SEMBILAN

'Aku merindukanmu.
kau pun tahu itu benarkan?
Aku selalu berbohong jika mengatakan, bahwa aku baik-baik saja.
Namun nyatanya aku sama sekali tak bahagia memeluk angin'

___________

Yoongi terduduk di depan komputer yang mengelilinginya. Tangannya tak menghentikan gerakan abstrak dengan keyboard hitam miliknya. Sesekali matanya melihat pergerakan benda di dalam kaca besar yang berada di dalam laboratorium.

Sialnya bagi Yoongi harapannya dan sang ayah sungguh sulit untuk ia jangkau. Yoongi bahkan harus melewati batasan kapasitas otaknya, masih terus mencari rumus bahkan cara agar bisa menciptakan jantung dan otak robot manusia agar terlihat nyata dan sempurna.

Membayangkan bagaimana ia nanti akan berhasil mencapai segalanya.

Membayangkan senyuman sang ayah mengembang dengan bangga padanya di atas sana.

Tetapi untuk menjalaninya Yoongi butuh informasi dan catatan milik sang ayah.

Sialnya lagi, ia tak menemukannya di manapun.

Ia sudah membongkar lab miliknya tetapi nihil, sedangkan lab yang ia tempati ini dahulu adalah milik sang ayah. Bahkan ia sudah lelah mencari di dalam kamar milik kedua orang tuanya, tetapi tak ia temukan sampai sekarang.

Jimin hanya menatap Yoongi nanar, fikirannya tak ada di sana saat ini.
Ia menerka-nerka, bagaimana cara Jimin membuat Yoongi sadar dan membuka matanya akan kesalahannya pada sang adik.

"Ck, Sial!" maki Yoongi saat layar komputer miliknya berkedip berwarna merah terpampang peringatan 'ERROR!' disana.

Gagal, Yoongi gagal untuk yang kesekian kalinya. Ia kesal, mengapa ia tak bisa membuatnya hingga saat ini.

"Aku butuh catatan milik Ayah! Benda itu bahkan hilang seperti di telan bumi!!"

Kaki Yoongi menendang bangku miliknya kesal. Jimin yang hanya memperhatikan kekesalan pemuda yang lebih tua darinya itu.

Hening untuk beberapa saat, tak ada yang bersuara di dalam laboratorium bawah tanah milik keluarga Jeon.

Yoongi menghempaskan tubuhnya terduduk di bangku miliknya. Mengangkat kedua kakinya untuk di letakkan pada meja, dengan tangan yang memijit pelan kepalanya yang terasa sakit.

"Jimin kau sudah berbelanja kebutuhan untuk dapur?"

"Ya, aku menyuruh Jungkook untuk membelinya hyung, mungkin ia sudah pergi berbelanja dengan temannya tadi."

Yoongi hanya diam tak membalas perkataan Jimin lagi. Matanya fokus, menatap potongan bagian leher hingga paha robot yang tergantung di dalam kaca besar yang berada di depannya.

"Jimin."

"Kau tinggal sendiri bukan di apartemen mu?" Yoongi berucap, tanpa susah payah untuk menatap lawan bicara yang duduk berada tak jauh di sampingnya.

Menganggukan kepalanya sebagai jawban. Ia penasaran, mengapa Yoongi menanyakan hal seperti ini. Tak biasanya pemuda pucat itu membahas hal-hal di luar pekerjaannya bersama Jimin.

"Pindah saja kesini lagi pula kau hanya sendirian bukan? disini masih banyak terdapat kamar."

"Mengapa hyung mengajak ku untuk tinggal disini?" Jimin heran saat ini, jujur saja ia cukup terkejut dengan ajakan Yoongi.

Tak mengerti sebenarnya apa isi pikiran Yoongi. Terkadang pemuda itu bersikap baik seperti saat ini, tapi tak bisa ia bantah jika memang lelaki pucat di hadapannya ini sungguh menyeramkan.

"Dari pada kau harus pulang-pergi dari apartemenmu kemari, lebih baik kau tinggal disini. Lagi pula kau lebih sering berada di rumahku dari pada apartemen milikmu."

Perlahan senyum Jimin tertarik, melengkung indah bak malaikat. Ia tau Yoongi tak seburuk apa yang orang lain katakan tentang pemuda pucat tersebut.

Namun lagi-lagi itu tak berlaku bagi Jungkook, sang adik. Rasa benci itu mengalahkan segalanya di mata Yoongi, bahkan untuk melihat remaja rapuh itu pun Yoongi tak sudi.

"Baiklah hyung, terima kasih untuk selalu membantu ku. Aku akan pergi mengambil barang ku."

Yoongi hanya mendehem sebagai jawaban. Jimin melangkahkan kakinya menjauh dari sana, tujuannya saat ini adalah mengambil barang-barang miliknya untuk ia pindahkan di kediaman keluarga Jeon.

