Sekuel I : The Journey Of Empty Hearts [Jeon Yoongi]

'Pembusukan yang terlalu jauh, tidak dapat menyerap cahaya atau air.
Menyegel hatiku yang terluka dengan sumpah tanpa akar dan tanpa daun.'

- Film Out, BTS

~~~~~~

Musim gugur kembali menyapa seorang Jeon Yoongi. Di penghujung bulan September, retinanya memantulkan refleksi pepohonan yang mulai mengeringkan daun-daun miliknya.

Hamparan merah dan jingga menyelimuti setiap permukaan tanah, Yoongi membisu di balik jendela putih dengan pandangan kosong.

Kedua lengan dan kakinya yang di balut beberapa perban nampak membuat orang lain yang melihatnya begitu sesak.

"Hyung?" seruan dari suara di ambang pintu tak sekalipun membuat pemuda pucat tersebut memalingkan wajahnya.

Jimin melangkahkan kaki sesaat sebelumnya menutup kembali pintu putih yang ia buka. Berlutut di hadapan Yoongi dengan jari-jari nya yang menggenggam kedua pergelangan tangan yang lebih tua.

"Apa kau lagi-lagi menyakiti dirimu?" Jimin memperhatikan bagaimana kain putih melilit kulit pucat Yoongi. Meringis kala beberapa bercak entah darah atau obat luka nampak kontras terlihat.

Tak ada jawaban.

Tatapan hitam yang mengingatkannya pada Jungkook itu nampak kosong.

"Hei hyung. Apa kau tahu? Ternyata Hoseok mengalihkan perusahaan robot milik Namjoon atas nama Kim Taehyung."

Jimin berkata dengan pelan dan hati-hati. Bisa ia rasakan perubahan gerakan yang timbul dari kedua tangan Yoongi kala Jimin menyinggung soal Namjoon.

Tangan itu sedikit gemetar, hendak memberontak tetapi Jimin tahu, maka ia menahan kedua tangan tersebut. Menggenggamnya dengan lembut dan mengusapnya penuh afeksi.

"Aku sudah mulai bekerja kembali di Daehyun Robotics Engineering Lab. Ah tidak, namanya berganti menjadi Vnite Robotics Engineering Lab."

Jimin tersenyum lebar, menarik jas putih yang sebelumnya ia lampirkan pada sofa dekat ranjang, "Lihatlah jas baru ini, nampak bagus bukan? Taehyung memberikannya khusus untukku."

"Hei Profesor Jeon, tidakkah kau ingin melanjutkan hidupmu? Bagaimana dengan robot yang kita buat sebelumnya?"

Berhasil.

Kepala dengan mahkota sewarna raven tersebut menoleh, menatap Jimin yang bersimpuh di depannya.

"Kau ingin melihatnya kembali bukan? Ayo kita selesaikan. Sembuhlah... Hyung, ayo kita pulang." Satu tetes cairan asin yang sempat Jimin bendung lama di pelupuk matanya terjatuh dengan bebas.

Menatap bagaimana tubuh yang lebih tua terlihat menurun dengan drastis. Pipinya nampak mencekung kedalam, mata yang berkantung dan berwarna hitam dengan bibir pucat yang terlihat kering. Penampilan pemuda tersebut bahkan jauh lebih menyedihkan dari sebelumnya.

"Hoseok telah mengembalikan penelitian milik ayahmu, dan aku sudah menyimpan sampel rambut dan darah milik Jungkook." Jimin berdiri dari posisinya, tangannya terulur demi menarik Yoongi ke dalam dekapannya.

"Kau tidak sendirian, jangan pernah merasa sendirian."

"Aku tahu... Begitu menyakitkannya rasa kehilangan itu, tetapi hyung, Jungkook akan marah jika kau terus seperti ini. Ingatlah bahwa hidup yang kita jalani bukanlah hal yang pantas kita sia-siakan."

Jimin tahu, mungkin Yoongi tak mungkin mendengarkannya. Tetapi biarlah ia membisikkan kalimat-kalimat penenang untuk pemuda pucat tersebut.

