Sekuel III : The Journey Of Empty Hearts [Park Jimin]
Note : Narasi dengan Italic adalah Jimin dengan bantinnya (inner Jimin).
~~~~~~~
- Semua terasa hampa.
Suasana ini, rumah ini, segalanya...
Rasa sakit yang di ciptakan,
apa ini balasan dari segala kebencian yang ia tanam? -
~~~~~~
'Bagaimana menurutmu...
Jika sebuah cerita tidak mampu di ungkapkan melalui cahaya mata yang kosong itu?
Tidak terbaca, bahkan tidak dapat di mengerti.
Lamanya waktu...
Lamanya takdir menggores dan mengisi sebuah buku yang tak tahu kapan akan berakhir.
Ini... mulai terasa hampa.'
"Hyung, selamat datang kembali."
Sosok pemuda yang baru saja memasuki fase dewasa awalnya— Kim Taehyung, berlari dengan langkah kecil menuju ambang pintu.
Celemek hitam yang masih bertengger dan sebuah sodet di tangan kirinya, ia tersenyum, melemparkan sebuah karya yang Tuhan tumpahkan untuknya.
"Kami pulang..." lirihan terdengar.
Jimin mendorong sebuah kursi roda yang tak ia lepas gengamannya sejak tadi, membawanya menuju ruang tengah dengan karpet bulu pengganti meja kaca yang disingkirkan.
Membantu sosok pemuda pucat untuk duduk di atas sofa, Jimin tersenyum kala ia berhasil melakukannya.
Lagi-lagi ia bersimpuh, "Bagaimana dengan perasaanmu saat ini? Kita sudah pulang, apa kau menginginkan sesuatu Yoongi hyung?"
"Jungkook..."
Ini sudah kedua kalinya musim gugur menyapa, sejak Yoongi kelihangan hidupnya.
Pemuda itu sudah lebih baik, sudah bisa di ajak berbicara dan bahkan membalas dengan beradu argumen kecil. Tetapi, terkadang Jimin masih sering mendapatkan Yoongi tengah melamun dengan bibir yang berguman memanggil-manggil adiknya, seperti saat ini.
"Ya, kita akan bertemu Jungkook. Tetapi sebelum itu kau harus makan dengan benar dan menjadi sosok Profesor Jeon Yoongi kembali. Ne?" Kembali Jimin mengusap punggung tangan milik Yoongi.
Lihatlah, bahkan Tangannya sudah mulai tenggelam di antara telapak miliknya.
'Hai...
Adik manis, sudikah kau menarik kembali apa itu kegelapan?
Ya kegelapan, kumohon tarik ia dari sana.
Ini terasa sangat dingin, bahkan aku bertaruh, disana sangat menyakitkan dengan suara rintihan milikmu.
Rumah ini...
Terasa begitu kosong tanpamu.'
"Bagaimana dengan restoran yang sedang kau jalani saat ini Tae? Apa semua berjalan dengan lancar?" Jimin menyeruput teh kesukaan Yoongi saat ini.
Jari kelingkingnya ia biarkan mengambang, sementara yang lainnya mengapit gagang cangkir. Aroma minyak bergamot dengan sentuhan seperti harum cengkeh menyapa paru-parunya.
Taehyung terkekeh," Yah... Sampai saat ini belum bangkrut, jadi jangan mengkhawatirkannya. Aku sedang berencana membuka cabang baru setelah ini."
"Itu adalah hal yang baik, adikku." ia sambut kekehan kecil Taehyung tadi dengan sebuah gelak tawa ringan di akhir kalimat.
Memainkan cangkirnya dengan mengetuk-ngetuk kecil menggunakan kuku, Jimin nampak sedang berpikir dengan tatapan kosong.
"Ini sudah dua bulan sejak Yoongi hyung pulang kerumah. Aku cukup bahagia dengan ini. Tetapi, aku ingin sekali ia kembali normal seperti sebelumnya."
Jimin pun mendengus, "Begitu menyakitkan melihat ia menderita seperti ini."
"Kita harus sabar menunggu Jimin hyung. Ini tidak mudah, bahkan untuk ku dan kau sekalipun. Kita akan mengalami hal yang sama jika berada di posisinya."
Malam ini, dengan hujan yang turun membasahi bumi. Suara gaduh di atas langit terasa mengerikan seperti akan runtuh menimpa mereka. Taehyung meremat kuat-kuat kaleng beer sudah kosong. Membawa tubuhnya terhempas pada sandaran soda di belakangnya.
"it's so cold, i could die." lirihnya.
'Datanglah...
Walau hanya sebuah bayangan semu di dalam mimpi sunyi miliknya.
Katakan, bahwa kau menyayanginya, kelinci.
Katakan, bahwa kau memafkannya.
Katakan, bahwa kau menginginkannya untuk terus melanjutkan sisa hidupnya.
Beri ia cahaya, keluarkan ia dari hutan sengsara yang ia buat.'
"Pagi h—hyung..." seruan Jimin mengecil di ujung kalimat.
Tatapannya berpendar, mencari-cari sosok penghuni dengan menyapu bilik kelam yang tirainya sudah terbuka, membuat cahaya matahari pagi menyapa.
Ini hangat.
"Hyung? Kau dimana?!"
Jimin mengerutkan dahinya kala ia melihat ranjang yang sudah rapih tersusun, gelas di atas nakas sudah tandas airnya dengan dua buah gelang berada tepat di sisi.
"Berisik Park Jimin ini masih pagi kau tahu?" suara berat menyadarkannya dari lamun. Jimin menoleh ke arah pintu sisi ruangan. Ahh... Itu kamar mandi.
