DUAPULUH DUA

"Mengapa tak melaporkan polisi untuk kasus hilangnya Jungkook, apa kalian tak berusaha untuk mencarinya?"

Taehyung bersandar pada dinding. Dihadapannya terdapat Jimin yang sedang duduk bersila di lantai dan Yoongi yang memejamkan matanya seraya menopang wajahnya dengan tangan.

Beberapa saat yang lalu Taehyung menangis melihat dengan nyata sebuah robot berbentuk Jungkook yang dibuat oleh Yoongi. Tak mengira sebelumnya bagaimana bisa Yoongi membuatnya.

"Kau fikir kami tak peduli padanya? Kami sudah melaporkan dan belum ada jawaban hingga saat ini. Setiap minggu aku mendatangi kantor polisi guna ingin mengetahui perkembangan kasusnya. Tapi nihil." Jimin meremas ujung jasnya. Menahan mati-matian emosi yang bisa saja memuncak, untungnya hingga saat ini ia tak pernah lepas kendali.

"Ck sial. Kita harus mencarinya sendiri. Aku akan menghubungi detektif kenalan keluargaku." ucap Taehyung meraih ponsel pintarnya.

"Lantas membuat Namjoon mengetahui tujuanmu itu? Apa kau kira ia akan diam saja? Bahkan kakakmu itu seakan-akan tengah memburu sesuatu saat ini."

Taehyung menatap datar Yoongi. Menerka-nerka apa maksud dari perkataan pemuda pucat tersebut. Bisa ia lihat raut wajah lelah tercetak jelas di sana. Kantung mata yang tebal dan berwarna hitam, bibir yang kering serta tatapan mata sayu jika memandang sesuatu.

Taehyung menarik nafasnya dalam. Agaknya ia salah dengan berucap seakan-akan menuduh kedua pemuda ini. Taehyung merasa bodoh karena takbisa mengendalikan ucapan dan emosinya yang meluap.

"Maafkan aku." Taehyung menunduk, mengusap pipinya dengan punggung tangan. Air matanya lagi-lagi keluar membuat dirinya berantakkan saat ini.

"Apa kau tak tahu jika Namjoon mencari keberadaan Yoongi sampai saat ini?"

Taehyung mendongak, gelengan kepala pun di dapatkan Jimin sebagai jawaban. Wajar saja jika Taehyung tak mengetahui apapun anak itu baru saja pulang ke tanah kelahirannya. Membawa sejuta harapan ingin bertemu sahabatnya yang hilang.

"Tak apa, kita bisa mencari jalan keluar. Jika memang Namjoon lah yang menculik Jungkook, itu artinya kita harus mencari bukti yang kuat." Yoongi terbangun dari duduknya. Memasukan kedua tangannya pada saku celana bahan yang ia kenakan.

"Kita bisa mencarinya bersama." di usapnya pucuk kepala Taehyung lalu ia langkahkan kakinya untuk pergi dari sana.

Pemuda yang lebih muda tertegun mendapatkan perlakuan lembut itu. Ia sentuh kembali rambut miliknya membuat sudut bibirnya terangkat lebar. Ia terkekeh menampilkan senyum kotaknya yang khas.

"Andaikan Jungkook mendapatkan hal sama, dengan apa yang baru saja kau rasakan." Tutur Jimin pelan. Taehyung hanya diam, ia mendekat, mendudukan tubuhnya di samping Jimin yang tengah asik menatap logam manusia yang terduduk di balik kaca.

"Memangnya ada apa?"

"Kau tak tahu? Yoongi membenci Jungkook sejak bocah itu berusia 8 tahun. Si pucat itu mengira jika Jungkook lah yang menyebabkan mereka kehilangan orang tua." Jimin memainkan potongan kabel listrik mati di tangannya, melintirnya secara main-main.

"Jungkook tak bercerita apapun padaku. Aku sering memaksanya untuk mengutarakan hal yang menganggu baginya. Tapi hanya senyuman kelinci yang aku dapatkan. Ia berusaha terlihat ceria dihadapanku."

"Anak itu..."

Dan Taehyung pun menghabiskan waktu dengan Jimin untuk bercerita mengenai Jungkook hingga waktu makan siang pun tiba, mereka pergi mengajak Yoongi untuk makan bersama di luar.

.
.
.
.
.
.

Hoseok termenung di tempatnya. Pekerjaannya yang menumpuk membuat kepalanya pening luar biasa. Ia rapihkan kertas-kertas yang berserakan disana, lalu pergi menuju ruangan Namjoon untuk memberitahu jika ada rapat yang akan dimulai kurang dari satu jam.