Memberikan sugesti positif, untuk menenangkan dan menariknya dari kegelapan.

Jimin mengingat kembali bagaimana saat anggota tim forensik melepaskan tali yang membelenggu Jungkook. Yoongi yang kala itu sedang memeluk adiknya jatuh pingsan, tepat setelah melihat kulit yang tersayat hingga tulang di pergelangan tangan Jungkook.

.
.
.
.
.

[flashback]

"Jimin?" suara Hoseok menyapa. Menghampiri pemuda dengan bibir tebal yang terduduk di depan ruangan yang tertutup rapat.

Bukannya Jimin enggan masuk kedalam, tetapi ia sedang menjernihkan pikirannya saat ini.

"Oh? Hoseok hyung, Bagaimana keadaan Taehyung? Apa ia baik-baik saja?" mengusap wajahnya yang terlihat berantakan, Hoseok duduk tepat di samping Jimin yang menumpukan kepalanya dengan kedua tangan menutupi mata miliknya.

"Taehyung kritis, bocah tersebut baru saja menjalani operasi penjahitan di lehernya. Terlalu dalam, bahkan hampir memotong nadinya jika saja Yoongi hyung tak datang saat itu."

"K-kritis?"

"Ya, dan jika Taehyung tidak membuka matanya hingga besok pagi, maka..."

"Jung... J-Jungkook!!!"

Belum sempat Hoseok melanjutkan kalimatnya, suara berat terdengar dari dalam ruangan.

Dengan segera Jimin membuka pintu putih di hadapannya. Matanya melihat Yoongi yang sedang menarik-narik helaian rambutnya hingga rontok.

Pemuda dengan gelar Profesor itu berteriak memanggil-manggil nama sang adik dengan kencang.

"Yoongi hyung!" Jimin menghampiri, mencoba melepaskan jari-jari Yoongi dari rambutnya.

BUGH! Tetapi yang terjadi adalah Jimin terpental menabrak vas bunga di atas nakas. Tangan yang sedang menggenggam Yoongi sebelumnya membuat mereka terjatuh secara bersamaan.

"Hyung? Hyung?" ia menepuk-nepuk pundak Yoongi.

"Hoseok hyung! Cepat panggil dokter!"

Jimin mencoba manghalau jangkauan tangan Yoongi. Pemuda pucat itu sedang meraba pecahan vas bunga, membuat telapak tangannya mengeluarkan darah dengan deras.

Jimin menariknya menjauh, mencoba mengunci tubuh yang lebih tua. Tetapi gengaman tangan yang masih terdapat sisa-sisa pecahan kaca itu, Yoongi mulai menggosokannya ke lengan miliknya.

Tubuhnya memberontak, dengan tangis dan raungan yang semakin menjadi-jadi.

Goresan-goresan yang muncul.

Darah yang menetes di setiap luka, terukir bagaikan sebuah tato berlukiskan penyesalan yang amat mendalam.

Bibir pucatnya yang nampak biru terus memanggil-manggil nama seseorang, Jungkook.

Dokter bernama Kim Seokjin akhirnya datang menghampiri. Dilihatnya pasien yang sudah berlumuran darah mewarnai sekujur tubuhnya, "Tolong ambilkan Benzodiazepine 40mg, cepat!!!"

Berteriak memerintah seorang perawat agar bergegas, Seokjin membantu Jimin menahan pergelangan kaki Yoongi yang terus saja memberontak.

Seorang perawat pun datang dengan membawa nampan berisi sebuah suntikan, dan tabung kaca kecil berisi cairan yang di maksud. Dengan cepat Seokjin menyuntikannya pada tubuh Yoongi.

Hampir 2 jam mereka menangani Yoongi, kini setelah Yoongi mendapatkan perawatan pada lukanya, pemuda itu sedang tertidur pulas. Terlihat tenang dan damai.

Jimin berjalan meninggalkan ruangan, kakinya melangkah menghampiri ruangan lain di ujung koridor. Jimin mengetuknya, membukanya pintu kala sebuah suara mempersilahkan dirinya untuk masuk.