Tunggu...
Kamar mandi?
Matanya membola terkejut, berlari kecil menghampiri Yoongi yang keheranan menatap si pemuda pendek.
"Hyung! Kau mandi!" teriaknya.
"Kau kira aku ini apa hah?! Tentu saja aku butuh mandi bodoh!"
Jimin jantungan, bibir tebalnya tertutup dan terbuka secara cepat. Mendadak tremor, dengan terburu-buru ia bawa lari langkahnya menuju dapur.
"Taehyung! Yoongi hyung!! Dia— dia..."
TUK! Suara sentilan di dahinya membuat Jimin berhenti tergagap.
"Sudah kubilang, kau berisik!" Yoongi berjalan memasuki dapur, membawa tubuhnya untuk duduk di kursi meja makan.
"Hei, tolong buatkan aku americano, liltle tiger." Taehyung sadar dari terkejutnya.
Ia hanya mengangguk sebagai jawaban atas perintah dari si pemilik rumah. Dengan kaku, tangannya menyalakan mesin kopi khusus di ujung counter dapur.
"Ini gila, aku hampir saja mati berdiri." Yang paling muda berguman pelan. Kepalanya mendadak pening kala ia mengintip dari ekor matanya, sosok Yoongi yang sedang asik menggigit sebuah apel merah yang ia dapatkan dari keranjang buah atas meja.
"H—hyung..." Jimin duduk berhadapan dengan Yoongi dengan meja sebagai penghalang. Matanya tak sedikitpun ia putuskan untuk berhenti memperhatikan si pucat yang sedang mengunyah.
Yoongi mendeham sebagai jawaban, ia menoleh menatap juniornya dengan wajah malas.
Si pendek mencoba mencerna, "Kau... Hyung..." isakan kecil pun terdengar.
Taehyung pun menghampiri dengan secangkir kopi hitam yang ia buat.
Ahh... Anak itu sama terisaknya dengan Jimin saat ini.
"Selamat datang kembali..." dengan senyuman mengembang, Jimin dan Taehyung memeluk yang lebih tua. Mengampitnya di sisi kanan dan kiri Yoongi membuat pemuda itu terkekeh ringan.
"Hmm, aku pulang."
.
.
.
.
.
'In a sweet dream...
Itu sungguh menyenangkan Jungkook.
Cerita, tidak lagi berlontar ditemani tatapan kosong.
Kini, cahaya itu kembali, membawa kehidupan yang sudah lama hilang dari jiwanya.
Mendengarkan bagaimana ia berceloteh bahwa kau datang mengunjunginya di malam hari, aku sungguh bahagia akannya.
Apa kau diam-diam mengintip ku di dalam kamar?
Mengapa kau bisa tahu apa yang pernah aku rintihkan malam itu?
Yoongi berkata bahwa kau datang mengunjunginya.
Kau memanggilnya.
Kau memberinya sebuah pelukan yang ia rindukan.
Kau memberinya sebuah senyuman yang sangat ingin ia lihat.
Hai adik manis...
Kau ini benar-benar ya, mengapa tidak dari awal kau lakukan itu untuknya?
Ah tidak, untuk apa aku protes, iyakan?
Jungkook...
Ini adalah musim semi yang indah, bunga sakura bermekaran di sepanjang jalan rumah kita.
Ya rumah kita.
Kira-kira bagaimana rasanya di sana? Apa surga tempat yang menyenangkan untukmu?
Apa kau bahagia?
Apa kau bertemu dengan ayah dan ibu mu yang cantik?
Aku balik-baik saja.
Begitupun dengan Yoongi hyung serta sahabatmu, Kim Taehyung. Ia sudah menjadi bagian dari keluarga ini sekarang.
Ah...
Aku tak tahu ingin menumpahkan apa lagi disini, ini adalah halaman terakhir yang aku torehan di dalamnya.
Ini adalah akhir, dan akan ku buka dengan yang baru nantinya.
Aku ingin sekali meledek benda usang ini, tetapi aku tak ingin menertawakannya, itu sungguh membuatku merasa sangat berdosa nanti.
Jungkook...
Kami bahagia...
Kami...
Rumah ini...
Suasana ini...
Kehangatan yang baru ini...
Jungkook, aku menantikan kembali. Dimana nanti kau hadir diantara hangatnya kasih bunga sakura yang baru mekar hari ini.'
—Park Jimin
"Dasar sial! Cepatlah atau kubunuh kau pendek!!!"
"Cerewet sekali hyung." Jimin menatap buku putih bergambar kelinci imut di gengamannya.
Ia tersenyum, menyeka titik-titik air mata yang sedikit membasahi buku tersebut, dan dengan langkah ringan ia membawanya. Menaruhnya di antara buku-buku lain yang tersedia di bilik kamar milik Yoongi saat ia memasukinya.
Lalu dengan cepat ia berlari menuruni tangga, terkekeh kala Jimin mendapati Yoongi yang sedang melipat tangannya di dada karena kesal menunggu.
"Mengapa kau keluar dari kamarku?"
"Hanya mengembalikan sesuatu yang aku pinjam." Jimin tersenyum, tangannya ia kibaskan di depan wajah untuk memberitahu bahwa tak ada hal serius.
"Hyung, jika aku boleh jujur, kau sangat cocok dengan jas putihmu."
Yoongi hanya membalas dengan decakan lidah, sedangkan Jimin yang mendengarnya mambalas dengan tawa.
"Hyungdeul! Tolong bantu, ini berat!"
.
.
.
.
.
-TBC For sequel part-
Tinggalkan cinta dan komentar kalian ya~
'IndahHyera
05072021'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top