3

Tidak ada sepatah kata pun terucap dari bibir pucat Diara. Kamar yang gelap menambah kedukaan. Diaz diam di pojok ruangan, bersandar pada dinding dan melipat tangan di depan dada. Satu-satunya suara yang timbul berasal dari ponsel yang berada di atas kasur, dekat Diara.

"Angkat?" Diaz akhirnya membuka suara.

Diara melirik Diaz tanpa minat. Ponsel itu sudah berdering sejak lima belas menit yang lalu. Maunya Diara adalah melempar benda pipih itu dari lantai dua kamarnya. Tapi Diaz di sini, pria itu akan melarangnya.

"Katakan kenapa kamu menolak menjawab telepon itu," pinta Diaz. Kakinya melangkah perlahan mendekati kasur. Matanya tetap melekat pada layar ponsel yang menampilkan nomor asing.

Diara menolak menjawab kebingungan Diaz. Sudah cukup kepalanya membengkak atas semua kejadian berengsek sepuluh hari yang lalu, jangan lagi abangnya merecoki dengan pertanyaan yang tidak ingin dijawabnya.

"Apa itu Raihan?" Sorot Diaz menuding tajam, bertepatan Diara menatapnya datar.

Diamnya Diara makin menguatkan dugaan Diaz. Sepuluh hari, waktu yang cepat mengubah seluruh struktur kebahagiaan yang mereka bangun. Dan Diara sebagai aktris penghancur semua kestabilan masih bertahan mengunci rapat bibirnya.

"Diara, tolong jawab kakak. Apa itu Raihan?" Diaz makin mendesak dan tidak sabaran.

"Kakak pergi ke kantor saja. Urus masalah yang dibuat ayah. Aku yang akan urus masalahku," kata Diara dingin.

"Urus masalah kamu? Bagaimana? Menolak tanggung jawab pria berengsek yang sudah meniduri kamu?" Cecar Diaz penuh amarah.

Diara kesal. Itu penyebab sikap diamnya. Hubungannya dan Gemmy hancur, ayahnya mengurung diri di kamar, perusahaan yang dibangun atas jerih payah ayah dan almarhum bundanya di ujung tanduk, kini... melengkapi semuanya, Diaz menguak 'the incident'.

"Berengsek," desis Diara. Dia mengambil ponsel itu, menekan ikon hijau lalu mengangsurkan pada Diaz. "Bilang apapun yang kakak mau."

Diaz menerima ponsel itu ragu. Menarik napasnya, menatap luka dan kecewa pada sorot mata Diara yang biasanya jernih dan ceria. Ponsel itu ditempelkan pada telinga kiri Diaz tanpa melepas kontak mata Diara.

"Halo, ini gue Diaz. Kalau mau bicara, datang ke sini," kata Diaz tegas. Tangannya lunglai ke sisi badan, masih menggenggam ponsel adiknya. Jika mata benar bisa berbicara, dia ingin bisa membongkar semua isi dalam kepala adiknya. Mendapat pembenaran atas kejadian 'malam itu' yang masih menjadi misteri besar baginya. Ratusan kali usaha, Diaz hanya akan sampai pada jurang kepahitan. Diara tidur bersama Raihan, kakak Gemmy.

"Raihan akan datang ke sini bersama orangtuanya. Sebaiknya kamu bersiap," kata Diaz tak bertenaga.

Diara merapatkan matanya. Ingin menolak kedatangan pria itu tetapi dia buntu. Mau mati hanya sanggup diucap dalam hati. Nyatanya pemakaman masih membutuhkan uang dan keluarga mereka ada di tahap kemelaratan. Hidup tanpa gairah hidup, barangkali bisa menjadi cambukan penebus dosa.

๑๑๑๑๑

Buk!

Diara menatap badan bongsor Raihan yang jatuh ke lantai. Diaz berdiri di tengah ruangan, matanya merah nyalang. Di sisi lain ruangan, pada sofa panjang, kedua orangtua Raihan bergeming melihat putera sulung mereka dihadiahi bogeman.

"Diaz," lirih Yasser, ayah Diara dan Diaz yang sejak keluar dari kamarnya selalu memasang wajah murung.

"Yah, pria bereng-"

"Diaz!" Mata Yasser memeringati sikap puteranya yang makin tidak sopan. "Duduk!"

Diaz mengalah, duduk di sisi Diara yang menunduk lesu. Raihan berdiri dibantu maminya, Yulia yang sudah memerah matanya. Raihan duduk di antara kedua orangtuanya, berhadapan sofa yang diduduki Diaz dan Diara. Yasser duduk sendiri pada sofa single di ujung formasi.

"Pak Yasser," ucap Rakhmadi, papi Raihan dengan sopan.

"Saya tahu alasan Pak Rakhmadi ke sini. Bisakah kita tidak usah menyebut perbuatan apa yang mendasari bapak sekeluarga datang?"