-----------

Jungkook dan Taehyung sedang sibuk saat ini, memasukkan apa saja barang yang tertulis di kertas gengaman Jungkook saat ini.

Terkadang dua remaja itu tertawa lalu bertengkar kecil layaknya anak balita.
Mendorong troli kesana kemari, dengan tingkah konyol nya. Taehyung melajukan kereta dorong yang ia pegang, setelah itu bergelayut di atasnya saat benda itu melaju dengan kencang.

Pengunjung supermarket hanya tertawa kecil melihat tingkah dua sahabat itu, bahkan ada yang mengira bahwa mereka saudara kandung. Sedangkan Jungkook sendiri sibuk menutupi rasa malu nya karena membawa sahabatnya ketempat seperti ini.

Langkah Jungkook terhenti, melihat kertas di tangannya dengan mata bulat miliknya, mengecek isi troli yang Taehyung bawa secara bergantian.

"Kurasa ini sudah semua hyung."

Taehyung mengangguk tetapi tangannya mengambil banyak snack di sana, juga beberapa cola.

"Untuk apa kau mengambil ini?"

"Tenang saja aku yang traktir, kita akan main game di rumahmu iyakan? Tak seru jika tak ada cemilan." cengir Taehyung lalu menarik tangan Jungkook menuju kasir, memberikan semua belanja miliknya lalu milik Jungkook untuk di hitung.

Setelah selesai, Taehyung dan Jungkook berjalan keluar dari supermarket. Duduk di halte pemberhentian bis yang akan membawa mereka menuju rumah Jungkook.

Jungkook bersenandung kecil matanya melihat sekeliling banyak orang-orang berlalu lalang disana. Tak sengaja, ia terkejut melihat orang berbadan besar menyebar di area tempat dirinya dan Taehyung.

Terlihat mengenakan jas hitam formal seperti para pengawal yang Jungkook sering lihat di tv. Mata bulatnya melebar saat seorang dari mereka berlari ke arah tempat ia dan Taehyung duduk menunggu bis.

"Aku menemukan Tuan muda!!" ucap salah satu laki-laki membuat yang lainnya berlari menuju tempat Jungkook dan Taehyung.

"Gawat! Itu anak buah Namjoon hyung. Lari kookie, Kita harus kabur! Jangan sampai aku di cincang olehnya!" berteriak, mengengam tangan Jungkook untuk di ajak lari dari sana.

Jungkook hanya pasrah tangan miliknya di tarik kencang oleh Taehyung. Cukup bingung melihat situasi, mata bulatnya melirik kebelakang. Terkejut sendiri saat orang-orang bertubuh besar tadi mengejar mereka berdua.

"Yakk! Lepas, Aku tak mau ikut denganmu!" kedua tangan Taehyung di himpit oleh badan besar. Tubuhnya berontak, berusaha terlepas dari sana.

"Maaf Tuan muda, tapi Tuan Namjoon yang menyuruh kami."

"Hei! Hei! Apa yang kalian lakukan dia temanku." ucap Jungkook menarik tubuh sahabatnya. Tetapi salah satu dari mereka mendorong pelan tubuh Jungkook agar terlapas.

"Jangan mempersulit pekerjaan kami."

Jungkook hanya tediam berdiri, melihat mata Taehyung meyendu memohon padanya. Tapi percuma, Jungkook pun takbisa melawan orang berbaju hitam yang jumlahnya sangat banyak.

Taehyung hanya pasrah saat tubuhnya diseret paksa masuk kedalam mobil. Perlahan mobil tersebut menjauh dari sana, meninggalkan Jungkook yang hanya menatap banar kepergian Taehyung.

Berfikir jika semua akan baik-baik saja. Lagi pula mereka orang kepercayaan Keluarga Kim, semestinya Jungkook tak perlu khawatir akan hal itu.

Menarik nafas dalam miliknya lalu Jungkook mengambil kembali belanjaan yang sempat terjatuh.

---------

Namjoon dan sekretaris pribadinya Jung Hoseok, duduk dalam ruangan besar di kediaman keluarga Kim.

Beberapa saat menunggu, pintu besar pun terbuka menampakan bawahannya yang menyeret paksa sang adik yang memberontak tak ingin pulang.

"Kalian tuli! Lepaskan aku sialan!"

"Berhenti Taehyung." suara berat Namjoon terdengar, menghampiri sang adik yang sudah berdiri di hadapannya,
Namjoon memberi kode kepada para bawahan untuk pergi dari sana.

Sekarang hanya mereka bertiga Namjoon, Hoseok, dan juga Taehyung yang menatap marah mereka berdua. Namjoon duduk kembali, matanya melihat Taehyung mengunci tatapan hanzel milik adik.

"Kau dengar kau bolos sekolah." tanya Namjoon pelan. Diejnya berusaha untuk berbicara pada bocah labil di hadapannya saat ini.

"Lalu? Apa urusanmu?"

