki-laki Taehyung, sahabatnya. Tetapi ia tak mengetahui sama sekali jika Namjoon juga mengenal Yoongi.

"Lihatlah, kasihan sekali dirimu adik kecil. Begitu menderitanya kau ini." Namjoon mengusap pipi turus Jungkook. Air mata yang pecah disana beberapa saat lalu diusapnya dengan lembut.

Jungkook menggelengkan kepalanya menolak sentuhan tangan Namjoon membuat pemuda tampan tersebut kesal. Di hempaskannya wajah Jungkook hingga tersungkur kembali di lantai.

"Aku ingin sekali menghabisimu saat ini juga. Tetapi rasanya akan lebih baik jika aku menceritakan sesuatu yang mungkin akan membuatmu senang karena mengetahuinya." ujar Namjoon. Ia mendudukan tubuhnya pada sebuah kursi yang disediakan.

Tangannya melambai, memberi perintah pada bawahan Hanbin agar meninggalkan mereka berdua saja di dalam ruangan tersebut.

"Kau ingin tahu bukan siapa yang membunuh kedua orang tuamu?"

Jungkook terdiam, dia tak bergerak sedikitpun dari jatuhnya. Remaja itu menangis, ia ingin pulang. Bertemu Yoongi dan pergi kesekolah bersama Taehyung. Bahkan ia baru ingat jika dirinya berjanji akan berangkat bersama.

Mengapa Tuhan tak pernah puas?

Apa lagi ini? Ia disekap oleh sahabat kakaknya sendiri.

Sebenci itukah semua orang padanya?

"Jeon Sung Ho dan istrinya yang mati tepat di hadapanmu, Ayahku lah yang melakukannya, Kim Daehyun."

"Mereka bersahabat, tetapi ayahmu ternyata merebut apa yang menjadi milik kami. Ayah busukmu membuat sahabatnya merasa di injak-injak harga dirinya. Membunuh mereka dengan membuat alibi kecelakaan, bukankah itu adalah rahasia besar yang sampai saat ini tersimpan begitu cantik?"

Jungkook menangis kencang. Fakta yang keluar dari bibir Namjoon terasa begitu menyakitkan baginya. Bayangan-bayangan api yang berkobar besar membuat tubuhnya gemetar. Traumanya bangkit membuat nafasnya tercekat, ia tak ingin mendengarkan apapun lagi.

Teriakan itu, kebencian yang ia terima setelahnya dan masih banyak lagi. Betapa ia ingin keluar dari sana.

"Seharusnya kau mati saja bodoh! Bersama orang tuamu!"

"Arrggghhh!!" Namjoon menikam paha Jungkook dengan belati miliknya. Darah segar yang sempat menciprat wajahnya terhenti karena terhalang pisau yang masih tertancap.

"Aku tahu kau dan Taehyung berteman. Bukankah menarik? Seakan-akan keluarga kita memang memiliki ikatan tersendiri." satu tusukan di bahu kembali Namjoon layangkan.

"H—hiks... Hentikan. Aku mohon..." Pandangan Jungkook mengabur, air mata tak henti-hentinya mengalir. Belati yang Namjoon gunakan tertanam sangat dalam membuat Jungkook menggigit bibir bawahnya.

'Yoongi Hyung...'

"Aku membenci mu tolol! Keluargaku hancur karena ayahmu!"

"Mati..."

Satu tikaman di bagian perut.

"Kau..."

Satu tikaman kembali manyapa paha kanan Jungkook.

"Sialan...!!!"

Dan belati Namjoon akhirnya terhenti leher Jungkook. Menebasnya hingga darah segar mengalir begitu deras dan tanpa sengaja membuka ikatan Jungkook di belakang.

Jungkook memekik, di sentuhnya leher miliknya dengan kedua tangan guna menghentikan darah.

Pemuda berlesung pipi itu pun bangkit, dilihatnya darah yang berceceran di lantai membuat dirinya tersenyum pongah. Ia menghirup udara di dalam ruangan tersebut dalam-dalam, bau amis bercampur logam berkarat dari darah membuatnya menikmati setiap nafas yang ia ambil disana.

"Menyedihkan." Namjoon pun pergi dari ruangan itu, meninggalkan tubuh mengenaskan Jungkook disana.

Jungkook mengerjapkan matanya layu. Dirinya merintih, bibirnya tergerak terbata-bata tetapi tak ada suara apapun yang keluar dari sana. Ia menangis dan menangis kembali.

'A—kkk Yoongi hyung...'

Ia mencoba bangkit, membawa tubuhnya untuk duduk dari genangan darahnya sendiri. Tetapi sia-sia berkali-kali Jungkook mencoba namun ia terjatuh membuat wajahnya kotor tertutup cairan kental miliknya.

'Hyung... Tolong aku.... H—hiks...'

Terus memanggil Yoongi dalam batinnya. Kesadarannya mulai menipis, Jungkook berusaha untuk mempertahankannya tetapi ia tak sanggup lagi. Rasa sakit yang menjalar di setiap inchi tubuhnya membuat ia ingin menyerah saja.

Jika memang ini ajalnya.

Walaupun ia tak tahu dosa apa dan siapa yang ia tanggung hingga hari ini. Dirinya hanya ingin mendengar ucapan kerinduan yang keluar dari bibir Yoongi.

Tak apa jika memang ia harus berakhir disini, rasa sakit yang ia tanggung, bukankah seharusnya ia bersyukur itu akan berakhir sekarang?

Di dalam hatinya yang begitu dalam Jungkook merapalkan kata maaf berkali-kali disana.

Untuk kakak tercintanya, Jeon Yoongi.

Untuk kakak yang menyanginya dengan tulus, Park Jimin.

Dan untuk sahabatnya, Kim Taehyung.

.
.
.
.
.

Yoongi hyung...
Jika aku pergi dari dunia ini, Akankah kau merindukanku sebagaimana aku merindukanmu selama ini?

Aku tak tahu bagaimana cara untuk mengapaimu.
Yang aku lakukan hanya menatapmu, menangis dan memohon di kakimu.

Bulan yang kutatap setiap malam begitu indah seperti dirimu.
Akankah kau melakukan hal yang sama jika aku pergi menghilang?

Aku yang begitu merindukan ayah dan ibu sampai saat ini, sudikah kau melepasku untuk kembali bertemu dengan mereka?

Aku meninggalkan segala kerinduan yang kumiliki di pagi hari pada musim dingin ini...

Aku akan selalu menyayangimu dan merindukanmu, Yoongi hyung...

Aku harap kau bahagia.

- Jeon Jungkokk

.
.

.
.
TBC

Double update!! 😭
Silahkan misuh" karena aku buat Jungkook mati 😭
Gimana? Ada nyampe sedihnya di kalian kah?
Coba kasih komentar kalian tentang chapter ini.

Btw, aku ada update cerita pendek judulnya 'The Last Time'. Silahkan mampir ya jika kalian minat.
Untuk pembaca kesayangan aku. Tetap jaga kesehatan kalian ya ♥️

'IndahHyera
18022021'

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top