"Sepertinya kita pernah bertemu." sapa Seokjin, Jimin pun duduk dihadapan Dokter yang memiliki paras rupawan tersebut.

"Ya benar, aku membawa adikku kemari."

"Apa dia adalah kakak kandung dari Jungkook?" Tanyanya asal. Entahlah, melihat mata kelam dan sendu milik Yoongi mengingatkannya akan anak lucu yang sempat datang padanya.

Jimin hanya mengangguk sebagai jawaban, "Aku tidak bisa mengatakan apa yang terjadi pada pasien Jeon Yoongi saat ini. Karena aku hanya dokter umum devisi Anestesi."

"Seperti sebelumnya, aku akan membawa temanku untuk memeriksa 2 jam lagi dari sekarang. Aku sarankan kau untuk selalu menemaninya, jika Jeon Yoongi mendadak histeria seperti tadi, tolong panggil aku dengan cepat."

.
.
.
.
.

PTSD dengan Gangguan Depresi tingkat berat.

Jimin sangat tahu, bahkan ia terkejut mengingat perkataan Dokter Jiwa yang menangani Yoongi saat ini.

Bagaimana tidak terkejut jika, apa yang Jungkook rasakan kala itu, Yoongi juga merasakannya saat ini.

Tetapi, kasus Yoongi lebih parah, pemuda pucat itu bahkan tidak bisa di ajak untuk berkomunikasi, selalu menyakiti dirinya sendiri serta berteriak histeris.

Ini sudah beberapa bulan sejak kejadian Namjoon, namun Yoongi belum ada perkembangan sama sekali. Bahkan obat penenangnya semakin bertambah dosis.

Jimin yang selalu merawatnya, ia bekerja di pagi hari dan pulang saat matahari beranjak dari tempatnya. Menemani Yoongi di gelapnya dunia, memastikan bahwa pemuda tersebut tidak kambuh atau bermimpi buruk di malam yang dingin.

"Jika kau sembuh nanti, aku akan membawamu ke Busan. Ia pasti merindukanmu hyung, pasti adik kita itu tengah merajuk saat tahu kau tidak pernah mengunjunginya sama sekali." Jimin terkekeh, melepas dekapan dirinya dari Yoongi.

"Aku akan pergi untuk melihat adik kita yang lain, kau mau kan menunggu ku sebentar saja? Akan ku beritahu sikuda untuk menemanimu disini." Jimin menyentuh dengan perlahan, luka berlapis perban di sekujur lengan Yoongi.

"Tak akan lama, aku harap kita bisa mengobrol lebih banyak saat aku kembali nanti."

Apakah ini sebuah karma yang pantas Yoongi dapatkan?

Atau Jungkook berniat membalas dendam kepada kakaknya?

Tidak, anak menggemaskan itu tidak mungkin memohon pada Tuhan untuk memberikan penderitaan bagi Yoongi.

Tetapi ini terlalu berat, bagi Yoongi, Jimin maupun Taehyung.

Di setiap tarikan nafas.

Di setiap waktu yang Yoongi rasakan setelah kehilangan Jungkook malam itu.

Mungkin ini adalah sesuatu yang pantas untuk didapatkan, jika Jimin memiliki pemikiran yang jahat seperti kebanyakan orang lain.

Tetapi Yoongi adalah kakaknya, pemuda itu yang menampungnya dan mengajarkannya banyak hal, memberikannya ilmu agar Jimin mampu menjadi ilmuwan yang sama dengan Yoongi.

Dan seperti sebelumnya,

Meninggalkan pemuda pucat itu sendirian bukanlah hal yang pantas Jimin lakukan.

.
.
.
.
.
.

-TBC for Sekuel Part-


Maaf jika sekuel ini tidak seperti Ekspetasi kalian. 🙏
Adakah diantara kalian yang suka Brothership tapi di beri bumbu Romance?
Berikan bintang dan komentar kalian ya~~♥️

'16062021
IndahHyera'

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top