Di ketuknya pintu megah di hadapannya membuat seseorang mendeham sebagai jawaban.

"Namjoon, ada rapat 45 menit lagi." tuturnya.

"Oh baiklah." jawabnya dengan menyesap kopi hitam. Namjoon tengah sibuk menandatangani berkas yang baru saja ia terima dari beberapa karyawannya.

"Namjoon, aku ingin bicara padamu." Hoseok berjalan menuju sebuah rak panjang di sisi ruangan. Mengabsen satu persatu pajangan tengkorak yang sangat mereka sukai. Ya, bukan hanya Namjoon saja yang suka mengoleksinya tapi Hoseok juga. Namjoon hanya mengangguk bersiap untuk mendengarkan.

"Apa kau tak lelah temanku? Balas dendammu ini tak akan membuatmu bahagia. Kau hanya membuang waktumu dan mendapatkan kebencian dari adikmu satu-satunya." ucap Hoseok membuat Namjoon menghentikan kegiatannya.

"Apa maksudmu?" suaranya berat, Namjoon menatap dingin sahabatnya yang satu itu.

"Maksudku adalah. Hentikan saja. Aku lelah melihatmu yang seperti ini. Lagipula, bukankah disini ayahmu lah yang bersalah karena membunuh pasangan keluarga Jeon? Tindakanmu yang sekarang takkan membuat ayahmu dan ibumu hidup kembali. Kau hanya akan kehilangan waktumu yang seharusnya kau habiskan bersama Taehyung." jelasnya panjang. Menatap Namjoon yang seakan menahan emosi, Hoseok pun menghampiri meja sahabatnya.

"Ku mohon, tidakkah kau merasa bersalah? Dan selama 5 tahun ini kau juga kembali melanjutkan pekerjaan kotor ayahmu." lanjutnya.

Namjoon yang mendengarnya merasa dongkol. Tak ia sangka Hoseok berani berucap seperti itu padanya.

"Kaluar." tekan Namjoon mengusir Hoseok.

Hoseok hanya tersenyum tipis mendengarnya. Ia pun melangkahkan kakinya melewati pintu yang sama. Hingga beberapa pijakan, matanya menangkap dari kejauhan sosok Hanbin yang berjalan menujunya.

"Oh, hai sekretaris Jung." sapa pemuda yang baru saja tiba.

Hoseok tak menjawab ia hanya melirik sejenak sebelum melanjutkan kembali langkahnya menuju ruangan kaca tak jauh dari pintu ruangan Namjoon.

"Ck! Sombong sekali." ujar Hanbin.

Hoseok mendudukan dirinya, ia termenung kembali, di remasnya sepasang gelang rantai berwarna perak yang sangat terlihat cantik. Hoseok menyimpannya selama 2 tahun ini.

Ia tatap kedua benda itu, bentuknya sangat indah yang satunya berantai tipis dengan sebuah ekor paus sebagai hiasan, dan satunya lagi memiliki rantai lebih besar dengan bandul berbentuk kristal salju disana.

Hoseok mengingat kembali, dimana ia melepas kedua benda itu dari lengan seseorang. Ia tak menyangka Namjoon akan benar-benar melakukan hal itu pada bocah polos yang ia ketahui bernama Jungkook.

"Apa aku harus melakukannya?" Hoseok berguman, ia sibuk bertanya pada dirinya sendiri selama ini.

"Namjoon, kau sudah terlalu jauh."

Hoseok meraih ponsel miliknya, ibu jarinya dibiarkan mengambang disana. Ia bimbang, haruskah ia melakukan ini?

Tetapi ia tak sanggup melihat dosa ini lebih lama lagi. Ia harus menyadarkan Namjoon.

" Maafkan aku... "

Lalu ia menekan nomor telepon seseorang. Kakinya bergerak konstan, ia mengigit ujung kukunya menunggu panggilannya untuk diangkat.

"Ku mohon... Cepatlah."

Suara di sebrang sana akhirnya menyapa, Hoseok pun menarik nafasnya dalam-dalam. Ia sudah memikirkannya, ini adalah keputusan terbaik buang harus ia lakukan.

"Bisakah kita bertemu?"


.
.
.
.
.
.

TBC

Hallo?
Ada bosankah dengan cerita ini?
Terimakasih ya untuk saran kalian sebelumnya.
Adalah yang bisa menebak peran Hoseok disini?
Untuk Jungkook aku masih belum bisa menjawab pertanyaan kalian.
Tinggalkan bintang dan komentar kalian ya...
Stay healthy and happy everyday ♥️♥️

'IndahHyera
25022021'

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top