Rakhmadi mengangguk, sangat setuju tidak melisankan perbuatan masing-masing anak mereka. Diara menahan diri, mengepal erat, tidak membiarkan dirinya tampak lemah. Dia tahu dia yang dilabeli tersangka untuk peristiwa malam itu, namun hatinya menjerit. Ayahnya sendiri menolak menyebut peristiwa itu, alih-alih menamainya perbuatan. Andai mereka tahu, andai ada satu saja saksi yang menguatkan. Diara tidak bersalah. Dia sama-sama korban dalam peristiwa malam itu. Korban momen yang tidak tepat.

"Kami berniat melamar Diara untuk Raihan," kata Rakhmadi.

Jika tadi tangannya mengepal erat, kali ini mata Diara yang merapat. Dia ingin undur diri, merelakan apapun keputusan yang dibuat ayah dan kakaknya. Diara tidak sanggup bertahan dalam satu ruangan yang sama dengan Raihan. Pria itu, bukan pria itu yang ada dalam mimpi masa depan Diara. Bukan!

Yasser diam, sesaat matanya melirik sikap tegang puterinya lalu beralih kepada Raihan yang menunduk sepanjang pembicaraan orangtua. Ketika secara tidak sengaja matanya bertubrukan mata teduh Yulia, Yasser menguatkan pilihannya.

"Kami akan terima lamaran Pak Rakhmadi. Kapan baiknya pernikahan puteri saya dan putera bapak dilangsungkan?" Yasser tahu Diaz tidak menyetujui keputusannya. Memang tampak terlalu mudah dia menyudahi masalah antar dua keluarga. Pernikahan memang jalan pintas termudah atas perbuatan zina dua pasang muda-mudi. Jika ada jalan keluar lain yang dapat mengembalikan nilai puterinya sebelum 'malam itu', Yasser akan memilihnya.

"Jika bisa secepatnya, Pak Yasser. Pernikahan sederhana saja. Mungkin undang keluarga dan kerabat dekat saja," kata Rakhmadi.

Pernikahan terburu dan undangan terbatas merupakan indikasi mengarah pada alasan klise dua pasang anak manusia menikah di zaman modern ini, hamil di luar nikah. Diara sudah memeriksakan dirinya beberapa kali semenjak malam itu, dia yakin seratus persen, dia tidak hamil. Pertanggungjawaban yang diberikan kepadanya malah menimbulkan kesan dia harus dinikahkan sebelum perutnya membuncit.

"Nak Diara," panggil Yulia, sedikit bergetar. Matanya teduh namun masih mencetak jelas kekecewaan.

Diara mengangkat kepalanya. Mencoba mengulas senyum walau berakhir membentuk tarikan aneh. Yulia memaklumi ketidaknyaman Diara. "Apa kamu..." Yulia menelan kembali kata yang menohok lehernya.

"Saya nggak hamil, jika itu yang Tante Yulia khawatirkan," kata Diara. Dia sudah mempersiapkan diri jika pertanyaan ini timbul, bahkan jika keluarga Rakhmadi membatalkan lamaran mereka karena merasa tidak ada tanggungan yang mesti mereka ambil. Begitu yang beredar dalam masyarakat, anak di luar pernikahan adalah tanggungan yang melandasi pernikahan dadakan. Diara ingin menyudahi pertemuan ini, ingin mengusir tamunya, ingin marah dan membela diri. Kendati keinginannya menggebrak ulu hati, Diara bertahan dalam diam.

"Kalau begitu, baiknya kita rundingkan tanggal baik pernikahan putera-puteri kita, Pak Yasser. Apa anda ada saran?" Rakhmadi mengambil alih kecanggungan yang merebak akibat pertanyaan menggantung istrinya dan ucapan blak-blakan Diara. Harus ada setidaknya satu orang dewasa yang bersikap netral, meski Rakhmadi sadar porsinya sebagai orang netral tidak akan bisa adil bagi kedua belah pihak.

Yasser melarikan pandangannya pada Diaz yang menatap tajam Raihan di seberang. Situasi kadung runyam, baiknya segera diselesaikan. Menunda malah bisa menimbulkan lebih panjang drama dalam lingkaran mereka.

"Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengurus administrasi ke KUA? Saya harap bisa dalam dua minggu ini Diara sudah berstatus istri sah Raihan." Perkataan Yasser menyebabkan mata Diara dan Raihan saling bertemu. Dua pasang mata bersitatap membagi luka dan kesangsian. Kemudian berakhir anggukan lemah. Tiada penolakan maupun sanggahan, Diara paham Raihan berpikiran serupa dirinya, mereka tidak punya hak bersuara kecuali membiarkan para tetua mengatur hidup mereka ke depannya.

Bertahan sedikit lagi, Di. You shall be fine.

###

19/03/2018

Bikin ini sambil nyanyi lagu jadul Rossa.

Mengapa yang lain bisa mendua dengan mudahnya namun kita terbelenggu dalam ikatan tanpa cinta 🎤🎧🎼

Tariiiikk maaangg...

Life is hard ya, Di 😅 harap sabar, hidup enak pun ga semudah itu miss yg ngetik kasih ke ponakan situ 😎😎😎 semua karakter harus naik level dengan satu-dua masalah, bukan gitu sodara-sodaraaaa??

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top