"Aku memasukanmu sekolah untuk tidak menjadi anak berandalan, Kim Taehyung." kesal Namjoon menahan amarahnya saat ini, tangannya mengepal kuat untuk merendam emosinya sendiri.

"Siapa? Aku? Mengapa kau peduli sekali hyung? "

"Tak usah peduli urusan ku! Hyung urus saja perusahaan mu itu dan jangan ganggu aku." geramnya meninggalkan mereka berdua.

Namjoon yang emosi berdiri dari duduknya, menahan peegelangan tangan Taehyung

"Sejak kapan kau jadi anak kurang ajar seperti ini, Apa ini yang kau dapat di sekolahmu?!" Menyeret tubuh adiknya pada sofa tempat mereka berada sekarang.

"Aku menginginkanmu untuk tak menjadi brandalan dan menjadi anak penurut yang baik Taehyung, Supaya kau bisa menjadi seperti ku mengurus perusahaan milik Appa! Sejak kapan kau menjadi pemberontak seperti ini?!"

"Aku tak menginginkannya! Hyung tak tahu apa yang aku inginkan. Itu adalah kemauan mu, bukan aku!" pekiknya menatap mata Namjoon dalam.

Mata tajam itu saling bertabrakan, sama-sama memerah tanda emosi sedang menguasai kedua saudara tersebut.

"Aku muak hyung! Aku tak butuh fasilitas yang kau berikan untuk ku, Aku tak butuh kekayaan mu dan aku tak butuh perusahaan konyol Appa! Jika pada akhirnya aku tetap sendirian! Aku tetap kesepian!"

"Sejak Appa meninggal hyung berubah, tak pernah ada untuk ku." menarik nafas, tetesan air mata yang ia pendam tak tertahankan lagi.

"Kau terlalu sibuk dengan perusahaan, Hyung menjadi orang yang gila kerja!"

"Apa hyung tahu apa yang aku inginkan?"

"Apa hyung tahu bagaimana hari-hari ku?"

"Apa hyung peduli lagi padaku? Tidak! Tidak sama sekali, Bahkan saat Eomma meninggalkan kita!" tangis Taehyung pecah, ia Menatap terluka Namjoon saat ini.

Taehyung benci keadaan ini.

Ia benci di abaikan.

Ia benci sendirian.

Saat ia pulang pun hanya menemukan para pembantu di rumah. Ia rindu suasana hangat, sang kakak yang sibuk kerja tak pernah memperhatikannya lagi. Namjoon selalu pulang larut malam, dan berangkat pagi-pagi sekali.

Jika bertemu pun mereka jarang berbicara. Taehyung marah semua terasa sangat hampa di dalam rumah yang dulunya hangat.

Taehyung kesepian. Ia hanya butuh sang kakak untuk dirinya bercerita, bersandar, berbagi apa yang biasanya saudara lakukan. Ia tak butuh pemberian dari kakaknya, yang ia butuhkan adalah Kim Namjoon di sampingnya.

Namjoon melihat tatapan terluka sang adik padanya.

Melihat bagaimana tubuh sang adik bergetar dalam tangis.

Melihat bagaimana kecewanya sang adik pada dirinya.

Melihat bagaimana air mata itu perlahan jatuh di pelupuk mata tajam yang persis seperti miliknya.

Namjoon bodoh, ia tak menyadari semua ini. Ia salah, terlalu fokus pada pekerjaannya membuat dirinya mengabaikan Taehyung.

"Dengar Taehyung, aku melakukan semua ini untuk kita, untuk Appa membalaskan dendam. Maafkan aku jika aku mengabaikan mu, aku tak bermaksud melakukannya."

Taehyung hanya tersenyum getir saat ini.

Dendam katanya?

Jadi hyungnya menjadi orang pedendam begitu? Konyol!

Untuk sang ayah? Taehyung tau jelas apa yang sang ayah perbuat. Menyeludupkan barang ilegal ke negaranya sendiri.

Untuk apa hyungnya ini berkata bahwa semua yang ia lakukan hanya semata-mata membalaskan dendam sang ayah?

Taehyung tak mengerti lagi, ia sudah tak mengenal Namjoon saat ini. dahulu sang kakak sangat hangat padanya, sang kakak adalah orang yang baik.

Taehyung tak habis pikir mengapa Namjoon berubah seperti ini?

Mengapa Namjoon terlihat seperti berambisi sesuatu?

Mengapa Namjoon menjadi pemuda kasar, seperti apa yang pernah ia dengar dari orang lain?

Sebenarnya apa yang Taehyung tak mengerti dari keluarganya ini?

Apa yang keluarganya sembunyikan darinya?

Dendam apa?

Perbuatan apa? Semua taehyung lalui begitu cepat hingga berakhir seperti ini.

"Aku tak peduli hyung, aku membenci mu."

.
.
.

TBC


'IndahHyera
01112020'

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top