Berlibur
Derai hujan berjatuhan, tapi pujaan hatinya tak kunjung datang. Erlan masih setia menunggunya di tempat yang sudah ia beritahukan. Di balik jendela kaca caffetaria lantai dua, Erlan menatap kosong ke sebrang jalan yang diguyur hujan. Pikirannya mengawang ke masa lalu, kejadian empat tahun silam. Potongan memory itu menyisakan penyesalan baginya.
Andai saja Erlan mau menunggu beberapa menit saja. Mungkin saat ini dia tidak akan berada di sini untuk menunggu seorang diri, melainkan berdua bersama Kayla menyesap secangkir kopi di penghujung hari.
Erlan memutuskan pergi tanpa pamit dan menghilang empat tahun tanpa kabar sedikitpun. Lalu kembali ingin menikahi Kayla dengan dalih wasiat sang ayah.
“Jahat, adakah kata yang lebih sadis dari itu untukku Kayla?” Erlan bergumam.
“Duren!” Kayla duduk di kursi, membuat Erlan terkesiap dibuatnya.
“Sejak kapan kamu tiba?”
“Baru saja, apa yang sedang kamu pikirkan? Duren.” Kayla menyelipkan helayan rambut ke belakang telinganya.
“Duren?”
“Iya, Duren, duda keren.” Kayla menahan tawa.
“Hei, aku memang keren, tapi bukan duda.” Erlan membela diri.
Kayla menghela napas. “Baiklah, ada hal penting apa sampai kita harus bertemu di sini?”
“Aku, ingin mengajakmu pergi.”
Kayla diam dengan wajah datar, menunggu perkataan Erlan berikutnya.
“Pergi berlibur sebelum kita melangsungkan pernikahan.”
“Kenapa tiba-tiba?” Nada bicara Kayla terdengar serius.
Jari telunjuk Erlan bergetar di meja, sedetik Kayla melirik sebelum kedua tangan Erlan berpindah ke bawah meja untuk menyembunyikan kegelisahannya.
“Tidak kah kamu memiliki keraguan padaku? Aku datang setelah menghilang, perpisahan kita tidak seperti yang kamu pikirkan, kamu tidak koma selama empat tahun, kamu mengalami kecelakaan dua kali Kayla. Empat tahun lalu, dan beberapa bulan lalu sebelum aku kembali. Ingatanmu mengalami kemunduran, kamu melupakan semua hal selama empat tahun ketika aku tak bersamamu.”
“Lalu?”
Erlan, tidak habis pikir dengan sikap Kayla yang begitu santainya mendengar pernyataan yang susah payah dia katakan.
“Ya, aku tidak mau kamu menyesal nantinya, aku ingin ingatanmu kembali sepenuhnya sebelum kita menikah nantinya.” Erlan kembali menegaskan. Meski begitu, iya takut dengan jawaban Kayla.
Kayla tersenyum. “Baiklah, tidak masalah. Toh mau aku ingat atau tidak, kita sudah terikat wasiat. Pernikahan antara keluargamu dan keluagaku harus terlaksana, aku sudah tidak peduli dan tidak akan lari lagi dalam perjodohan ini. Mau menikah dengan duda beranak dua atau perjaka tanpa nama juga nggak masalah.”
Erlan tidak menyangka mendapat pernyataan mengejutkan dari seorang Kayla. Gadis pujaannya yang dulu ia kenal telah berubah.
Kayla bangkit dari duduknya, ia mengeluarkan kaca mata hitam dari tas kecilnya lalu memakainya. “Ayo, tunggu apa lagi? Katanya mau liburan biar nggak ada keraguan sebelum pernikahan, jadi pergi nggak?”
“Jadi, iya jadi, ayo pergi.”
Erlan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia berjalan di belakang Kayla.
***
Nada-nada lagu berirama ceria menggema di dalam mobil Erlan. Sesekali Kayla menyenandungkan beberapa lirik yang ia hapal, bahkan mereka bernyanyi bersama, lalu tertawa, kadang diam tanpa suara diantara keduanya.
Empat jam perjalanan cukup melelahkan, terlebih ketika ban mobil mereka bocor di tengah hutan di tengah malam. Erlan meminta Kayla menemaninya untuk mengganti ban yang bocor dengan ban serep, tapi ketika Erlan sedang mengambil dongkrak.
“Aaaaaa!” Kayla menjerit.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top